Jioo
16 panggilan suara tak terjawabSudah 16 kali Jio menelfon tapi Idam tak ingin menerima nya. Beberapa pesan whatsapp nya pun tak ia baca. Entah lah, saat ini Idam tak ingin memperlihatkan diri Rista ke lelaki itu.
"Brengsek lo Jio." Batin Idam, mencaci saat melihat panggilan masuk Jio di ponsel nya.
Tidak lama kemudian ayah Rista datang. Wajahnya tenang, namun rasa khawatir nya tak bisa ia sembunyikan lewat mata nya.
Idam menceritakan semua kejadian di apartemen tadi ke ayah Rista. Apakah ayah Rista marah? Tidak, tidak sama sekali. Ia hanya mengangguk dan menyuruh Idam untuk menerima telfon dari Jio. Idam hanya bisa mengikuti kata kata ayah Rista dan menginfokan ke Jio bahwa Rista sekarang di ruang bersalin.
Tak selang beberapa lama, akhirnya Jio datang dengan panik dan malu saat melihat ayah Rista yang hanya diam menatapnya. Tidak ada suara yang keluar dari ketiga lelaki ini. Semuanya terdiam cemas menunggu dokter atau pun suster keluar dari ruangan.
30 menit kurang, akhirnya seorang suster keluar. Semuanya berdiri panik.
"Pasien mencari suami nya."
"Iya saya sus." Jio langsung masuk ke ruang bersalin, meninggalkan Idam dan ayah nya tanpa berkata kata.
Baru di depan pintu, ia sudah melihat banyak darah berceceran di lantai. Tidak lama, ia mendapatkan Rista terbaring lemas di ranjang dan seorang suster seperti nya sedang menjahit bekas lahiran istrinya. Ia mengelilingi ruangan itu dan akhirnya melihat apa yang ingin ia lihat, yah, anak lelaki nya. Sedang di dalam inkubator.
Ia mendekati Rista yang baru selesai di jahit. Wajahnya begitu pucat, baju nya penuh darah dan keringat. Tak terasa, air mata nya menetes saat melihat senyuman tulus dari istri nya yang tadi ia khianati baru saja melahirkan seorang bayi mungil dengan mempertaruhkan nyawa.
"Dong cry! See! Ibra udah lahir. Beratnya 2,3 makanya di kaca dulu. Bentar lagi kamu bisa gendong dia kok." Ucap Rista, suara nya lemah.
Jio tak berkata apapun, ia segera memeluk Rista dan mengecup kening nya berulang kali sambil terus membisikkan kata maaf.
Tak lama, Idam dan ayah nya juga masuk. Ayahnya mengazankan anak Rista. Karena seperti perjanjian kemarin, jika anak mereka lelaki akan ikut agama Rista namun jika anaknya perempuan maka ia akan ikut agama Jio.
"Aku lapar."
"Kamu mau makan apa sayang?" Tanya Jio sambil menggenggam tangan Rista lembut.
"Aku mau. Emmm apa ya?,"Wajah Rista seketika bersinar, tersenyum lebar kemudian menatap ayah nya."aku mau di cium ayah dulu." Lanjutnya tertawa.
Ayah nya langsung memeluk dan mencium putri nya lembut.
Tak ada pembahasan mengenai masalah tadi saat ini, seperti masalah tadi hanyalah angin. Semua nya berkat kehadiran si kecil Ibra. Yah, Rista sendiri yang menginginkan nama itu sejak usia kandungannya 7 bulan dan jenis kelaminnya sudah jelas saat usg.
"His name, Ibra Zhaditya Abraham."
Setelah makan, Rista tiba tiba ingin buang air kecil.
Di dalam toilet, ia di bantu Jio untuk duduk di closet karena bekas jahitnya masih belum kering dan rasa nya masih sangat sakit. Saat berdiri, tiba tiba keluar darah dari bekas lahiran nya. Darah nya sangat banyak hingga dapat mengalir ke saluran pembuangan di toilet tersebut. Jio yang panik langsung berteriak memanggil dokter.
Saat dokter tiba, Rista segera di gendong ke ranjang, ia hanya tersenyum dengan wajah pucat nya.
"I'm ok kok, it's okey. I love you all." Itu kata kata terakhir Rista sebelum semua nya di suruh keluar ruangan dan Rista akan di pindahkan ke ruangan lain.
Jio terlihat sangat panik, mata nya berkaca kaca. Sementara Idam hanya terdiam dan ayah nya Rista pergi ke masjid untuk shalat mendoakan kebaikan untuk Rista.
"Lo gak ke gereja? Doain Rista." Tanya Idam, cetus.
"Iya, lu disini aja kan?"
"Hmm." Jawab Idam, mata nya tak beralih.
Sementara menunggu Jio dan ayah nya ke tempat ibadah masing masing. Idam masuk ke ruang bayi untuk melihat Baby Ibra.
Ia diam sejenak menatap mata bayi kecil yang keluar dari rahim sahabat yang sudah ia anggap saudari. Suara lembut bayi itu membuat lamunan Idam buyar, ia tersenyum, mata nya berkaca kaca.
"Hyy Baby Ibra, mamah kamu sekarang lagi berjuang di ruangan sana. Kamu jangan nangis yah, doakan mamah kamu supaya dia bisa cepat pulih dan gendong kamu."
Tak terasa, air mata Idam mengalir begitu saja. Banyak penyesalan dan pengandaian yang ia fikirkan tentang Rista saat ini.
Andai saja ia bisa mengungkapkan perasaan nya ke Rista sebelum ada Jio, mungkin saat ini Baby Ibra adalah darah daging nya dengan Rista. Bukan si bajingan itu.
Andai saja ia bisa menjaga Rista dari Jio seperti dulu saat ia menjaga Rista dari serangan serangan lelaki bejad yang selalu ingin menguasai Rista.
Andai saja ia bisa tak mengizinkan Rista untuk menikah dengan Jio yang banyak sekali akan menyakiti nya.
Tapi semua nya tidak bisa ia lakukan. Rista terlalu keras dan tidak mungkin bisa ia lunturkan begitu saja. Sekarang yang perlu ia fikir adalah Rista akan selamat dan ia akan menjadi ibu dari seorang anak laki laki yang tampan. Ia tak ingin memikirkan Jio si bajingan, setelah ini, terserah Rista ingin melanjutkan hubungannya bersama Jio lagi atau tidak. Dan yang terpenting, Rista bisa melewati fase sakit nya.
Di tengah lamunannya, Idam tersadar, Rista sekarang sendirian dan tak ada yang menunggu nya. Ia segera berlari menuju ruang tunggu. Ternyata seorang suster sudah menunggu.
"Maaf sus saya tadi ke ruangan bayi. Gimana sus?" Tanya Idam.
"Karena pendarahan yang cukup parah, pasien kehilangan banyak sekali darah dan..." ucapan suster terpotong saat ayah Rista datang.
"Dan Rista butuh darah? Ambil darah saya sus, kami cocok kok. Saya ayahnya." Ucap ayah Rista, wajahnya sudah tak bisa menyembunyikan kepanikannya lagi.
Tidak lama, Jio juga datang. Ia tak bergeming, hanya bisa mendengar percakapan antara suster dan ayah nya.
HEHHE MAAP LAMAAAA
BTW GIMANA NASIB RISTA?
WE NEVER KNOW:)
TUNGGUIN NEXT NYA
I LOVE YOU READERSSS:)