Bab 23 - Ketakutan yang Aini rasakan

1K 277 37
                                    

Ciee ... Balik lagi..

40 bab kelar yaa.. Pokoknya dinikmati aja kisah singkat ini.

Di karyakarsa udah bagian manis-manisnya.. Xixixi


---------------------------


Banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan bahagia. Namun anehnya mereka seakan lupa mengucap syukur setelah mendapatkannya.

"Terima kasih, Nak. Kapan-kapan ibu yang main ke rumahmu."

Meringis panik, Aini menolak dengan tegas kalimat yang diucapkan oleh ibunya Guntur sebelum ia diantarkan oleh pak Adi untuk pulang ke rumah.

"Jangan, Bu. Lebih baik jangan."

"Loh kenapa? Jadi ibu enggak boleh main ke rumahmu?"

"Bukan begitu, Bu. Tapi rumah saya enggak ada apa-apanya dibandingkan rumah ini. Jadi saya pikir Ibu ...."

"Kok gitu? Memangnya di sini ada yang sedang membandingkan? Enggak ada, Nak. Dan ... putra ibu, Guntur, bisa berhasil mendapatkan rumah ini pun dengan usaha serta kerja kerasnya. Sampai-sampai dia lupa berusaha mencari calon pendamping diusia yang tidak muda lagi."

"Bu ...."

"Apa sih, ba bu ba bu terus?"

Guntur meliriknya sebal. Sedangkan Aini, selepas mencium punggung tangan ibunya Guntur, ayah serta para kakak perempuan Guntur, dia langsung bergegas pamit. Apalagi banyak hal yang terjadi hari ini, dan wajib dia pikirkan baik-baik. Bahkan lamaran aneh yang Guntur ucapkan padanya pun membuat Aini terheran-heran. Mengapa pikiran laki-laki itu berubah cepat sekali?

"Pamit ya semua. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Memerhatikan Aini masuk ke dalam mobil untuk diantarkan pak Adi kembali ke rumahnya, ibu Guntur langsung menyenggol perut anaknya dengan siku tangan, seraya berkata, "Boleh juga pilihanmu, Nak."

"Apaan sih, Bu?"

"Pakai tanya lagi, ini soal Aini, hebat juga kamu milihnya."

"Dia bukan barang, Bu."

"Memang. Ibu enggak bilang dia barang. Cuma dari sekian banyak perempuan yang kemarin-kemarin ini ibu kenalkan padamu, memang belum ada yang seperti Aini. Polos dan apa adanya."

Guntur menarik simple kedua sudut bibirnya. "Memangnya Ibu cocok sama dia?"

"Cocok lah. Coba kamu tanya Rora, Esta sama Wena, ibu yakin mereka juga merasa cocok dengan gadis itu. Lagi juga ya, Nak, kenapa ibu suka dengan pilihanmu yang ini, dia lebih apa adanya. Bukan berarti ibu bilang dia gadis yang manis. Yang kalem dan lemah lembut. Bukan. Tapi bukan berarti dia tidak tahu tata krama. Buktinya dia bisa langsung akrab dengan semua kakak-kakakmu. Dia bisa langsung dekat juga dengan semua keponakanmu. Dan ibu rasa dia juga kadang bisa meledak. Ibarat sambal, dia akan terasa sangat pedas masuk ke dalam mulut kita. Tetapi anehnya kita semakin nagih untuk memakannya atau merasakan keaslian dari sambal tersebut. Itulah Aini jika ibu boleh simpulkan dalam pertemuan pertama kali ini. Benarkan apa yang ibu bilang?"

"Kok Ibu bisa tahu dia suka meledak?"

Ibunya tertawa puas mendengar pertanyaan Guntur, dia langsung merangkul lengan anak laki-laki satu-satunya yang ia miliki, kemudian bersandar nyaman pada bahu Guntur.

"Ibu bisa melihat dari caramu menatapnya."

Mendadak salah tingkah, Guntur menggaruk pelipisnya. "Ternyata enggak ada satu hal pun yang bisa Guntur tutupi dari Ibu. Karena semua yang Ibu katakan adalah benar. Aini anaknya baik. Tapi kalau sedang datang kondisi menyebalkannya, seperti cabe yang tadi Ibu bilang, Guntur lebih baik meninggalkannya. Apalagi Ibu tahu jika Guntur enggak suka pedas sama sekali. Akan tetapi masalahnya, disaat dia meledak, lalu Guntur tinggal pergi, bukan dia yang merasakan sakitnya, Bu. Tapi Guntur. Guntur sampai bingung, mengapa Guntur yang menjadi serba salah pada posisi ini. Hingga akhirnya tadi, ketika Aini meledak lagi, maksudnya memberikan Guntur kondisi menyebalkan, Guntur memilih untuk tetap tinggal. Tidak lagi menjauh seperti sebelum-sebelumnya."

AINI - Gadis Minang, Dipinang Sultan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang