TIGA - Bertemu.

972 118 5
                                    

Kala dengan hoodie oversized kesayangannya yang berwarna ungu itu melangkah memasuki coffee shop favoritnya. Saking besarnya hoodie yang ia kenakan, tubuhnya seperti tertelan. Ia memang bukan pecinta fashion, baginya asalkan nyaman, ia akan menggunakannya. Tidak perduli bahkan jika ia terlihat seperti bean bag.

Ia menuju ke meja barista untuk memesan caramel macchiato favoritnya dengan extra vanilla syrup. Setelah menginput order, gadis itu menunggu pesanannya sembari melihat kearah luar coffee shop. Cuaca hari ini sedang cerah, awan bergulung di hamparan langit biru yang bahkan terlihat seperti lukisan.

Namanya dipanggil, hingga ia bergerak untuk mengambil pesanannya beserta aksesori pelengkap seperti bubuk cinnamon. Gadis itu menyesap gelasnya, ingin mencoba rasa asli dari pesanannya sebelum dihiasi racikan khas nya. Namun, ia terbatuk segera rasa itu menyentuh lidahnya. Pahit.

Ia tahu rasa ini, ia yakin ini bukan pesanannya. Gadis itu yakin ini adalah americano, karena Nara sering memesan minuman itu.

"Maaf.. ". Satu suara mengejutkannya.

Sepasang manik mata menatapnya dengan alis bertaut, seorang lelaki yang sedang berdiri disampingnya dengan membawa cup putih di genggamannya.

"Itu.. Kayaknya pesanan kita ketuker. Yang kamu pegang itu punya saya. Punya kamu yang ini". Lelaki itu berucap, sembari menunjuk cup di genggaman Kala dengan dagunya.

Kala kembali terbatuk, kemudian mulai mencerna omongan lelaki di hadapannya. Mata gadis itu menatapi gelas putih di genggamannya.

Sial, mana udah diminum. Batinnya.

"Aduh, maaf.. Aku gak ngeh, soalnya di cupnya tertulis namaku. Maaf ya, tapi tadi udah sempet keminum. Biar aku gantikan ya?". Ucap Kala dengan raut bersalah.

Lelaki didepannya tersenyum simpul dan menggelengkan kepala. "Gak perlu, saya minum itu aja gak apa-apa. Ini punya kamu, belum saya cicip sama sekali kok".

Lelaki itu menyodorkan gelas cup putih bertuliskan 'Dion'.

"Eh, makasih. Ini beneran gak perlu diganti? kalo mau biar aku pesan lagi sekarang". Gadis itu kembali bertanya.

"Engga perlu. Kasih saya yang kamu pegang aja gak apa-apa". Jawab lelaki yang Kala percaya bernama Dion itu.

Mau tidak mau, Kala menyodorkan pula gelas yang bertuliskan namanya.

Lelaki di sampingnya menatap tulisan itu sejenak dan berucap. "Giska.. Itu nama kamu?".

Kala mengangguk pelan. Tak perlu rasanya ia jelaskan kalau ia sengaja menyebut nama depannya ketika ditanya oleh barista tadi, biarlah menjadi nama samaran di publik seperti ini menurutnya.

Lelaki disampingnya ikut menangguk, kemudian menenggak isi gelasnya yang tadi sempat Kala cicipi.

"Dion nama kamu juga?". Balas Kala, dengan pipi bersemu.

Entahlah, untuk apa tujuannya gadis itu bertanya pun ia tidak tahu. Ia hanya ingin mengurangi situasi canggung ini, agar bisa kabur secepatnya.

"Iya, itu nama saya. Salam kenal, Giska". Ujar Dion.

Kala kembali mengangguk, dan ikut menyesap kopinya. Manis.

Kali ini manis.

———

Nara sejak tadi sibuk menggoreskan kuasnya di kanvas. Goresan-goresan warna warni menghiasi kain yang sebelumnya berwarna putih itu. Sepuntung rokok menempel di bibirnya dibiarkan menyala dan hanya sesekali dihisap. Membuat untaian asap menyembul dari ujungnya.

JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang