Setelah menyeruak keluar dari cangkang kepompong besar, Ranggad Buttingguh tambah terheran-heran menyaksikan wujud kepompong yang aneh dan ada banyak ikan yang lengket menempel di badan kepompong sebelah luar.
Ia juga heran dengan keberadaan aneh telaga yang terasa dingin dan nampak dalam itu bagaikan menyimpan kekuatan gaib.
Termasuk pasir putih halus yang mengelilingi telaga, sepertinya menyembunyikan rahasia cerita dan manfaat tak terduga.
Goa raksasa yang luas dan tinggi langit-langitnya selain batu keras juga terdapat cerobong atau semacam sumur yang lorongnya menjulang ke atas hampir tak menampakan hujung lorong yang biasanya nampak terang, "Apakah itu bibir sumur atau bibir cerobong tinggi di luar sana?", pikir Ranggad Buttingguh, "Apakah aku jatuh dari sana? Siapa yang menjebloskan aku masuk di sini? Siapa yang membawa aku sampai di sini, dan mengapa tubuhku bisa berada di dalam kepompong aneh itu?"
"Seingatku, aku terlentang pasrah diserbu ribuan serangga ... lantas tak ingat apa-apa lagi ..."
"Hm, aneh ... Ah bagaimana ini? Aku mesti sesegera mungkin keluar dari dasar gua raksasa ini untuk menyelamatkan Bethari ... Caranya?"
Ada yang menjawab pertanyaan tadi.
Suara kerucukan perutnya.
Tanda pencernaan Ranggad Buttingguh butuh diisi asupan makanan.
Ia melihat ikan-ikan yang menempel di luar cangkang kepompong, pikirnya, "Ha, ini cocok untuk dibakar dan dimakan. Lantaran cukup banyak tentu bikin kenyang ..."
Ranggad Buttingguh tengok kiri-kanan tidak menemukan kayu kering untuk bahan bakar.
Sejenak muncul gagasan, "Ah, mengapa bingung sendiri? Kan aku bisa mematangkan daging ikan ini dengan saluran hawa sakti panasku?"
Ranggad Buttingguh segera mencomoti ikan-ikan itu. Ia cukup mengambil tiga ikan besar segede bantal anak-anak. Ikan yang tersisa dan masih lengket di kepompong itu ia comoti juga, namun ia lepaskan lagi ke dalam telaga dingin itu.
Lantas Ranggad bergegas membersihkan isi perut ikan serta memotong kepalanya dengan Pisau Biru Rajangkala, "Hai, ikan montok kaliyan dapat kehormatan menerima tajamnya Pisau Kepemimpinan Rajangkala ini. Hi ha!"
Ikan bersih disaluri hawa sakti panas hingga muncul aroma daging yang matang.
"Meskipun ikan dimatangkan tanpa garam dan bumbu, setelah dikunyah toh lezat juga rasanya.
"Jika telah sukses lapar, makan yang hambar jadi sukses lezat segar." pikir Ranggad Buttingguh seraya nyengir sendiri mirip hidung kuda jantan digelitiki hujung ekor kuda betina.
Agaknya seperti penyakit nenek moyang yang kambuh - demikian pula yang terjadi di dalam diri Ranggad Buttingguh - bahwa habis makan terbitlah kenyang, habis kenyang kantuk pun datang!
Habis kantuk datang?
Pulas masuk ke alam bawah sadar, mimpi!
Ranggad pun pulas tidur terlentang di pasir lembut putih, beralaskan kulit kepompong hangat.
Beberapa waktu lamanya pulas tidur, Ranggad merasa ada yang menindih tubuhnya.
Ia merasakan tindihan itu kenyal hangat yang cukup berat namun ada aroma segar buah dan bunga.
Saat akan membuka mata, ah, matanya ditutup tangan yang harum lembut hangat, sekaligus bibirnya dikulum bibir lembut kenyal. Bahkan bibirnya diseruaki lidah gairah basah yang binal nakal menggial-gial mengajak gulat lidah. Sesekali diselingi jurus silat hisap lidah. Tentu saja kaget-kaget doyan, ah ah ah hm ...
"Ah, inikah rasanya ciuman parah gairah? Ah lagi ah ..."
Penasaran?
Tentu saja ketagihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITAB SAKTI PUKULAN LUNAK
ActionKITAB SUCI PUKULAN LUNAK *Inilah Kisah Ranggad Buttingguh untuk mendirikan Wangsa Buttingguh. Wangsa Baru sebagai tanda Zaman Kemerdekaan Untuk Siapapun Yang Gigih Mencari Jati Dirinya. Kiprah Ranggad adalah Lambang Pembaharuan Keluarga Besar Wangsa...