TUJUH BELAS - Diluar Ekspektasi.

718 70 6
                                    

Perjalanan pulang terasa sangat menenagkan. Dengan langit malam yang dihiasi kerlip bintang dan sinar lampu perkotaan yang berjajar begitu indah. Alunan musik terdengar pelan, mengisi perjalanan di mobil Nara. Lelaki itu fokus menyetir dengan satu tangan, tangan lainnya ia biarkan hinggap di persneling.

Nara bersenandung merdu mengikuti musik yang sedang terputar. Kala seakan sedang dimanja dalam suasana. Padahal, hal ini sudah sering terjadi. Tapi, rasanya kali ini beda. Hatinya seakan ikut bernyanyi bersama Nara. Kehadiran lelaki itu di sisinya kali ini benar-benar mengurai perasaan baru, tersimpan rapi di dalam hatinya.

Tangan Kala perlahan bergerak menggenggam jemari Nara yang bebas, entahlah rasanya kali ini ia harus menggenggamnya. Raganya seakan bergerak sendiri mengikuti arahan hatinya. Nara mengalihkan pandangannya ke tangan mereka yang sekarang sudah terkoneksi, lalu pandangannya bergerak pada wajah Kala.

Lelaki itu mengurai senyum, dibawanya kembali tangan itu ke bibirnya untuk diberikan kecupan. Ia kemudian menempelkan tangan Kala pada pipi kirinya, seakan mencoba menyalurkan hangat ke dirinya sendiri. Ibu jari Kala bergerak tanpa disadari, mengelus halus pipi lelaki itu, memberi kenyamanan bagi Nara.

Jarak yang jauh tidak terasa melelahkan, jemari mereka terus saling terkait, saling mengelus selama perjalanan. Jika ada ribuan kesempatan untuk melakukan ini lagi, rasanya Nara akan melakukannya. Ia mau menghabiskan hidupnya bersama Kala, menikmati tiap detik bersama gadis itu.

Sekali lagi ia kecup jemari Kala. Seakan menyalurkan segenap perasaannya pada gadis itu. Tak terasa, mobil sudah mendekati komplek perumahan Kala.

Sesampainya didepan rumah gadis itu, Nara berniat untuk turun dan membukakan pintu untuknya. Namun, hal selanjutnya yang terjadi membuat Nara seakan membatu di tempatnya.
Kala menahan lengannya, kemudian maju untuk memberi kecupan di dua titik di wajahnya. Pipi dan kening.

Kecupannya singkat, dan terkesan malu-malu. Namun, sukses mematikan seluruh saraf di tubuh Nara untuk beberapa lama. Nara mematung menatapi gadis disebelahnya. Belum mampu menggerakan bagian tubuhnya sedikitpun.

Ia sering memberikan afeksi untuk Kala, mengecup kening gadis itu singkat ataupun lama. Namun sebaliknya, menjadi si penerima tidak terjadi pada Nara. Kala tidak pernah melakukan itu padanya. Maka karena itu, hal ini seperti memberi efek kejut baginya.

"Makasih buat hari ini. You made me the happiest". Ucap gadis itu tulus. Matanya masih sibuk membaca ekspresi Nara.

Nara masih diam menatapnya, mulut lelaki itu sedikit terbuka.

"Aku masuk ya? Kamu hati-hati pulangnya. Jangan ngebut". Ucap Kala, lagi.

Entah, Nara harusnya menampar dirinya sendiri. Karena detik selanjutnya Kala turun dari mobil, melambaikan tangannya sebentar, lalu masuk kedalam rumah. Sedangkan dirinya masih sibuk mematung di dalam mobil. Panca inderanya seakan masih kebas.

Saat dirinya sudah sadar full, Nara memukul stir dengan kencang. Ia kemudian menjambak rambutnya frustasi.

"Kenapa gue diem aja sih? Brengsek. Padahal bisa gue cium balik. Dasar, Nara tolol". Omelnya frustasi.

Lelaki itu kemudian menyandarkan kepalanya di headrest kursi mobilnya. "Lagian kenapa tiba-tiba gitu sih, Kal? Mau bikin gue gila ya..".

Nara kemudian terkekeh, dan tersenyum saat mengingat kejadian barusan. Ia sadar ia persis orang gila, marah-marah kemudian senyum-senyum sendiri. Tapi ia tak perduli, baginya malam ini begitu indah.

Sesampainya di rumahnya, Nara membuka kulkas untuk mencari air, tenggorokannya terasa kering sejak adegan marah-marah tadi. Sebuah suara mengagetkannya.

"Sayang, kok baru pulang?". Sapa sang mama, sembari menghampiri Nara.

Nara meneguk minumannya. "Iya Ma, tadi habis pergi sama Kala".

"Oalah, pantes. Yaudah, mandi sana. Laper gak? Mau Mama buatin makanan?". Tanya Mama.

"Gak usah, Ma. Nara tadi udah makan kok. Mama tidur aja, udah malem". Jawab Nara.

Sang mama mengangguk, tangannya menggapai ikal Nara dan merapikannya.

"Nara udah tau jadinya mau ambil exchange atau nggak? Sebentar lagi loh, sayang". Tanya wanita itu lembut.

Nara menggeleng. "Belum. Nanti Nara pikirin lagi ya, Ma".

"Yaudah. Jangan lupa diskusiin sama Dizar dan Papa juga ya, sayang. Biar Nara gak salah pilih". Kembali sang Mama berujar.

"Iya, Ma. Pasti". Jawab Nara, mantap.

"Oke. Mama tidur ya, kamu mandi gih, abis itu istirahat". Ujar Mama sambil berlalu.

"Siap bos".

———

Kala sejak tadi masih sibuk mengacak-acak rambutnya. Energinya seakan habis, jantungnya sejak tadi tidak mau tenang. Bisa-bisanya ia mencium Nara tanpa izin, entah setan apa yang menghinggapi otaknya tadi.

Kala bahkan tidak tahu caranya menghadapi Nara lagi lain waktu, gadis itu kehabisan akal. Rasanya ingin menghilang saja dari bumi, atau sembunyi selamanya didalam tanah. Tapi, kalau mengingat ekspresi kaget dan heran Nara tadi, rasanya Kala ingin memaki dirinya sendiri. Nara pasti kaget.

Ditengah kegelisahannya, ponselnya bergetar. Gadis itu melirik untuk melihat siapa yang mengiriminya pesan. Jika itu Nara, ia akan berpura-pura sudah tidur sampai besok pagi.

'Dion'

Hi again, Maaf saya baru selesai kerja. How's your day?

Kala lega, setidaknya ini bukan Nara. Rasanya memang ia butuh distraksi saat ini, agar dapat mengistirahatkan kepalanya dari kejadian barusan.

'Kala'

Hi Dion, It went well. Thank you for asking. Kamu sendiri gimana?

Tak perlu menunggu lama, ponsel Kala sudah bergetar lagi.

'Dion'

Hari saya biasa saja. Biasalah, mostly isinya meeting dan deadlines.

Kala belum sempat memikirkan balasan untuk Dion, namun lelaki itu sudah mengirimkan pesan lagi.

'Dion'

Kala, are you free this weekend? Saya ada rekomendasi film bagus untuk ditonton. Kalo kamu mau, nanti saya booking-kan untuk kita nonton di weekend.

Jemari Kala bergerak gelisah memikirkan balasannya. Gadis itu tak yakin apakah ia ingin menolaknya atau justru menerima ajakan itu. Satu pesan lagi masuk saat dirinya tengah berpikir.

'Nara'

Hai cantik, udah tidur ya? I just wanna text u to say thanks. Today was wonderful, aku seneng bisa buat kamu seneng. By the way, thanks for the kiss.. It lingers on my mind forever". Selamat tidur, Kala. Semoga mimpi indah. I love u, always.

Air muka Kala langsung berubah. Seketika rona merah memenuhi kedua pipinya. Dilemparnya ponsel itu keatas kasur. Ia tak sanggup memikirkan jawaban untuk Nara. Rasa malunya masih terlalu segar, sehingga rasanya lebih baik ia menjalankan recananya ; berpura-pura sudah tidur dan membalas besok pagi.

Gadis itu meringis, entah apa yang ada di kepala Nara saat ini ia tidak tahu. Yang jelas aroma wangi lelaki itu yang masih menempel di bajunya seakan mengingatkannya. Bahwa hari ini ia pernah bahagia, bersama Nara. Rasanya begitu alami bersama lelaki itu.

Mungkin memang mereka sudah terbiasa bersama, atau mungkin Nara memang punya magnet magis yang tak terlihat, yang terus menariknya mendekat. Hingga perpisahan hanya akan menjadi mimpi buruk baginya, yang ingin rasanya ia hapuskan dari pikirannya maupun pikiran Nara.

———

JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang