Our Summer

160 71 154
                                    

Bagaimana jadinya jika seorang pria tampan menghabiskan musim panas menjaga keponakannya?

.
.
.

Ezekiel tidak akan mau tinggal di rumah kakaknya jika orang tuanya tidak meminta pria itu untuk menginap di sana. Kedua orang tuanya akan pergi ke luar negeri untuk merayakan hari jadi pernikahan mereka yang ke–50.

Dia sempat meminta untuk tinggal sendiri di rumah, beralasan jika dia bisa mengurus dirinya sendiri, namun orang tuanya berkata jika mereka sudah merencakan hal itu sejak lama dan listrik rumah mereka akan dihentikan selama keduanya pergi, membuat Ezekiel mau tak mau harus mengikuti permintaan kedua orang tuanya.

Jadi, di sinilah dia sekarang.

Dahinya mengernyit tak suka melihat bocah di gendongan kakak perempuannya. Anak itu menatapnya dengan mata hazel yang begitu lebar. Ugh. Dia benci anak kecil.

"Lihat pamanmu, Mavie. Katakan hai!" Kakaknya, Raven, menggoyangkan tangan Maverick dan berbicara dengan suara bayi. "Hai, Paman Ezzie!"

Ezekiel memutar bola mata. "Jangan panggil aku Ezzie, aku bukan anak kecil."

"Terserah." Raven memberikan putranya pada sang adik, yang segera menggendong anak itu dengan kikuk. "Aku harus pergi berbelanja. Baik-baiklah dengan Maverick!"

"Tunggu— Raven!" panggil Ezekiel. Namun gagal. Kakaknya telah pergi. Dia melirik sang keponakan di gendongannya. Anak itu menatap sang paman dengan jari telunjuk berada di mulutnya. "Apa yang kau lihat, Jelek?"

Tak tersinggung dengan panggilan Ezekiel, anak itu malah tertawa. Dia berdecak, dan memutuskan untuk pergi ke kamar Maverick, membiarkan bocah itu merangkak dan bermain dengan mainannya.

.
.

Hari ini, kakaknya kembali menitipkan Maverick pada Ezekiel, dan pergi keluar untuk bertemu teman-temannya. Pria itu terus-terusan mendumel dalam hati, kesal karena harus tinggal di rumah sendirian dengan si bocah. Seharusnya dialah yang pergi keluar dan bersenang-senang dengan teman-temannya! Bukannya mengasuh bocah seperti pria cupu!

"Waktunya mandi, bocah kecil."

Ezekiel mengangkat anak itu dan menggendongnya ke kamar. Dia melepas baju Maverick, lalu menggendongnya ke kamar mandi.

Anak itu suka mandi. Dia tegaskan sekali lagi; Maverick. SUKA. Mandi. Itu artinya, dia akan menghabiskan waktu cukup lama untuk memandikan Maverick.

Ezekiel mengisi bathtub dan mendudukkan Maverick di sana. Anak itu dengan girang menendang-nendang serta mengecipakkan tangannya ke air.

Sang paman duduk di pinggir bathtub dan menghela napas pasrah. "Kemari, Sobat." Dia berusaha menghindari cipratan air agar pakaiannya tak terlalu basah dan menyabuni tubuh Maverick.

Splash!

Ezekiel terkesiap sambil memejamkan mata. Suara tawa anak itu terdengar. Bocah itu benar-benar menguji kesabarannya.

Dia mengembuskan napas perlahan, berusaha menahan amarahnya. Ezekiel mengelap wajahnya yang terciprat air. Maverick terkikik sekali lagi.

Tak mau melampiaskan kekesalannya, Ezekiel kembali memandikan Maverick. Setelahnya, dia mengangkat anak itu dari bathtub, yang segera memperoleh teriakan memprotes.

"Jangan—" Ezekiel menggeram. "Ugh! Jangan banyak bergerak!"

Dia membawa Maverick kembali ke kamar dan mengeringkan tubuhnya. Kali ini, bocah itu menangis. Pria itu memutar bola matanya jengah. Dasar ratu drama, rutuknya.

OneshotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang