42

14 1 0
                                    

"Terima kasih telah menemani kopi hingga menjadi ampas, sekarang kau bisa melanjutkan seduhan mu bersama susu dingin"

Setelah suster pergi, ketiga lelaki ini saling menatap. Mata Idam menatapkan kebencian ke Jio. Terlihat jelas di wajah Jio, ia sangat amat menyesal. Sementara ayah Rista, ia tumbang. Kaki nya tak dapat menopang tubuh nya saat ia melihat brankar berisikan anak semata wayang nya di dorong oleh suster menuju ruang mayat.

Idam dan Jio buru buru memapah ayah Rista. Air mata tak bisa terbendung oleh ketiga lelaki itu. Kehilangan wanita yang mereka cintai, benar benar berat.

Sementara itu, Idam saat ini ingin sekali menghajar Jio. Di fikirannya sekarang, Jio lah penyebab kepergian Rista. Namun ajaran untuk selalu menahan amarah di saat situasi tidak memungkinkan dari ayah Rista selalu ia ingat.

"Kenapa mesti besok sih yah? Kenapa gak bawa pulang sekarang aja?" Tanya Idam.

"Biarkan Ibra merasakan pelukan ibu nya semalam dulu." Jawab ayah Rista.

Ternyata Rista tidak di bawa ke ruang mayat. Melainkan, ia di bawa ke sebuah ruangan khusus agar ia bisa dekat dengan bayi nya hingga beberapa jam lalu di kebumikan.

"Maaf Rista. Maafkan aku. Maaf kan aku sayang. Rista. Bangun sayang! Ku mohon." Ucap Jio menangis di sebelah peti Rista.

Terdengar suara bayi mungil itu menangis, seperti nya ia merasakan yang di rasakan ayah nya.

"Tidak perlu menyesal nak. Itu semua kau yang buat dengan kesadaran. Tak perlu sesali, hanya jangan ulangi. Cukup jaga anak kalian dengan baik, itu bisa menjadi peluang maaf dari istrimu." Ucap ayah Rista tenang sambil mengelus pelan bahu Jio.

Jio terisak lebih kencang, ia menatap ayah Rista. Bibirnya bergetar, ia ingin mengucapkan penyesalan dan maaf namun suara nya hanya sampai di kerongkongan.

"Saya tau perasaan mu sekarang." Ucap ayah Rista, ia memeluk erat Jio. Menguatkan sang menantu meski ia sendiri pun juga rapuh.

Ayah Rista benar benar sangat bijak. Meskipun ia tau Jio adalah penyebab sakit nya Rista, ia tetap bersikap baik terhadap menantu nya itu.

.....

Lantunan ayat suci dari orang orang di rumah duka meramaikan suasana sedih pada malam itu. Malam di mana Rista telah di kebumikan bersama semua kenangan kenangan yang ada di dalam hati para keluarga, kawan, sahabat dan suami nya.

Baby Ibra, tenang sekali berbaring tidur di ranjang ibu nya. Di sebelah nya ada foto ibu nya yang masih muda dan sangat ceria.

"Maaf kan papa yah Bra. Karena ulah papa, kamu tidak bisa merasakan kehangatan pelukan mamah mu." Ucap Jio, mata nya membengkak karena sudah 2 hari menangisi kepergian sang istri.

"Didik anakmu ini. Jangan sampai kejadian seperti ibu nya menimpa pasangan nya nanti,"Ucap ayah Rista, sambil mengelus pundak Jio. "Maafkan saya juga, saya tidak bisa mendidikmu sebagai seorang anak. Biarlah kejadian ini kita simpan rapat rapat. Tidak perlu ada orang lagi yang tau. Termasuk keluarga mu." Lanjutnya.

Jio hanya mengangguk. Ia bangkit kemudian memeluk erat ayah mertua nya.

"Penyesalan memang selalu datang saat kesedihan melanda. Tidak usah terpuruk. Lanjutkan lah hidupmu dan berjanji lah pada Tuhan untuk selalu menjaga anak kalian hingga ia dewasa." Ayah Rista lagi lagi menguatkan Jio.

....

Sejak hari itu, setelah berulang kali di kuatkan oleh sang mertua. Jio mulai bangkit lagi, ia melupakan segala penyesalannya dan melanjutkan hidup bersama anak nya. Ia berjanji akan mendidik anak lelaki nya dengan baik.

"Tidak akan ada lagi Rista lain di luar sana. Jadilah anak yang baik." Ucap Jio sambil menggendong putra nya yang sedang tertidur lelap.

Hari demi hari ia lalui, hanya ia dan putra nya. Namun terkadang, Idam dan Poppy datang membantu nya. Idam juga mulai memaafkan Jio dan belajar menerima kenyataan.

Sekarang, bukan cerita tentang kopi dan Rista lagi. Namun, tentang segala kenangan.

Terima kasih sudah stay membaca MbaRista hingga saat ini:)

I LOVE YOU READERS :)))

MBA(RISTA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang