Entah berapa kalinya Rosie memutar bola matanya malas. Draco dan antek-anteknya kini tengah berada di sisi danau, duduk bersamanya. Sebenarnya Rosie tak masalah dengan kehadiran Crabbe dan Goyle, apalagi Parkinson. Gadis bersurai hitam sebahu itu sibuk berceloteh, menceritakan banyak hal yang terjadi kepadanya, termasuk bagaimana bisa Draco mendapatkan luka pada lengannya. Masalahnya adalah Draco tiba-tiba manja dan merengek tak bisa mengunakan tangannya untuk makan, Rosie bisa melihat betapa senang dan sabarnya Pansy mengurus anak laki-laki itu.
Dari cerita Pansy, Buckbeak dengan ganas melukai Draco tanpa sebab, membuat tangannya patah. Anak-anak Slytherin saat itu sedang protes, itulah mengapa Draco terus mencibir Hagrid. Terburuknya adalah Draco mengadu kepada ayahnya.
Rosie tahu bagaimana sifat Lucius, dan ia cukup tahu apa yang akan mungkin pria itu lakukan. Lucius bekerja di kementrian, bisa melakukan apa saja. Berharap saja hal buruk tak terjadi pada Hagrid.
"Aku sudah mengatakannya pada Father." Kata Draco, menyeringai ketika Pansy menyuapinya dengan potongan buah.
"Memangnya apa yang akan dilakukan Lucius?" Tanya Rosie.
"Father melakukan hal yang terbaik, tentunya membuat Hagrid dipecat, ia tak pantas mengajar."
"Itu benar," Kata Pansy geram. "Ia hanya membahayakan murid-murid."
Rosie menghela napasnya, ia menepuk dahinya pelan. "Kau ini... berhentilah berbuat onar,"
Draco cemberut. "Aku tak pernah berbuat onar, itu semua karena ulah Potty sialan itu. Benarkan?" Katanya meminta dukungan teman-temannya.
"Itu benar, Potter sok sekali saat ia berhasil menaiki Hippogriff," Kata Goyle. "Aku yakin ia juga yang membujuknya untuk melukai Malfoy."
"That's bloody chicken," geram Draco sebal. "Tapi, tak apa... Pada akhirnya aku mendapatkan keringanan di setiap kelas. Profesor Snape memaklumiku."
Rosie mengamati tangan Draco yang dibebat perban. Dahinya berkerut, rasa penasaran Rosie cukup tinggi. "Apa sesakit itu?"
Draco mengangguk penuh semangat.
"Tapi, kau hanya dicakar,"
"Aku patah tulang, Rosie. Kau seharusnya mengkhawatirkanku."
Lagi-lagi Rosie memutar bola matanya malas. "Oh, aku memang khawatir padamu, awalnya. Tapi, melihatmu bersemangat mendumal, sepertinya kau cukup sehat."
Sesaat posisi duduk Draco menjadi kaku, ia kemudian berdeham dan berpura-pura kesakitan. "Ini sungguh sakit," katanya dengan gurat yang dibuat-buat.
Rosie mendengus, berbanding balik dengan Pansy yang menatapnya penuh kekhwatiran. Di satu sisi Rosie merasa geli melihat tindakan Pansy pada Draco, gadis kecil ini tampak begitu perhatian. Apakah mungkin ia kekasih Draco?
Sore harinya, trio golden dari asrama Gryffindor berlari dari kejauhan melewati Rosie begitu saja. Tersadar mengabaikan sosok lain, Harry menghentikan langkahnya membuat Hermione dan Ron menubruk tubuhnya.
"Harry!" Tegur Hermione. Gadis itu tampak mengerang kesakitan memegangi hidungnya yang menabrak punggung Harry.
Harry mengabaikan suara protes Hermione, ia memandang sisi danau. Ketiga murid itu memandangi sosok Rosie yang tersenyum geli melihat kekonyolan mereka.
"Kalian tak perlu terburu-buru seperti itu," kata Rosie.
"Hai, Rosie. Senang bertemu denganmu lagi," sapa Harry.
"Rosie!" Sapa Ron dan Hermione bersamaan.
"Maaf, kami tak menyadari kehadiranmu."
Rosie mengangguk. "Tak apa, tapi mengapa kalian terburu-buru sekali?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Siren (Ft Hogwart Boys) ✓
FanfictionFANFICTION Rosie, gadis Siren yang tinggal di danau hitam, Hogwarts. Memiliki rasa penasaran yang tinggi pada siswa-siswi Hogwarts. Ia selalu mengamati kehidupan anak-anak itu dari tahun pertama hingga tahun terakhir. Di satu sisi, kecantikan Rose...