Cerita 18 MELACAK JEJAK MASALAH BESAR

156 4 0
                                    

Bethari melihat ruang kamar nampak rapi dan bersih. Juga terasa segar nyaman. Apalagi ada aroma wangi bunga sedap malam.

Bethari melihat di sudut kamar terdapat bunga sedap malam dalam wadahnya yang terbuat dari kuningan berukiran. Dan di meja terdapat nampan gerabah ungu yang berisi taburan bunga melati semerbak wangi.

Mereka berdua menaruh Buntalan Beludru Biru pada lemari Penginapan.

"Eh tadi kita dianggap Seorang Pangeran dan Putri Raja, ya? Hi hi hi hi hi..." Kata Bethari cekikikan kecil, sambil membuka Buntalannya untuk mencari Pakaian Pengganti.

"Yaahh... Bukankah sejak meninggalkan Kawasan Bukit Wingit...Kita ini sudah dikira Pangeran dan Putri Raja?

"Bila kita berpapasan dengan orang di jalan, mereka memberi hormat dan salam bagaikan kepada Seorang Pangeran dan Putri Raja." Jawab Ranggad.

"Lha iya...kenapa?" Tanya Bethari melirik ke Ranggad.

"Ya karena kita Nampak Pas berpakaian Pangeran dan Putri Raja dengan Perhiasan Ningrat Ala Putra-Putri Raja." Jawab Ranggad sambil duduk di kursi kamar.

"Itu sih aku sengaja beli dan memilihnya untuk kita..."

"Tapi juga karena...mungkin... wajah kita dan sikap kita seperti Anak Raja." Timbrung Ranggad mesem.

"Maksudmu, kau ini Tampan dan aku Jelita yang Ningrat? Hi hi hi hi hi...mau muji diri sendiri saja...pakai muter-muter.. Hi hi hi hi hi...Udah ah, mau mandi." Kata Bethari menuju bilik mandi, sambil melirik genit ke arah Ranggad.

"Silahkan, aku menunggu panganan dan tehnya dulu." Kata Ranggad, seraya melihat Sebuah Lukisan di dinding.

Lukisan itu menggambarkan sebuah panorama gunung yang tinggi menjulang ke langit. Puncaknya tertutupi kabut.

Di bawah pigura lukisan ada papan tipis yang ditulisi kalimat: 'Gunung Menjulang Tinggi: Nafas Jiwa Seturut Gunung Menjulang Ke Langit. Kaki Diri Kokoh Berdiri Menyatu Bumi.'

Hmm, maknanya sangat dalam. Bisa dipakai untuk sebuah sikap hidup. Sebuah cita-cita mulia sebaiknya bebas merdeka secara alami, bagai gunung menjulang ke langit. Namun jangan lupakan asal-usul dan banyak sahabat pendukung cita-cita mulia.

Bisa juga digunakan untuk olah latih kedigdayaan. Bahwa Nafas Jiwa adalah Lambang Kekuatan Semangat Roh atau Hawa Sakti yang bagai Gunung Menjulang Tinggi ke Langit. Terus-menerus digali dan didalami rahasia dan misteri kekuatannya akan menjulang tinggi bagai tiada batas.

Jurus Kuda-Kuda yang Tangguh bila Hawa Saktinya Menyatu Bumi. Menghirup Daya Kekuatan Restu Bumi sekaligus Kokoh Berdiri bagai Kakinya Tlah berakar Sebumi.

"Tok Tok Tok..." Suara ketokan di pintu, "Permisi Tuan, ini panganan dan tehnya..." Suara Pelayan Kamar.

"Ya, sebentar..." Kata Ranggad seraya melangkah ke pintu.

Ranggad membuka pintu kamar dan dilihatnya Pelayan Kamar ternyata Seorang Kakek Berkulit Kuning Pucat Dengan Mata Mencorong Tajam, "Ini Tuan Pangeran, pesanan panganan dan teh hangatnya...Ada lagi yang bisa saya bantu, Tuan Pangeran?"

"Terimakasih... Tidak ada... Eh iya aku sangat terkesan dengan lukisan dalam kamar ini, 'Gunung Menjulang Tinggi'. Apakah Kakek tahu Siapakah Pelukisnya?" Tanya Ranggad dengan senyum ramah.

"Kata Majikan Penginapan ini, Lukisan Kuno itu buah karya Seorang Penyair dan Pelukis sekaligus Pendekar Sakti yang bernama Swastu Narwastu." Jawab Pelayan Kamar dengan suara lembut, sabar, dan rendah hati.

"Terima kasih, Kakek..." Kata Ranggad.

"Bila tidak ada pesanan lagi. Saya undur diri, permisi ...."

Ranggad menggelengkan kepalanya. Tersenyum. "Tidak ada Kakek.."

KITAB SAKTI PUKULAN LUNAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang