Killer Clown

82 30 2
                                    

I'm not a good horror writer, so bare with me.

.
.

Apa yang kalian pikirkan pertama kali ketika memikirkan kata badut? Apa kalian menyukainya?

Aku menyukai mereka. Aku selalu menganggap badut adalah orang yang paling lucu dan pandai bermain sulap.

Lusa adalah hari ulang tahunku. Aku sudah meminta pada Ayah dan Ibu agar kami merayakannya, dan aku menginginkan seorang badut yang lucu untuk datang ke pesta ulang tahunku. Ibu mengernyitkan dahi, tapi Ayah menyetujui permintaanku. Senyumku merekah, tak mampu menahan rasa bahagia. Hore! Aku akan bertemu badut!

Sepanjang malam aku tak bisa tidur. Aku menanti hari di mana aku akan menjadi anak berusia sembilan tahun, dan aku akan merayakan hari ulang tahun bersama keluargaku dan seorang badut lucu.

Aku bertanya-tanya. Apakah badut itu akan membawa banyak balon? Apa aku akan mendapat hadiah darinya? Atau apakah dia akan menunjukkan kemampuannya bermain sulap? Aku sangat tidak sabar.

Malam sebelum hari ulang tahunku, aku terbangun karena mendengar sebuah ketukan pintu. Ketukan itu terus berlanjut, membuatku bertanya-tanya kenapa tidak ada yang membukanya.

Aku pun turun dari kasur sammbil mencengkram selimut. Karena saat itu sudah larut, rumah pun gelap dan menjadi agak menyeramkan. Aku menyelimuti tubuh dan berjalan ke pintu depan. Ketukan itu terus berlanjut.

Suara jam antik di pojok ruangan berdentang kencang memecah kesunyian. Aku menoleh ke arah jam tersebut. Pukul dua belas malam. Hari ini ulang tahunku! Sekarang aku sudah berusia sembilan tahun! Asyik!

Suara ketukan di pintu depan mengambil perhatianku. Aku mengeratkan selimut di bahu dan berjalan mendekat. Kami memiliki sebuah layar sensor agar kami bisa melihat siapa yang ada di depan pintu. Ketika aku memencet tombol, layar itu menyala dan seseorang berdiri di sana.

Aku terkesiap. Seorang badut! Apa dia kejutan hari ulang tahunku?

Tak mampu membendung antusias, aku mendekati pintu dan membuka kuncinya. Aku meraih gagang pintu lalu membukanya. Badut itu berdiri di sana. Dia segera tersenyum lebar padaku.

"Yeay! Kau datang!" seruku senang. "Aku ingin seorang badut di hari ulang tahunku dan kau datang!"

Badut itu tak berbicara. Dia hanya memandangku dengan mata gelapnya.

"Apa kau kemari untuk memberiku kejutan?! Aku suka kejutan! Apa kau akan memberiku balon dan permen?!"

Badut itu kembali tersenyum. Dia meraih saku celananya dan mengeluarkan sebuah balon berwarna merah muda. Warna kesukaanku! aku membatin. Aku menunggu sembari dia meniup balon tersebut.

Badut itu mengikat balon yang ditiupnya dengan tali, lalu menyerahkannya padaku. Aku menerima balon itu dengan senang hati.

"Apa kau ingin permen?" badut itu berbicara dengan suara beratnya.

Aku mengangguk cepat. "Mau!"

"Kau akan mendapatkannya jika kau menjadi anak yang baik. Pergi ke kamarmu, tunggu aku di sana. Tutup pintunya, dan jangan pernah pergi keluar, atau kau tidak akan mendapatkan permenmu."

"Okay, aku mengerti!"

Badut itu menyeringai. "Sungguh gadis yang pintar," katanya dengan suara rendah.

Aku berlari menuju kamarku dengan sebelah tangan memegangi balon pemberian badut itu. Seperti yang diperintahkan, aku menutup pintu kamar dan menunggu.

Aku duduk di pinggir kasur, dengan kedua kaki menggantung atas lantai, dan berdendang lirih menunggu si badut datang.

"Happy birthday to you ... happy birthday to you ... happy birthday, happy birthday. Happy--"

Nyanyianku terhenti ketika sebuah jeritan perempuan terdengar dari lantai bawah.

"Ibu?" lirihku.

Aku diam untuk mendengarkan. Tapi rumah itu sunyi. Apa aku salah dengar?

"Happy birthday, happy birthday. Happy birthday to you." Aku kembali bernyayi, kali ini dengan nada rendah. Aku mengulas senyum. "Selamat ulang tahun, Cara," bisikku pada diri sendiri.

Tok! Tok! Tok!

Aku menoleh ketika pintu kamarku diketuk. Aku melihat gagang pintunya bergerak dan pintu mengayun terbuka. Dan badut itu berdiri di sana, dengan baju berlumuran noda merah pekat. Apa itu saus tomat? aku bertanya-tanya dalam hati.

Aku tetap duduk di kasur seraya badut itu berjalan mendekat. Kakiku mengayun pelan menunggunya.

"Apa aku sudah menjadi anak yang baik sekarang?" tanyaku.

Badut itu menyeringai sekali lagi. "Ya, suuungguh anak yang baik dan pintar." Kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar seperti dia tengah mendesis. Seperti ular. Untuk sesaat, bulu kudukku meremang.

"Apa aku akan mendapatkan permenku sekarang?"

Si badut mengulurkan tangan ke belakang tubuh, dan ketika tangannya terulurkan padaku, tangannya yang berlumuran saus tomat memegang sebuah permen lolipop. Aku terperangah kagum. Aku menerima permen itu dan membuka plastiknya.

"Apa kau ingin lebih banyak permen?"

Aku memandangnya. "Boleh?"

"Tentu saja boleh! Kau sudah menjadi anak yang pintar, kau berhak mendapatkannya." Rasa percaya diriku mengembang karena kata-katanya. "Namun ada satu syarat." Dia membungkuk agar matanya sejajar denganku dan mengulurkan tangan. "Kau harus ikut denganku."

Aku berhenti menjilat permen. "Tapi ... Ibu bilang aku tidak boleh ikut dengan orang asing sembarangan."

"Aku sudah meminta ijin ibumu. Dia begitu senang dengan kehadiranku hingga dia memekik kegirangan." Dia menurunkan tangan dan menumpu pada lututnya. Oh, jadi teriakan tadi karena Ibu senang akan kehadiran badut itu? "Dan ibumu mengijinkan. Kau boleh ikut denganku."

"Um, apa aku boleh berpamitan pada orang tuaku?"

Badut itu mengibaskan tangan. "Kau tidak ingin mengganggu mereka. Ayahmu hampir memukulku ketika aku berada di kamar mereka."

Aku terkesiap kaget. "Kenapa Ayah berusaha memukulmu? Apa kau terluka?"

"Dia tidak tahu itu aku, dan tidak, aku tidak terluka. Percayalah, kau tidak ingin mengganggu mereka." Dia kembali mengulurkan tangan. "Jadi, kau mau ikut denganku? Kau bisa mendapatkan lebih banyak permen dari berbagai jenis. Aku juga bisa memperlihatkanmu beberapa trik sulap. Bagaimana?"

Aku tersenyum lebar, tertarik dengan tawaran itu. "Aku mau." Aku pun meraih tangannya, membiarkan badut itu menggandengku keluar rumah.

Aku tak pernah kembali sejak saat itu, atau pun bertemu orang tuaku.

Jadi, apa kalian masih suka dengan badut?

OneshotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang