Bab 3 - Jangan Banyak Cingcoang, Ang!

1.8K 350 23
                                    

Holaa... balik lagi..

Untuk beberapa komentar kemarin yang katanya Aini terlalu kasar manggil abangnya sendiri Ang, menurutku berdasarkan jalan cerita dan karakternya, di sini hubungan Aini dan Bang Yos, bukan tipikal adik sayang abang, abang sayang adik ya. 22nya sama-sama ngeselin. Aini juga bukan tipe nurut sama abangnya. Dan bang yos juga bukan tipe yang bisa nampilin rasa sayangnya ke adik secara langsung. dengan cara-cara jahilnya, bisa keliatan sebenarnya bang yos perhatian sama Aini.

Yah, kalian paham pasti apa yang kumaksud. Hubungan adik kakak itu lebih banyak ributnya dari pada enggaknya. Tapi bukan berarti mereka saling benci, atau enggak menghormati adat. Bukan sama sekali.

Jadi please, lebih luas lagi ambil POV (Point Of View) cerita ini...

Tengkyu...


---


Aturannya sangat mudah, jangan memancing keributan jika belum terbiasa merasakan sakitnya penderitaan.

Menarik napas dalam, sembari membuka sepatu kets yang dia pakai ke kampus hari ini, Aini tersenyum geli mengingat kejadian tadi di lampu merah yang terasa sangat cepat dan memacu adrenalinnya. Bahkan kalau diingat-ingat bagaimana bisa pergerakannya begitu tepat masuk ke dalam mobil orang kaya raya.

"Lucu juga kalau gue inget-inget. Kok bisa refleks gue sebagus ini."

Aini bergumam sambil tersenyum malu-malu. Ketika kedua sepatunya sudah dia lepaskan, sengaja Aini menggerakan kedua kakinya yang terasa pengap karena seharian menggunakan sepatu. Kebetulan angin malam ini terasa cukup kencang, sampai-sampai kondisi lembab di kakinya seketika lenyap.

"Tapi sayang refleks mulut gue enggak bagus. Kenapa gue malah bilang dia gila dan pelit."

Menyayangkan kebodohannya sendiri, tubuh Aini meluruh di kursi plastik yang ada di teras rumahnya. Rumah petak yang sudah dia tempati bersama keluarganya sejak hampir 15 tahun lalu, setelah mereka pindah dari Padang ke Jakarta, memanglah berada di Kawasan yang ramai penduduk. Bentuk bangunan rumah yang tidak tertata baik seolah menggambarkan bila rumah ini berada di Kawasan yang memang tidak bagus. Bayangkan saya, bagian depan rumah yang Aini dan keluarga tempati hanya bisa dilewati oleh sebuah sepeda motor saja. Belum lagi pemandangan depan rumahnya menampilkan tembok samping rumah tetangga, yang berarti kondisi rumah di sana memang teramat sangat tidak teratur.

Karena itulah mengapa Aini berharap bisa menikah dengan orang kaya, dan keluar dari tempat tinggal sesak ini. Dia hanya ingin hidup normal seperti orang-orang lainnya, di mana depan rumahnya adalah jalanan besar bukan malah tembok rumah orang lain.

"Kenapa kau?"

Bang Yos tiba-tiba saja keluar dari dalam rumah, dan menatap Aini bingung. Kondisi sudah jam 10 malam, bisa-bisanya Aini duduk di depan rumah dengan santai.

"Enggak lihat lagi ngapain? Istirahat lah, capek."

"Capek kenapa? Cuma belajar saja kau ngeluh. Gimana kayak abang, yang sibuk cari kerja?"

Aini mengerutkan keningnya. Dia menatap kesal laki-laki jangkung, dengan warna kulit terbilang putih, rambut cukup panjang, berdiri di dekatnya, hanya memakai celana pendek parasut tanpa kaos. "Bang Yos cari kerja apo, hah? Pergi indak, di rumah terus. Bantu amak juga indak. Lalu apa yang ang maksud cari kerja?"

Yoserizal atau yang Aini sering panggil bang Yos, mulai berjongkok di samping kursi plastik yang sedang Aini duduki. Tatapannya tertuju ke depan. Ke satu arah di mana tanah becek yang menjadi jalanan kecil untuk akses ke rumah mereka.

"Aini buru-buru selesai kuliah, biar tahu bagaimana beratnya cari karajo."

Merasa bersalah, Aini menepuk punggung abangnya. Dia tahu kata-kata yang diucapkan bang Yos amatlah benar. Tapi Aini juga tahu, bang Yos cuma banyak cincong sampai detik ini.

AINI - Gadis Minang, Dipinang Sultan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang