Nara memilih bungkam saat ia kembali ke dorm. Pandangannya selalu teralih dari Kala yang juga tak sekalipun membuka mulutnya. Bisa dibilang, ini mungkin adalah kondisi pertengkaran terhebat sepanjang hidup keduanya. Berlagak bagai dua orang yang tak saling mengenal, tak saling bertegur sapa, apalagi bersentuhan.
Nara melepas coat yang ia kenakan dan langsung masuk kedalam kamar tanpa menyapa Kala terlebih dulu yang masih duduk di ruang tamu.
Sesak.
Hanya itu yang bisa Kala rasakan. Merasakan tinggal seatap dengan seseorang yang bahkan tidak menganggapnya ada. Kala benci ini.
Jadi, hal yang selanjutnya gadis itu lakukan adalah menghampiri Nara yang tengah duduk di kasur dan memilin jemarinya sendiri, sebuah tanda bahwa lelaki itu tengah cemas. Kala memposisikan diri untuk duduk disebelah Nara dan menghentikan kegiatan Nara yang memilin jarinya tanpa sadar.
"Nara, aku mau ngomong". Ucap Kala pelan.
Nara menatap kearah Kala dan kembali membuang mukanya sembari menggeleng. "Nggak. Kamu pasti mau minta putus, kan? Aku gak mau".
"Nara, liat aku". Pinta Kala lembut, berupaya membujuk Nara agar menuruti.
Lelaki itu masih terus menggeleng. "Aku gak
mau, Kal. Terserah kalo kamu gak cinta sama aku, aku gak peduli. Yang jelas aku gak mau putus"."Nara, siapa yang mau putus?". Tanya Kala, membuat Nara sontak menoleh.
"Kamu". Jawab Nara.
"Siapa bilang?". Tanya Kala balik.
Perhatian Nara kini tercurah sepenuhnya. "Gak ada yang mau putus sama kamu, Nara".
"Terus, omongan kamu kemarin itu apa?". Tanya Nara tak sabaran.
Kala harus menghela nafasnya demi menjaga emosinya tetap stabil. "Makanya aku mau ngomong sama kamu. Aku gak bisa gini terus, sebentar lagi aku pulang ke Jakarta. Kalo kita berantem gini aku jadi gak tenang".
"Aku juga...". Sahut Nara lemah.
Kala akhirnya memaksakan senyum di wajahnya. "Kalo gitu, kita obrolin dari awal ya, soal kemarin, menurutmu kenapa aku sampai marah?".
Wajah Nara berubah bingung. "Aku gak tau, Kal.. Kan kamu tiba-tiba marah sama aku".
"Aku marah karena kamu memutuskan sesuatu tanpa nanya pendapatku lebih dulu, Nara. Aku marah karena kamu iyain ajakan Rana tanpa nanya aku dulu.. Padahal aku ini pacarmu". Jelas Kala lembut.
Kening Nara makin berkerut. "Aku gak ngerti.. Kenapa harus sampe semarah itu, Kal?".
Kala lagi-lagi menghela nafasnya berat. "Aku ini juga cemburu, Nara. Cemburu karena kamu iyain ajakan Rana secepet itu. Aku jadi ngerasa dia special buat kamu. Kita sempet berantem karena Rana, kan? Harusnya dari situ kamu ngerti kalo aku ini punya rasa cemburu juga sekarang, gak kayak dulu waktu kita masih sekedar sahabat".
Nara mencerna tiap kata yang keluar dari mulut Kala baik-baik, seperti anak murid yang tengah mendapatkan pelajaran penting dari sang guru. "Terus ucapanmu kemarin itu apa maksudnya? Soal kamu yang gak sayang sama aku?".
Kala terkekeh pahit. "Menurutmu ngapain aku sampai ke Jerman buru-buru nyamperin kamu, kalo bukan karena aku cinta sama kamu?"
Nara terhenyak, seakan baru tersadar dari tidur siangnya. Jemari Kala meraih miliknya, menjalin agar saling tertaut. "Aku cinta kamu lebih dari yang pernah aku mau, Nara. You fell first, but I bet I fell harder. Rasanya cuma aku yang tahu betapa sayangnya aku sama kamu".
"Terus kenapa kamu bilang nyesel kita pacaran?". Pertanyaan Nara tak henti ditujukan pada Kala, mencoba meredakan gelisah di batinnya.
"Karena kita jadi banyak bertengkar setelah pacaran. Aku dan kamu kayak oranglain, padahal dulu kita hampir gak pernah berantem. Aku gak pernah suka berantem sama orang yang aku sayang, terlebih kalo orangnya kamu. Aku takut suatu saat akan kehilangan kamu, Nara". Jelas Kala mendetail.
Pupil Nara melebar mendengar penuturan cinta dari Kala yang entah mengapa seakan membuka semua box pertanyaan yang sudah bersemayam di hatinya.
Genggaman di jemari Nara menguat. "Aku mohon mulai sekarang, jangan simpulin apa-apa sendiri, Nara. Aku ngerti ini hubungan pertamamu, jadi mungkin banyak hal yang kamu belum ngerti, sama kayak aku. Kita sama-sama belajar supaya hubungan ini jauh lebih baik lagi kedepannya, ya?".
Nara pada akhirnya mengangguk dan membawa Kala kedalam pelukannya. "Maaf..".
Lelaki itu menghirup aroma manis milik Kala yang sudah sangat ia rindukan. "Maafin aku ya, Giskala.. Aku gak peka. Aku terlalu takut dengan pikiranku, sampai akhirnya nyimpulin semua sendiri. I promise, I'll learn to be a better boyfriend, a better man for you".
Kala balik memeluk Nara erat, menenggelamkan diri di dalam pelukan hangat sang kekasih dan mulai terisak. "Aku sayang kamu, Nara. Please, remember it. Aku selalu sayang kamu, kemarin, sekarang dan seterusnya".
Nara mengecup pundak Kala penuh sayang sebelum membalas. "Maaf juga, kalo aku selalu bikin kamu cemburu tanpa sadar. Kamu bener, aku kadang masih belum bisa membedakan kondisi kalo sekarang kita udah pacaran dan punya rasa cemburu masing-masing. Aku janji akan jaga perasaan kamu mulai sekarang, Kal. Aku janji".
Kala mengangguk didalam pelukan itu. "Makasih ya, sayang".
"Astaga.. Kal, aku masih aja merinding kalo dipanggil sayang". Ucap Nara tiba-tiba ditengah kesenduan mereka.
Kala melepaskan pelukannya sembari menghapus airmatanya yang menggenang. Gadis itu juga turut memukul dada Nara kesal. "Kamu nih, ngerusak suasana aja sih, orang lagi sedih".
"Ya, maaf.. Abis kamu sih, tiba-tiba manggil sayang. Kan aku jadi deg-degan". Ucap Nara balik.
Nara berangsur maju dan mengecup bibir Kala, sebelum mengacungkan jari kelingkingnya. "Jadi kita baikan ya?".
"Kayak anak kecil aja pake pinky promise". Komentar Kala.
"Iyain aja kenapa sih, jangan ikutan ngerusak suasana". Omel Nara.
Gadis itu tertawa, dan pada akhirnya menuruti untuk mentautkan kelingkingnya dengan milik Nara. "Iya, baikan, sayang".
"Kal..". Panggil Nara sembari memegangi dadanya sendiri.
"Apa sih?".
"Aduh, jantung aku nih, Kal. Sumpah, kayak lagi perang. Jangan gitu kenapa sih?". Ucap Nara mendramatisir.
Kala memutar bola matanya. "Dasar lebay".
"Biarin lebay, yang penting pacar kamu". Ucap Nara sembari menerjang tubuh Kala dan berguling diatas kasur.
"Oh, god. I miss you so much". Ucap Nara sembari terus memeluk Kala.
Dua anak manusia itu saling tertawa dan berbagi canda, tak lagi kalut memikirkan satu sama lain. Cinta jelas terucap diantara mereka, tak lagi menggantung penuh tanda tanya. Biar hari esok mereka harus berpisah lagi untuk sementara, asalkan malam ini semua resah itu telah terhapuskan.
———
Congrats yang baikan 😽 dah ah jgn berantem2 lg cape aku wkwkwkkw
ntr lagi aja berantemnya (eh) 😋😋
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA
RomanceAku sudah pernah bilang, kamu boleh pergi jika kamu lelah. Tidak apa. Jika bersamaku memang menyiksamu, lepaskan saja. Tidak apa. Tapi ingat, pergilah ke tempat yang bisa ku tuju. Ingatlah untuk menarikku kembali, bersamamu. Karena jiwa kita sepasa...