SEMBILAN - Letak Hati Nara

875 95 8
                                        

Jangan tanya bagaimana perasaan Nara. Jangan minta ia untuk menjabarkan karena rasanya akan terlalu panjang. Yang jelas, perasaannya selalu sama. Tidak pernah berubah, dan tidak akan pernah.

Perasaan itu mungkin bagai tanaman. Dimulai dari bibit, yang kemudian dipupuk hingga sekarang sudah bersemai. Sejak kecil, hidupnya hanya dipenuhi oleh Kala. Gadis kecil dengan iris cokelat yang hobinya dikuncir dua. Gadis yang sejak kecil sudah mengajaknya lari-larian di pekarangan rumahnya.

Gadis kecil ompong itu pada akhirnya tumbuh menjadi gadis cantik dengan rona pipi merah yang membuat siapapun yang melihatnya ingin memilikinya. Kulitnya putih, kontras dengan warna rambutnya yang kecokelatan. Matanya bulat, bulumatanya lentik dan sangat terlihat kala menatap lawan bicaranya. Kapan pun ia tersenyum, matanya ikut tersenyum, membuat siapapun disekitarnya gemas.

Nara juga tidak tahu kapan ia mulai menumbuhkan bibit perasaan itu di hatinya. Mungkin sudah lama, tapi ia biarkan sampai akhirnya tumbuh bersama dengannya. Yang jelas, matanya tak pernah lepas dari gadis itu. Baginya, Kala itu indah. Tidak bisa di deskripsikan.

Ia sempat bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah wajar memiliki rasa seperti ini dengan sahabatnya sendiri? Yang sudah puluhan tahun hidup bersamanya. Namun, sampai hari ini pun ia tak dapatkan jawabannya. Maka, ia abaikan kewajaran itu, dan memilih untuk mengikuti apa yang hatinya katakan.

Gadis itu telah menggenggam hati Nara, membawanya bersama hingga rasanya hidup Nara bergantung padanya. Sebut Nara manusia tak tahu diri, karena selama ini ia masih berlindung dibalik persahabatan mereka. Membiarkan Kala dalam ketidaktahuan.

Ia takut. Takut jika perasaan itu tak berbalas, takut jika tawa mereka harus berganti. Apalagi, Kala sudah berulang kali menegaskan hubungan mereka hanya sekedar sahabat. Bagi Nara, cukup dengan selalu ada disebelah gadis itu, menemani hari-harinya saja, Nara tidak butuh lebih.

Tapi tidak dengan akhir-akhir ini. Rasa ingin memiliki sangat mendominasi. Terlebih setelah insiden yang melibatkan lepasnya kontrol diri Nara terjadi. Perasaan itu seakan meledak-ledak ingin segera tersampaikan. Rasa ingin menjadikan Kala miliknya seorang membuat Nara kadang bermimpi menyuarakan isi hatinya.

Tiap sentuhan, afeksi dan perhatian yang ia berikan merupakan isyarat yang ia harap bisa ditangkap oleh Kala. Tapi, salahnya mereka sudah terbiasa melakukan itu semua. Jadi, tidak ada yang terasa aneh bagi gadis itu. Entah, sampai kapan ia sanggup menahan perasaan ini tetap di hatinya.

Nara hanya berdoa semoga suatu saat nanti Kala bisa tahu, dimana letak hatinya berada.

———

Kala masih tidur saat Nara masuk ke kamarnya. Setelah ngobrol dengan Ibu begitu tiba tadi, ia memutuskan untuk naik ke kamar Kala untuk membangunkannya.

Bulumata lentik gadis itu terlihat dengan jelas ketika matanya tertutup, nafasnya teratur, bibirnya membentuk huruf 'o'. Sungguh, dalam kondisi seperti inipun, ia terlihat cantik. Sangat cantik.

Nara duduk di ranjang Kala dan memperhatikan gadis itu dalam tidurnya. Tangannya reflek bergerak menyingkirkan rambut yang menutupi wajah cantiknya. Hidung mungilnya berwarna kemerahan, sepertinya alergi udara dingin menjadi penyebab.

"Bangun". Ucap Nara lembut, berupaya membangunkan.

Gadis itu bergerak sedikit, tangan Nara menakup pipi Kala, ibu jarinya mengelus pipi merah itu perlahan. Mendapatkan sentuhan itu malah membuat Kala bergelung manja pada jemari Nara dalam tidurnya. Nampaknya sama seperti sentuhan Kala baginya, sentuhannya juga punya efek magis bagi Kala.

"Bangun, Kal. Udah siang". Panggil Nara lagi.

"Hm?". Kala merespon setengah sadar.

JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang