"Kamu hamil sayang," Ucap Jio, ia masih menatap selebaran kertas dari dokter. Sementara Rista hanya menatap Jio tenang. "Beneran loh, ini hasilnya, kamu hamil." Lanjut Jio, girang."Serius?" Tanya Rista, ia meraih kertas yang di genggam Jio dan membaca nya secara seksama.
Setelah Rista membaca dan mengetahui hasil pemeriksaan nya, mata nya nampak tak menjelaskan apa apa. Antara bingung, sedih, cemas dan bahagia bercampur aduk, terlihat sekali di wajahnya. Sementara Jio, ia sangat senang akan hal ini. Di fikirannya hanya ada 1, ia akan menjadi ayah. Jio memeluk Rista, menciumi nya berulang kali saking bahagianya.
"Kamu jaga diri kamu baik baik yah. Jaga janin ini dengan baik. Aku bakal kasih tau orang orang berita baik ini." Ucap Jio, benar benar girang.
"Udah lah Yo. Gak usah berlebihan gini." Ucap Rista, nadanya malas.
Fikiran Rista makin tak menentu. Kehamilan ini bagaikan masalah untuknya, bukan bagaimana, datangnya di waktu yang tidak tepat. Kali ini Rista sedang memiliki masalah yang cukup besar baginya, bagaimana dia akan tetap tenang dan hanya memikirkan tentang kehamilannya saja? Ia benar benar dilema, satu sisi ia harus menyelesaikan masalah cafe dan Akel, sisi lain ia tak boleh banyak fikiran.
Esok harinya, Jio keluar mengurus masalah cafe dan Akel. Rista menelfon ayah nya untuk memberi kabar baik ini. Ia juga sedikit mengadu tentang masalah yang di timpa nya. Setelah berbicara dengan ayahnya, perasaan nya sedikit tenang. Lagi dan lagi, ayahnya memberikan nasihat yang membuatnya tetap tenang dan tak putus asa.
Rista membuka lemari besarnya, ia mencari mukena. Entah angin apa yang menyambar, tiba tiba saja Rista tergerak hati nya untuk menunaikan ibadah yang menjadi kewajibannya. Ia mengambil mukena berwarna putih polos disana, terlihat masih sangat baru, mukena itu adalah seserahan waktu ia menikah, tak pernah ia sentuh apalagi di pakai. Rista kemudian memakai nya dan memasang sajadah mengarah ke kiblat kemudian meletakkan tasbih di atas sajadah itu dan melaksanakan shalat maghrib dengan khusyuk. Setelah shalat, ia duduk sebentar untuk dzikir.
"Ya Allah, apa aku bisa laluin semua ini?" Tanya Rista, sambil menggenggam tasbih nya dan mengulangi kalimat kalimat dzikirnya hingga selesai.
Selesai shalat, Rista masih mengenakan mukenanya. Ia berpindah duduk di depan meja rias, menatap wajahnya yang masih agak pucat.
"Hay, kamu habis shalat yah?" Tanya Jio yang baru pulang.
"Iya, gimana? Ada hasil yang baik?" Tanya Rista.
"Hmm, 2 hari lagi akan di buka persidangan. Tapi kamu tenang aja, aku yang akan wakilin kamu. Kamu gak perlu laluin masalah ini. Ayo, kamu ganti baju. Kita tinggal di apartemen aja dulu yah." Ucap Jio.
"Hmmiya." Ucap Rista mengangguk kemudian beranjak dari duduknya.
Di sepanjang jalan, tidak ada percakapan antara Rista dan Jio. Semuanya larut dalam fikiran masing masing. Wajah Rista masih pucat, sepertinya perasaannya masih tidak enak. Awalnya Jio ingin singgah di sebuah restoran untuk mengajak Rista makan, namun melihat wajah Rista yang pucat ia memilih langsung ke apartemen dan memesan makanan lewat aplikasi saja.
"Kamu mau makan apa? Aku pesan aja yah. Pasti kamu udah lapar." Ucap Jio sambil membantu Rista berjalan.
"Terserah aja." Jawab Rista, ia mendudukkan tubuhnya di ujung ranjang dan bersandar di kepala ranjang.
"Yaudah, tunggu yah." Ucapnya mengelus kepala Rista.
....
Pagi nya, Rista terbangun dengan perasaan yang mulai membaik. Tubuhnya sudah tidak lemas lagi dan kepalanya sudah tidak pusing. Hari itu, ia ingin menghadiri persidangan tanpa perwakilan.
"Tapi sayang, aku takut kamu nanti jadi stres."
"Im fine Yo. Aku gak mau jadi orang yang gak bertanggung jawab. Aku akan lalui ini semua." Ucap Rista penuh penegasan.
"What ever." Ucap Jio berlalu ke kamar mandi.
Rista benar benar wanita yang keras kepala, meskipun Jio mengatakan tidak, jika ia menginginkan maka ia tak akan gentar. Ia benar benar ikut ke pengadilan dan mengikuti persidangan hingga selesai. Sekitar 4 jam mereka di ruang sidang dan hasil sidangnya mengatakan bahwa tuduhan yang dilayangkan oleh ayah Dina ke Rista dan Akel itu salah.
Tidak sulit bagi Rista untuk sekedar mengumpulkan rangkaian bukti cctv dan percakapan teks nya bersama Dina di beberapa tahun lalu dan itu semua cukup untuk mengembalikan nama baik nya dan juga mengeluarkan Akel dari penjara. Ayah Dina tertunduk malu saat berhadapan dengan Rista. Mulutnya hanya bisa mengeluarkan kata maaf karena telah menuntut hal yang tidak seharusnya ke orang yang tidak bersalah dan juga berterima kasih ke Rista karena tidak menuntut nya balik atas dasar pencemaran nama baik.
"Kasus ini bisa bapak jadikan pelajaran bahwa tidak selamanya orang terdekat kita, keluarga kita sendiri, bisa di percaya akan perkataannya saja. Disini bapak bertindak dengan emosi tanpa ingin tau seluk beluknya yang sebenarnya dulu. Semoga bapak dan Dina selalu di beri kelimpahan nikmat dan rejeki yah. Permisi." Ucap Rista tersenyum menatap bergantian Dina dan ayahnya kemudian berlalu masih dengan senyuman khasnya.
Akhirnya hari itu, Akel kembali ke cafe dan cafe juga langsung di buka seperti biasa. Satu masalah sudah selesai. Semoga saja tidak ada masalah besar lagi agar ia hanya bisa fokus untuk menjaga kehamilannya.
Rista berdiri di balkon apartemen sambil memegang secangkir susu coklat hangat. Dengan tenang ia menatap indahnya aurora dan mendengar merdunya suara adzan berkumandang di langit senja maghrib itu. Tiba tiba, tangan kekar Jio melingkar di pinggang Rista sambil mencium pipi tirus nya.
"Masuk yuk. Diluar dingin, bumil gak boleh kedinginan." Ucap Jio.
Rista hanya bergumam kemudian melangkahkan kakinya masuk ke apartemen tanpa menunggu Jio. Ia menyimpan cangkirnya di nakas kemudian beranjak membuka lemari dan meraih mukena disana.
"Kamu mau ibadah?" Tanya Jio, duduk di sofa.
"Iya." Jawab Rista sambil memakai mukena kemudian mengambil sajadah untuk ia gelar.
"Aku senang liat kamu menunaikan ibadah mu. Emm, bukannya islam itu beribadah 5 kali sehari yah?" Tanya Jio.
"Shalat itu memang 5 kali sehari, shalat subuh jam 5 pagi, dzuhur jam 12, azhar jam 3 sore, maghrib jam sekarang dan isya jam 7 malam. Itu semua wajib, tapi aku cuma melaksanakan shalat maghrib, kenapa? Karena kesiapan dan niat ku hanya shalat maghrib. Ibadah itu di laksanakan dengan niat penuh dan kesiapan penuh, kalau semuanya di lakukan secara terpaksa, maka gak akan ada pahala yang kita dapat. Ngerti? Udah yah, aku shalat dulu." Jawab Rista.
NEXT??
BESOK BESOK
I LOVE YOU READERSS:))