Bab 33 - Pendengar yang baik

858 206 19
                                    

Monggo dibaca lagiiii


------------------------------------------


Terpikir olehku mengapa Tuhan menciptakan takdir kita seperti ini, karena Dia lebih tahu bila kita bersama maka semuanya akan terasa lebih mudah dan juga indah.

Dimulai dengan pertanyaan ada apa, Aini perlahan menceritakan semua pada Guntur mengenai maksud kedatangannya ke tempat ini. Namun ternyata jalan cerita yang Aini pikir bisa selesai dengan singkat, nyatanya tidak semudah yang ia bayangkan. Dia harus bertemu dengan beberapa orang yang sebelumnya terlibat konflik dengan Aini. Seperti pelayan kasir tersebut, hingga yang tidak dia sangka abangnya, Yoserizal, yang sehari-hari selalu membuatnya kesal dengan ucapan serta tingkahnya namun hari ini berbeda sekali.

"Jadi kamu mau minta maaf?"

Mengangguk pelan, Aini mencuri lirikan ke arah wajah Guntur. Memiliki warna kulit yang cukup putih jika dibandingkan dengan warna kulit laki-laki lainnya, membuat Aini salah fokus atas tatapannya.

Teringat akan dosa bodohnya, Aini berusaha untuk menunduk. Dia beristighfar dalam hati demi meredakan perasaan bodoh yang bisa-bisanya hadir ketika Aini menatap wajah Guntur yang berada di depannya.

"Sejujurnya aku tidak mengharapkan kata maaf darimu. Yang kuharapkan hadir setelah kejadian itu adalah sebuah pelajaran dalam hidup. Mengapa aku mengatakan demikian, karena semua orang bisa salah dan mengucapkan kata maaf begitu saja. Namun sayangnya masih sedikit orang yang mengakui salah, mengucapkan maaf lalu menjadikan kesalahannya sebagai sebuah pelajaran berarti dalam kehidupannya. Itulah yang kutunggu darimu, Aini."

Tenggelam dalam pikirannya, Guntur tersenyum geli. Dia menyadarkan Aini dengan gerakannya mendorong piring makanan yang baru saja diantarkan oleh salah seorang pelayan.

"Makan lah. Aku masih ada urusan sebentar. Nanti pulang kuantarkan, sekalian aku mau bicara serius dengan ibumu."

"Ah? Bicara apa?" Cukup cepat memberikan respon, Guntur semakin tidak bisa menahan tawanya. Dia hanya menggeleng sejenak sebelum melangkah masuk ke arah dapur, untuk melanjutkan beberapa hal yang ingin dia pastikan tadi.

"Dia mau ngomong apa sama ibu?"

Tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba saja Aini menutup rapat mulutnya dengan kedua tangan ketika menyadari apa kira-kira yang ingin dibicarakan Guntur dengan ibunya malam ini.

"Ya Tuhan ... ya Tuhan."

Terjebak dan merasa bingung harus melakukan apa, Aini buru-buru keluar dari tempat ini. Dia ingin membagi kebahagiaan ini sejenak, tentu saja dengan sahabatnya, Yasmin.

"Ya Allah, Yas. Ya Allah."

"Eh ... eh, kenapa? Ih bikin panik. Ada apaan?"

"Ya Allah. Gue bingung harus ngomong dari mana."

"Kenapa, Ai? Duh. Pelan-pelan ceritanya. Gue enggak paham. Please, pelan-pelan."

"Pengen sujud syukur rasanya. Huhuhu."

"Ah? Pengan sujud syukur?" Yasmin mengulangi kalimat sahabatnya. Dia yang awalnya terjebak dalam kepanikan, perlahan pikirannya masuk ke dalam lubang kebingungan setelah mendengar kalimat yang Aini ucapkan.

Jika memang Aini sedang dalam kondisi kurang baik, atau dalam kondisi yang membutuhkan bantuan, mengapa gadis itu malah berkata ingin sujud syukur?

"Yas, lo dengerin gue enggak sih?"

"Lo mau sujud syukur kenapa? Lo lagi bahagia, apa gimana sih?"

Menertawakan kebingungan Yasmin, akhirnya Aini mulai menceritakan satu demi satu kejadian yang dia alami hari ini. Sampai-sampai setelah ia mengucapkan kalimat terakhirnya mengenai keinginan Guntur untuk menemui ibunya secara resmi, teriakan Yasmin tiba-tiba saja terdengar. Kencang dan sangat memekakkan telinganya.

AINI - Gadis Minang, Dipinang Sultan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang