Setelah seminggu yang lalu, Jio kembali lagi ke makam itu. Makam yang menjadi tempat tidur istri tercinta nya sekarang. Ia tidak pernah menyangka bahwa tangannya lah yang akan mengangkat jenazah istrinya menuju liang lahat. Seharusnya tidak begini akhir kisah kita, turur batin Jio yang menangis.
Ia mengelap air mata nya yang tak berhenti menderas membasahi pipi hingga lehernya. Sambil mengelus nisan bertuliskan Rista Tatriana Abraham. Sekarang ia sendiri, siapa yang bisa ia salahkan? Tidak ada, ia hanya bisa menangisi semua kejadian yang tidak pernah ia bayangkan sama sekali.
"Ta, di apart ada kasur empuk loh sayang. Ngapain kamu tidur disini?" Ucapnya, air mata nya tak berhenti mengalir.
"Ta, Ibra butuh di gendong mamah nya. Ayo kita pulang."
"Ta, Ibra suka nangis loh, dia pengen asi bukan susu formula."
"Taaaaaa? Aku butuh kamu loh. Ayo kita pulang sayang."
Lama ia menunggu respon sambil menatap nisan yang ia elus lembut sedari tadi. Tidak ada jawaban dari siapapun maupun apapun disana. Hari hari nya benar benar sangat kelam, ia bagai manusia tanpa tulang yang berjalan hanya di bantu kayu yang bahkan sudah lapuk. Tak ada semangat lagi apalagi saat melihat anak lelaki nya yang sangat mirip dengan ibu nya.
"Maafkan papah ya nak, papah gak bisa jaga mamah kamu." Batin Jio mengingat Baby Ibra yang sekarang ada di Cafe di jaga Poppy dan anak anak lain.
Berat terasa langkah Jio meninggalkan makam istrinya. Namun, mau di apa. Meskipun ia tinggal disana selama berhari hari tak akan ada yang berubah.
Sekarang, hanya Baby Ibra lah yang menjadi penyemangat hidup nya. Meskipun di setiap langkah nya dan di setiap cucuran keringat nya terdapat berjuta penyesalan. Ia akan tetap hidup demi putra nya.
"Terima kasih Rista, engkau meninggalkan secercah harapan untuk ku hidup dan memulai semua nya lagi. Maaf kan aku. Tunggu aku disana. Kita akan di pertemukan di surga nya. Aku mencintai mu, dengan segala kebodohanku." Jio meletakkan sebuah kertas di atas makan istri nya.
:)
