Warning, slightly nsfw🔞
Happy reading!
.
.
.
"Maukah kau menjadi kekasihku?"
Manik gadis itu terpaku pada pria yang berdiri di hadapannya, raut gugup tercetak jelas di wajah si pria. Dinilai dari bulir-bulir keringat yang tercetak di dahinya, pria itu pasti telah mengumpulkan keberanian yang cukup besar demi mengungkapkan pertanyaan tersebut pada si gadis.
Akan tetapi, gadis itu--Elenora, telah memperkirakan bahwa cepat atau lambat, pertanyaan tersebut pasti akan diungkapkan olehnya.
Setelah hampir satu tahun berteman, pria itu--Arlo, telah menyiratkan perasaannya pada Nora melalui sikap dan tindakannya.
Bukannya Nora tidak menyukai Arlo. Hanya saja... dirinya masih belum bisa melupakan sang mantan kekasih sepenuhnya. Meski sudah berpisah lebih dari tiga tahun yang lalu, perasaannya pada sang mantan seakan tak kunjung sirna.
Pertemuannya dengan Arlo bisa terbilang cukup lucu. Mereka tidak sengaja bertemu di sebuah minimarket. Ketika hendak membeli sebuah pembalut, uang yang dibawa Nora ternyata kurang. Merasa malu, serta sedikit terburu-buru, Nora berniat untuk mengembalikan pembalut tersebut, namun seseorang dari arah belakang melingkarkan sebuah jaket ke pinggangnya, dan menawarkan diri untuk membayarkan pembalut itu demi Nora.
Orang itu adalah Arlo. Pria itu sempat berbisik pada Nora, bahwa celana gadis itu ternodai oleh darah menstruasinya. Hal tersebut menambah rasa malu Nora, dan dirinya merasa tidak enak karena pria itu harus menggunakan jaketnya untuk menutupi noda darah di celana Nora.
"Nora?"
Gadis itu mengerjapkan mata. Memori akan pertemuan pertama mereka pun menguap dari benaknya, membuat gadis itu harus memfokuskan pandangan pada pria di hadapannya.
"Apa kau mendengar pertanyaanku?" tanya Arlo.
Nora tersenyum kikuk. "Aku mendengarnya, kok."
Arlo mengulum bibir dan mengangguk-angguk paham. "Kalau begitu... apa jawabanmu?"
Nora menyukai pria itu. Ia begitu baik dan romantis padanya. Namun salah satu alasan kenapa dia mau berteman dengan Arlo adalah, Nora melihat beberapa kemiripan antara pria itu dengan mantan kekasihnya, Adrian.
Keduanya mempunyai bentuk mata yang sama, bibir tebal, serta cara tersenyum yang cukup mirip. Akan tetapi, sifat keduanya berbanding terbalik. Adrian cenderung pendiam dan memiliki sifat yang cuek, berbeda dengan Arlo yang ekstrovert dan ramah senyum. Jika dulu Nora akan berangan-angan dapat diperlakukan romantis oleh Adrian, Arlo melakukannya secara cuma-cuma, meski status keduanya hanya berteman.
Arlo, adalah wujud dari Adrian yang Nora idam-idamkan.
Berdosakah dia, jika Nora memutuskan untuk menerima perasaan Arlo dan memandang pria itu sebagai pengganti Adrian? Berdosakah dia, jika Nora menggunakan Arlo untuk mewujudkan angan-angannya, yang menginginkan dirinya diperlakukan secara romantis oleh Adrian?
"Arlo...." suara Nora menggantung.
Jika memang itu sebuah dosa, Nora rela bertekuk lutut di hadapan Tuhan setiap malam untuk meminta maaf pada-Nya.
Senyum Nora mengembang. "Aku mau menjadi kekasihmu."
.
.
Meninggalkan tempat kerjanya, langkah Nora terhenti ketika matanya menangkap keberadaan Arlo yang tengah berdiri tak jauh darinya. Pria itu tersenyum, lalu melambaikan tangan untuk menyapanya.
"Kau tidak perlu menjemputku," ujar Nora ketika pria itu berjalan mendekat. "Aku bisa pulang sendiri, tahu?"
"Bagaimana bisa aku melakukan itu?" balas Arlo. Ia berhenti di depan Nora dan membelai pipinya. "Aku tidak akan tega membiarkan kekasihku pulang sendirian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshots
Short StoryHanya beberapa kumpulan cerita fiksi pendek berbagai genre yang terbesit di benak. Mohon dimaklumi ya kalau ada typo dan kesalahan kata, agak males buat ngoreksi hahaha. (Lagian, ini buat seneng-seneng aja. Buat mencurahkan ide doang.) Plagiat PLEAS...
