SEPULUH - Hari untuk Kala.

754 83 1
                                    

Silau blitz mengagetkan Nara yang sedang sibuk menyetir. Dilihatnya gadis disebelahnya tengah memotretnya diam-diam. Sendok eskrim yang sedang menempel di mulut Nara sontak jatuh ke pangkuannya.

Kala tersenyum melihat hasil polaroid di tangannya. Mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju ke Museum Art. Surga bagi Nara. Hari begitu cerah hingga Kala tak tahan untuk tidak mengambil portret lelaki disebelahnya sekali lagi.

Yang dipotret lagi-lagi kaget dengan silau blitz untuk kedua kalinya. "Duh, silau".

"Bagus tapi hasilnya, liat deh". Ucap Kala sembari menunjukan dua lembaran kertas foto yang bercetakkan wajah Nara.

Nara melirik sekilas, kemudian mengangguk. Ia kemudian mengambil sendok eskrim di pangkuannya dan memberikannya ke gadis sebelahnya.

"Tolong sendokin lagi dong es krimnya, gue susah sambil nyetir". Pintanya sembari melihat lurus ke jalanan yang lumayan ramai hari ini.

Kala tanpa banyak tanya langsung mengambil sendok itu dan menyendokkan eskrim favorit mereka. Tangannya refleks menyodorkan kearah mulut Nara, membuat lelaki itu menatapnya sejenak kemudian menurut untuk membuka mulut.

"Padahal gak minta disuapin". Ledek Nara.

"Emang kenapa sih? Biasanya juga gak apa-apa". Cibir Kala balik.

"Ya emang gak apa-apa".

"Gak jelas".

"Tar kalo dijelasin bingung". Ucap Nara tiba-tiba.

Kening Kala berkerut mendengarnya. "Maksudnya?".

"Udah mana aaa". Ucap Nara sambil kembali membuka mulutnya.

Kala kembali menyodorkan sendok berisi eskrim, tapi alih-alih mengarahkannya kemulut lelaki itu, ia malah mencolek hidung Nara. Membuat lelaki itu kaget akan sensasi dingin di hidungnya. Kala tertawa melihat reaksi Nara yang jengkel.

"Enak?". Tanya gadis itu.

Mobil berhenti tepat saat lampu merah sehingga Nara bisa leluasa menatap kesal kearah gadis disampingnya yang masih sibuk menertawai.

Ia kemudian meraih kepala Kala untuk mendekatkan pipi gadis itu dan menggesek-gesekan hidungnya kesana, membuat eskrim ikut menempel di pipi Kala. Yang dipeperi sibuk berontak, namun kalah tenaga dan memilih untuk pasrah dan ikut menertawai nasibnya.

Keduanya tertawa melihat hasil karya masing-masing.

"Kenapa sih mesti meper.. Lengket tau". Rengek Kala.

"Siapa duluan yang mulai". Balas Nara.

"Sini foto, mukanya ada eskrimnya, lucu". Ujar Kala sembari mengambil kamera polaroid, bersiap-siap mengambil foto Nara.

"Berdua, sini. Jangan fotoin gue doang". Ujar Nara merebut kamera dari tangan Kala dan merangkulnya, berpose untuk foto bersama.

"Bagus". Gumam Kala saat melihat hasilnya.

Sesaat kemudian ia sibuk mengaduk-aduk isi tasnya dan mengeluarkan sekantong tisu basah. Diambilnya dua helai, untuknya dan Nara.

"Sini idungnya". Ujar Kala berupaya menggapai.

Nara mendekatkan wajahnya, matanya lekat menatap Kala yang sibuk mengelap hidung lelaki itu dengan telaten. Pipinya sendiri masih berhiaskan eskrim, membuatnya tampak jauh lebih menggemaskan dari sebelumnya.

Pandangan mereka kemudian bertemu. Tiba-tiba saja jantung Nara bekerja tidak normal. Degupnya terlalu kencang, ia bahkan bisa mendengarnya. Buru-buru ia kembali ke posisi duduknya yang normal, menghadap lurus kedepan.

JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang