ENAM - Terlupakan.

1.1K 109 2
                                    

Mata Nara membelalak mendengar permintaan gadis di pelukannya. Ia sadar betul Kala tengah berada dalam kondisi setengah sadar. Tapi hebatnya, gadis itu seakan bisa membaca pikirannya. Apa jangan-jangan sejak tadi, Kala tengah berpikir hal yang sama?

"Kal, you're asking for something you're going to regret tomorrow. Udah tidur, jangan aneh-aneh". Nara berupaya meluruskan kondisi yang mulai kusut ini.

"No I won't. Nara, I promise. I won't regret it". Cicit Kala lagi.

"I wouldn't even remember it tomorrow, Nar". Kembali Kala merengek. Jemarinya meremas baju Nara.

Sumpah serapah sedang Nara rapalkan dalam otaknya, gadis di hadapannya tak berhenti menatapi bibir Nara sembari mengigit bibirnya sendiri.

"A kiss won't hurt, right? I have never kissed anyone ever. And I'm asking you, cause I trust you". Ucap Kala lagi, meyakinkan.

"Please?". Kala kembali merengek.

"No. Jangan minta yang aneh-aneh, tar kalo gue gak bisa berenti repot. Udah buruan tidur atau gue tinggal". Ancam Nara.

Nara berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya dengan harapan gadis itu akan turut melakukan hal yang sama. Namun, ia salah. Gadis itu malah mengecup hidungnya.

Wrong move, Kala.

Kini wajah mereka hanya berjarak beberapa centimeter, dan otak Nara sudah berhenti berfungsi total. Ia hanya bisa berpasrah merasakan nafas gadis itu kian mendekat.

Dan detik dimana bibir mereka bertemu, kewarasan Nara hilang total. Gadis itu mengecup singkat bibir Nara, kemudian melepasnya. Nara tahu, harusnya petaka ini dapat berhenti sampai disini. Tapi, Kala sudah melumpuhkan sel-sel otaknya hingga lelaki itu tidak dapat berpikir dan merengkuhnya untuk mempertemukan bibir mereka kembali.

Manis. Dengan sedikit sisa rasa alkohol. Tapi itulah yang terlintas di pikiran Nara. Kecupannya berubah menjadi lumatan, membuat gadis dibawahnya mulai kehilangan nafas. Nara sudah merubah posisinya jadi mengukung gadis itu sejak ia memutuskan untuk menciumnya kembali.

Kala kembali meremas baju yang Nara kenakan, seakan memberi isyarat untuk membiarkannya mengambil nafas sejenak. Nara seakan mengerti, kemudian melepas ciumannya. Matanya tertegun mendapati Kala yang tengah terengah-engah, dengan bibir terbuka dan mata yang sayu menatapnya.

Mata Nara tidak tahan dengan pemandangan didepannya, begitu cantik, hingga ia kembali mencium gadis itu tanpa persetujuan. Kali ini kedua tangannya menggenggam erat jemari Kala di samping kanan dan kiri kepala gadis itu.

Tidak. Ini terlalu intim bagi mereka. Otak Nara berulang kali meneriakkan kata berhenti, namun seluruh anggota tubuhnya berkata lain. Terlebih saat gadis dibawahnya berupaya mengimbangi lumatannya.

Lidah mereka turut bertemu, saling mengecap bagai tiada hari esok. Entah, mungkin karena sudah mendamba sejak lama, bagi Nara ini bagaikan hujan di tengah gurun pasir.

Kecupan Nara turun hingga ke rahang, dan berakhir di leher gadis itu. Membubuhinya dengan ciuman yang memabukkan. Kala mendongak, sengaja memberikan ruang lebih bagi Nara mencumbu lehernya.

Matanya terpejam menikmati afeksi yang lelaki itu berikan, jemarinya turut menyisir rambut Nara halus, bermain-main dengan ikalnya. Tanpa sadar ia melenguh saat kecupan Nara turun ke area tulang selangka nya.

Hal itu membuat Nara seakan sadar dan menarik diri. Sungguh, ia terbawa suasana. Gadis dibawahnya masih menautkan jemarinya di rambut Nara, seakan menyihirnya untuk kembali mencumbu. Tapi, Nara sadar, kalau ia melanjutkan aksinya, ia tidak akan bisa berhenti.

JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang