DUA - Protektif.

1.2K 125 4
                                    

"Nar, gue serius...". Rengek Kala pada lelaki di hadapannya.

Hari ini merupakan hari terakhir UAS mereka. Tanpa terasa dua minggu mencekam akhirnya berakhir. Dan kini, mereka tengah mengisi perut di kantin belakang. Nara menyantap makanannya acuh, tidak menanggapi perkataan gadis dihadapannya.

"Nar, ayolah. Buat selebrasi, emang gak capek ujian 2 minggu berturut-turut? Lagian, udah lama juga kan gak minum-minum?". Gadis itu kembali merengek.

Kali ini Nara menyedot minumannya dan menggeleng. "Gue males party-party gitu, kalo mau minum di bar aja. Gak usah rame-rame".

"Introvert banget sih lo.. Gak seru minum berdua doang tau. Gue lagi pengen minum sampe gak inget apa-apa". Cetus Kala.

Kini, Nara memfokuskan pandangannya pada manik mata di hadapannya. "Jangan aneh-aneh deh. Udah nggak usah ikut, kalo mau minum ke bar aja nanti sama gue".

Baru saja Kala membuka mulut untuk menyuarakan protesnya, mulutnya sudah disumpal kentang goreng oleh Nara. Otomatis ia mengunyah, mana mungkin menolak makanan favoritnya sejak kecil itu.

"Awas lo sampe ikut, apalagi nggak ada gue. Gue musuhin lo seumur idup. Gue aduin juga ke ibu ama ayah". Ancam Nara.

Kala menatap sebal kearah lelaki di depannya. Inilah tidak enaknya punya sahabat yang dianggap seperti keluarga, ancamannya bisa membuat bulu kuduk Kala merinding. Apa kata ibu dan ayahnya kalau anak perempuan manisnya ini pergi mabuk-mabukan?.

Sosok kecil berambut pendek sebahu kemudian duduk di sebelah Kala, membawa serta nampan berisikan mangkuk bakso dan teh manis.

"Kalian udah daritadi di kantin?". Ujar Gittya, menyapa kedua manusia yang kini menatapnya.

"Udah. Nih, manusia satu ini bawel banget bilang laper. Diseret gue sampe sini". Cibir Kala.

Yang dibicarakan sontak melempar kentang goreng kearah gadis itu.

Gittya tertawa melihat interaksi keduanya. Berteman dengan seorang Gitkala sejak masuk kuliah, membuatnya mau tak mau harus terbiasa dengan kehadiran Nara juga sehari-hari.

"Gimana? Nanti malem kalian ikut?". Tanya Gittya sembari mengaduk mangkuk baksonya.

"Ikut".

"Enggak".

Dua suara berbarengan sontak membuat sang penanya melihat bergantian.

Satu kentang lagi-lagi melayang kearah Kala. "Ck, ngeyel banget sih dibilangin".

"Aduh, bisa nggak sih gak buang-buang makanan?". Omel Kala pada lelaki dihadapannya.

"Sekali gue bilang nggak, ya nggak. Gue telfon Abyan ya, kalo lo masih ngeyel". Ancam Nara.

Bulu kuduk Kala meremang, ia tahu betul bagaimana kakaknya kalau marah. Mungkin itu juga alasan kenapa sampai sekarang Kala masih belum pernah pacaran, karena semua tau siapapun yang berniat mendekatinya harus bisa berhadapan dengan dua anjing galak. Abyan salah satunya. Anjing lainnya? Tentu saja Nara.

Gittya ikut merasakan tensi diantara keduanya, entah. Dimatanya, Nara bukan sedang mempoteksi sahabatnya. Tapi lebih seperti..  menunjukkan otoritas. Atas Kala.

"See? Itu jawabannya. Gue nyerah deh kalo udah bawa-bawa kak Aby". Sungut Kala.

"Kenapa lo nggak ikut aja, Nar? Jadi bisa jagain Kala". Tanya Gittya.

JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang