ENAM BELAS - Ferris Wheel.

622 64 2
                                    

Hari sudah mulai berganti menjadi sore. Langit mulai menunjukkan redupnya, membuat angin bertiup jauh lebih sejuk. Nara dan Kala masih bergandengan tangan, berjalan santai mengitari arena Amusement Park.

"Masih mau naik yang lain lagi? Atau udah mau pulang?". Tanya Nara.

"Naik bianglala dulu.. Abis itu pulang". Rengek Kala.

"Oh, iya. Yaudah yuk. Abis itu kita cari makan sekalian pulang ya, kamu kan belum makan lagi". Ajak Nara, jemarinya mengeratkan genggaman tangan gadis itu, seakan takut akan terlepas.

Keduanya berjalan menuju ke area bianglala, bersyukur sudah tidak ada antrian yang terlihat jadi mereka bisa langsung naik tanpa harus menunggu lagi. Nara menuntun langkah Kala, menjaganya agar tidak terjatuh saat menaiki wahana tersebut.

Mereka duduk di sisi yang sama, menanti sampai keduanya terbawa ke atas, ingin segera menikmati pemandangan yang bermandikan awan sore. Mata Kala berbinar saat hamparan langit sore terasa begitu dekat, hal lain di bawah terlihat begitu kecil, begitu indah dipandang mata.

Jemari Nara tergerak untuk memainkan rambut Kala, membawa beberapa helai rambutnya yang menutupi wajah ke belakang telinga gadis itu. Entah mana yang lebih indah, pemandangan langit sore atau Kala. Mata Nara pun bingung memilih.

"Seneng?". Tanya Nara, mencuri pandangan gadis itu agar teralih padanya.

Kala membalas pertanyaan itu dengan senyuman manis sekali, seakan mempunyai magis yang langsung menghantar ke hati Nara, membuatnya seakan menghangat.

"Seneng banget. Makasih ya, Nara". Ucap gadis itu tulus.

"Daritadi makasih terus, sih?". Ujar Nara, usil.

Kala terkekeh. "Terus apa dong? Gak makasih deh kalo gitu".

Nara balas tersenyum. "Aku seneng liat kamu seneng".

Tiba-tiba, tatapan Nara meneduh. Matanya sibuk memandangi detail wajah Kala, dari kedua mata, hidung, hingga bibirnya. Ia bersumpah ingin rasanya mencium semua detail di wajah gadis itu, membubuhi masing-masing dengan kecupan. Tapi otaknya masih berfungsi dengan baik untuk tidak melakukan hal itu.

Kala seakan menyadari tatapan Nara, rona kemerahan tiba-tiba menjalar di kedua pipinya, membuatnya tampak lebih cantik lagi. Matanya mengerjap, sibuk menatap bergantian kearah mata Nara dan bibir lelaki itu. Seakan mengantisipasi jika tiba-tiba Nara menciumnya.

Jemari Nara sibuk mengelus pipi kanan gadis itu. Membawa rona kemerahan yang tampak lebih nyata disana.

"Cantik banget". Ucap Nara seakan tanpa sadar.

Kala tertegun, detik selanjutnya ia menutup mulut lelaki itu dengan telapak tangan kanannya. "Diem gak kamu, jangan ngomong gitu terus, aku malu".

Nara menyingkirkan telapak tangan gadis itu dari mulutnya dan mengecupnya. Kala bersumpah, perlakuan Nara bisa membuat jantungnya meledak saat itu juga.

"Sorry, just stating the truth". Ucap Nara, enteng.

"Kamu gak bisa balik jadi galak kayak dulu aja?". Ujar Kala.

"Gak bisa, Nara yang itu kan udah ke laut". Jawab Nara.

"Aku kangen Nara yang di laut". Ujar Kala lagi, disertai cengiran.

Nara mau tak mau tertawa. "Maaf, tapi kamu stuck sama Nara yang ini seumur hidup kamu".

Gadis itu kembali mengulum senyum, kemudian menyembunyikan wajahnya di pundak Nara. Lelaki itu bergerak untuk membawa Kala ke dalam pelukannya, melingkarkan lengannya ke sekitar tubuh gadis itu.

JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang