Sungguh mengerikan suasana gelap di seluruh kawasan tanah lapang berbatuan keras saat itu, karena selain langit ditutupi hamparan gumpalan awan hitam tebal, juga tidak terdengar suara hewan dan tak ada angin bertiup. Semua diam keramat. Semua tercekam jiwanya.
Terlebih karena di arena tempur telah mengembang aroma busuk mayat dan aroma bunga setaman yang entah dari mana asalnya. Yang dapat diketahui hanyalah sumber asap dupa ratus kemenyan, karena terlihat keluar dari Tombak Bendera Panji Hitam tiada kunjung putus.
Sedangkan Pelindung Satu, Kakek Sakti Arwa Sakajang, sedang duduk bersila di samping Tombak Bendera Panji Hitam.
Ia tengadah ke langit gelap lalu meraung keras, dan mendaraskan mantera, "Arwah ya Arwah. Tikung ya Telikung. Rebut ya Cabut. Yang Nafas ya Tutuplah! Yang Degup ya Hentikanlah! Arwah ya Arwah!"
Tiba-tiba di langit terdengar suara menderu kencang dan bergemuruh, kemudian datanglah angin kencang berputar-putar dan menerjang Ranggad Buttingguh yang berdiri diam kokoh dengan mata mencorong tajam.
Kakek Sakti Arwa Sakajang mengirim Pukulan Sakti Hasta Bintang Hampa ke arah Ranggad Buttingguh.
Sekilas hanya nampak seperti orang mendorong sesuatu yang tak kelihatan, kemudian kedua lengannya membentuk garis silang di depan dada, dan dikibaskan ke arah depan.
Seketika angin kencang menjadi semburan angin badai dengan menjebol segala yang menonjol di permukaan tanah, dan diterbangkan bagaikan hujan benda keras padat menyerang Ranggad Buttingguh.
Oleh Ranggad Buttingguh semua hamburan dahsyat materi padat itu ia blok dengan Ilmu Mahasakti Sehati-Sejiwa yang berupa pusaran puting beliung hawa sakti dan ia bangun materi padat itu menjadi geronggang goa besar melingkupi tubuhnya. Ranggad pun secara perlahan mulai duduk bersila, sehingga sekarang ia seperti pertapa di dalam goa raksasa yang berbahan materi padat berputaran tiada henti.
Namun bagi yang melihat kejadian itu, hanya dapat menyaksikan bahwa Sang Agung Rajangkala Lima tenggelam di pusat pusaran badai zat padat. Tidak kelihatan sama sekali sosok bayangan tubuhnya.
Tiba-tiba Pelindung Satu berteriak nyaring, "Rogoh Rowek!" Dan kedua tinju tangannya secara bersamaan dihunjamkan ke bumi, dan melesak ke tanah bebatuan keras sedalam setengah lengan tangan. Akibatnya tanah di kawasan itu bergetar dahsyat bagai gempa bumi.
Dampak lain dari Pukulan Mahasakti Rogoh Rowek yang termaktub di dalam Kitab Sakti Pembalik Arwah, adalah munculnya pancaran atau semburan tanah dan batu, pasir dan kerikil, di sekeliling Ranggad Buttingguh yang sedang duduk Samadi di dalam goa ajaibnya itu.
Bahkan yang semburan besar dari dalam tanah itu telah mengenai pantatnya, sehingga ia terangkat ke atas setinggi tiga meter.
Ranggad segera menggunakan Pukulan Cahaya dan Pukulan Gelombang Sakti untuk menggempur semua zat padat yang mengurung dirinya, maka semuanya mendebu rontok ke tanah.
Sebelum dirinya balas serang ke Pelindung Satu. Ia merasakan lawan tangguhnya ini sudah mempersiapkan ilmu kesaktian lainnya.
Memang, Kakek Sakti Arwa Sakajang, menghela nafas, bahwa serangannya tidak berakibat apa-apa kepada Sang Agung Rajangkala Lima. Ia masih muda namun ilmu kesaktiannya peringkat primadigdaya nenek-moyang. Maka ia mulailah bangun berdiri bersuitan sangat nyaring, seketika dari arah rimba lebat terlihat ratusan burung hitam melesat terbang bagaikan awan gelap yang seram menuju ke medan tarung.
Burung hitam itu merupakan Lasykar Gagak Rajangkala, yang dilatih dan dipelihara oleh Senopati ke-7, Rajag Dadali.
Lasykar Gagak Rajangkala, selain kukunya tajam juga dilapisi racun bubuk lengket. Sehingga yang tergores cakar mautnya akan mati keracunan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITAB SAKTI PUKULAN LUNAK
ActionKITAB SUCI PUKULAN LUNAK *Inilah Kisah Ranggad Buttingguh untuk mendirikan Wangsa Buttingguh. Wangsa Baru sebagai tanda Zaman Kemerdekaan Untuk Siapapun Yang Gigih Mencari Jati Dirinya. Kiprah Ranggad adalah Lambang Pembaharuan Keluarga Besar Wangsa...