Ketika Si Bocah Menggaya Kera akan menurunkan Tubuh Sintal di atas rerumputan tebal, ia melihat wajah Si Jelita Pucat Menghijau, dan seluruh tubuhnya dingin luar biasa. Nafasnya amat lembut hampir tidak kentara. Wahduh, dia agaknya terkena pukulan Hawa Sakti Beracun. Aku harus segera menolongnya, menyalurkan Hawa Gaibku yang bersifat Panas. Ah, mesti mencari tempat yang terlindung aman dari segala gangguan cuaca, hewan buas, ataupun orang jahat. Ya Goa, tepatnya.Si Bocah Gondrong Tampan, melejit ke pucuk pohon tertinggi sambil mendekap tubuh dingin Si Jelita. Ia cari bebukitan atau pegunungan atau gunung, yang biasanya terdapat goa-goa alami. Segera matanya menangkap deretan pegunungan di sebelah selatan Lembah Benggi. Secepat kilat ia meluncur terbang dari pucuk pohon ke pucuk pohon yang lain, menuju kaki pegunungan yang di maksud.
Sesampainya di kaki pegunungan, tubuh Si Jelita dalam pelukannya itu terasa kian dingin beku, bahkan mengeluarkan uap tipis yang dingin. Segera ia menyalurkan Hawa Gaib Lunak Panasnya melalui tubuhnya yang mendekap kuat-kuat tubuh Si Jelita. Betapa hebatnya Si Bocah Kera, saat berlompatan mencari goa, masih sempat menyalurkan Hawa Gaib Lunak Panasnya tanpa terganggu sedikitpun. Akhirnya ia menemukan ceruk mulut goa di belakang dua batu besar yang menghalangi pandangan orang lewat. Sehingga goa itu tak mudah diketemukan bagi orang yang lewat sambil lalu. Apalagi letaknya setinggi pohon kelapa bila diukur dari tanah kaki tebing pegunungan.
Bergegas ia memasuki goa itu dengan hati-hati dan kewaspadaan tinggi. Siapa tahu ada binatang buas atau hewan berbisa di dalamnya. Agaknya goa ini sudah lama tidak berpenghuni makhluk hidup apapun, tidak dimasuki binatang buas ataupun manusia. Di sana-sini ada onggokan perdu dan rerumputan yang mengering di celah-celah lantai goa dan di dinding bagian bawah terdapat lumut dan aneka jamur warna-warni.
Si Bocah Kera yang masih digelayuti Si Jelita dalam pelukannya dan masih tetap menyalurkan Hawa Gaib Lunak Panasnya, segera memasuki lorong goa lebih jauh ke dalam, karena kalau tinggal di dekat ambang goa masih terasa anginnya kencang dan dingin. Tidak cocok untuk Si Jelita Sakit.
Setelah ia masuk lebih jauh ke dalam goa, tiba-tiba ia tertegun melihat di depannya ada tiga lorong goa.
Bila ke kiri terasa lorongnya gelap pengap bau udara lembab, bahkan terbaui ada semacam aroma tanaman busuk atau bangkai serangga beracun yang telah mengering cukup lama.
Bila lurus ke depan, terasa ada hembusan angin dingin luar biasa, dan terdengar suara-suara aneh bagai suara seruling yang ganjil di lorong jauh, udaranya juga lembab tinggi, tentu tidak pas untuk yang Sakit Kedinginan Hampir Beku.
Bila memilih ke kanan? Agaknya pas dengan keadaan Si Jelita. Selain nampak terang juga terasa udaranya hangat, bahkan terbaui aroma harum dari aneka jenis tanaman obat yang kering. Ia kenal betul haruman tanaman obat seperti itu, karena saat ia berada di Istana Lembah Bidadari maupun di Istana Gunung Batu sempat belajar cukup lama kepada Tabib Ulung di kedua Istana tersebut.
Si Bocah Terusir segera memasuki lorong sebelah kanan. Ternyata di sepanjang lorong goa terdapat ruang-ruang kecil di kiri-kanan lorong. Akhirnya Si Bocah Terusir menemukan ruangan yang lebih lebar. Bahkan terdapat Batu Jingga yang mirip permukaan meja, sepanjang tubuh orang dewasa terlentang dan selebar serentangan tangan orang dewasa. Batu Jingga itu berada di sudut ruang. Cocok untuk mengobati Si Jelita.
Segera ia memulai samadi di atas Batu Jingga untuk sepenuhnya menyalurkan Hawa Gaib Lunak Panasnya. Si Jelita berada dalam pangkuannya, tetap seperti tadi dalam pelukan dan menghadap ke arah dirinya.
Si Bocah Tampan, dengan amat tenang, melakukan cara pengobatan langka dengan Hawa Sakti. Sesuai Petunjuk Pengobatan yang ia pelajari dari Tabib Genggang Rancakbala dari Istana Gunung Batu. Baik tentang mengatasi Sifat-Sifat Racun Hawa Sakti maupun Cara Perawatan Selanjutnya dengan Tanaman Obat-obatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITAB SAKTI PUKULAN LUNAK
ActionKITAB SUCI PUKULAN LUNAK *Inilah Kisah Ranggad Buttingguh untuk mendirikan Wangsa Buttingguh. Wangsa Baru sebagai tanda Zaman Kemerdekaan Untuk Siapapun Yang Gigih Mencari Jati Dirinya. Kiprah Ranggad adalah Lambang Pembaharuan Keluarga Besar Wangsa...