Ada yang nungguin kelanjutan cerita Killian nggak nih??
• • •
• •
•⚠️ CONTENT WARNING ⚠️
Assault, child murder.. . .
East Rock Psychic Center adalah rumah sakit jiwa dengan peraturan yang cukup ketat. Itulah penilaian pertama yang kusimpulkan pada rumah singgah baruku.
Mereka mengurungku di sebuah ruangan isolasi selama kurang lebih dua minggu, dan memberiku sebuah buku tulis kosong serta sebuah pensil. Mungkin mereka berharap dua benda itu dapat menemaniku di kala sepi. Menggambar adalah satu-satunya kegiatan yang aku sukai untuk melewati hari-hari menjenuhkan.
Aku tetap harus meminta tolong pada petugas rumah sakit jika pensilku tumpul untuk meruncingkannya. Mereka tak mempercayaiku dengan sebuah benda tajam. Yang mana terasa menyebalkan. Aku benci meminta tolong pada orang lain.
Satu hal yang tak kusukai, adalah mereka tak memperbolehkan pengunjung menemuiku.
Bagaimana aku bisa tahu? Karena aku pernah melihat sosok Keenan dari jendela berjeruji besi di kamarku tengah melangkah pergi dengan kepala tertunduk dalam. Jadi aku membuat kesimpulan, bahwa para petugas rumah sakit tak memperbolehkannya untuk bertemu denganku.
Hal tersebut memicu amarahku. Dan aku melampiaskannya pada salah satu petugas rumah sakit. Bukan hal yang susah untuk berakting seolah dirimu kesakitan. Kau hanya perlu membuat mimik wajah yang meyakinkan agar orang lain merasa iba dan mempercayainya.
"Tolong!" seruku dengan suara yang dibuat tercekat. Aku mencengkeram erat pensil tajamku di tangan kanan. Aku menekan tangan kananku ke perut, bersikap seolah perutku kesakitan. Pensil itu tersembunyi dengan baik. Tidak akan ada seorang pun yang melihatnya dari caraku membungkuk ke lantai.
"Hei, kau baik-baik saja?"
Aku mendengar suara seorang petugas dari luar pintu. Aku terus mengerang kesakitan, berharap petugas itu terkecoh dan memasuki ruanganku.
Dan… gotcha!
Pintu kamarku berderit kencang ketika didorong terbuka. Petugas rumah sakit itu berlutut di sebelahku dan mengguncang pundakku dengan lembut.
"Apa ada yang salah? Kau sakit?"
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas itu, aku bergerak secepat kilat dan menancapkan pensil tersebut ke lehernya.
Petugas itu berteriak kesakitan, tapi pensil itu tak cukup tajam untuk menembus otot lehernya.
Aku segera bangkit, kemudian berlari keluar ruangan. Beberapa petugas telah berubah waspada setelah mendengar teriakan itu dan berlari menghampiri ruanganku.
Aku berhasil lari melewati mereka, tapi aku tidak mengetahui seluk beluk rumah sakit itu. Aku tidak tahu di mana jalan keluarnya. Dan itu adalah salah satu kesalahan terbesarku.
Setelah berlari tak tentu arah untuk entah berapa lama, dua orang petugas berhasil mengepung dan menyergapku. Salahbsatu petugas itu menahanku agar tetap tengkurap di lantai selagi petugas yang satunya mengikat kedua tanganku di belakang tubuh.
"Lepaskan aku!" Aku memberontak sebisa mungkin. "Aku akan membuat kalian menyesal melakukan ini padaku! Aku ingin pergi dari tempat terkutuk ini!"
Aku melihat seseorang datang dan berjongkok di sampingku. Aku mungkin tidak bisa melihat wajahnya dari posisi tengkurap di lantai, tapi aku mengenali aroma parfumnya yang memiliki wangi kayu-kayuan.
Aku memekik kesakitan ketika sesuatu terasa menusuk bagian samping leherku. Sial, mereka membiusku.
"Kau membuat keputusan yang begitu impulsif, Killian," aku mendengar dokter itu berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshots
Short StoryHanya beberapa kumpulan cerita fiksi pendek berbagai genre yang terbesit di benak. Mohon dimaklumi ya kalau ada typo dan kesalahan kata, agak males buat ngoreksi hahaha. (Lagian, ini buat seneng-seneng aja. Buat mencurahkan ide doang.) Plagiat PLEAS...