Bab 27 - Calon Kakak Ipar

906 281 24
                                    

Ciee balik lagi...
Yang masih baca coba komen di sini...


--------------------


Semua pastinya pernah merasakan kesusahan, termasuk diriku ini. Jangan hanya melihatku pada kondisi saat ini, tapi lihat pula bagaimana perjuanganku di masa lalu.

Saat tiba di resto Yummy Healthy, kedatangan Guntur menjadi daya tarik semua orang, baik pelanggan ataupun pelayan yang berada di sana. Beberapa dari pelanggan bahkan ada yang terang-terangan menatap Guntur dengan tatapan manik mata tajam mereka. Mungkin dalam pikiran mereka bertanya-tanya, siapa gerangan sosok laki-laki yang ketika sampai langsung disambut oleh pelayan Yummy Healthy. Bahkan ada pelayan yang sengaja langsung mengarahkan Guntur ke salah satu sudut meja, di mana sudah menunggu seseorang di sana.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Guntur dan bang Yos langsung saling bersalaman. Disaat mereka sama-sama mempersilakan duduk satu sama lain, Guntur sudah bisa membaca ada gerangan apa laki-laki ini datang ke resto bisnis miliknya.

"Maaf kedatangan saya terlambat. Jalanan ibukota macet sekali hari ini."

"Ah, enggak papa. Santai sajo." Kelepasan menggunakan bahasa padang saat berbicara dengan Guntur, bang Yos merasa tidak enak. "Maaf, saya sulit menjaga kosa kata ini."

"Tidak perlu minta maaf."

Sama-sama terdiam, dan saling melemparkan pandangan, sebelum Guntur yang kembali memulai percakapan dengan laki-laki yang kalau dari segi usia pun masih lebih tua dirinya jika dibanding laki-laki ini.

"Kalau boleh saya tahu, ada keperluan apa mencari saya saat ini?"

Sedikit gugup, bang Yos menyodorkan map yang sejak tadi dia bawa. Dengan kondisi yang sedikit lusuh, bang Yos berusaha merapikan map itu kembali dengan kedua tangannya.

"Mungkin kau bisa melihatnya dulu. Ini adalah ijazah dan beberapa sertifikat kursus yang saya jalani selama ini."

Menerima map itu dengan baik, Guntur mulai membukanya, dan benar-benar terasa menyedihkan sekali bentuk serta isi CV bang Yos yang diberikan kepadanya.

"Lulusan SMA di Sumatera Barat?"

"Iya. Benar."

"Tidak kuliah?"

"Tidak."

"Mungkin jika ada pekerjaan yang cocok untuk saya, bisa kau rekomendasikan."

Tidak begitu percaya diri melirik ekspresi di wajah Guntur, bang Yos hanya bisa diam. Memainkan jemarinya sembari menunggu kalimat yang akan Guntur ucapkan.

"Jujur saya enggak paham kenapa tiba-tiba Abang datang ke sini, memberikan saya cv lalu meminta pekerjaan dari saya. Sedangkan saya tidak pernah memberitahu Abang sebelumnya bila saya sedang mencari pegawai baru atau apapun itu. Kalau boleh tahu, dari mana inisiatif Abang ini muncul? Apa karena Abang tahu latar belakang saya, atau seperti apa?"

Abang. Panggilan itu dengan santai Guntur ucapkan untuk sosok laki-laki yang dia kenali dalam beberapa waktu terakhir. Lebih tepatnya ketika dia menabrak seorang perempuan bernama Aini ketika sedang berolah raga sepeda.

"Bang ...." Guntur coba tegur kembali karena masih tidak ada respon dari laki-laki itu. "Boleh dibantu jelaskan, Bang?"

Mencoba menggali lebih dalam informasi mengenai bang Yos, Guntur berusaha memilah kata dengan sangat tepat agar tidak ada kesalah pahaman di sini. Apalagi dia juga tidak yakin mengapa tiba-tiba saja laki-laki ini memberikannya CV?

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa karena pendidikanku hanya sebatas SMA, maka kau berani tanya begitu?"

Sedikit terpancing emosi, bang Yos tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti ini oleh Guntur. Padahal dia sangat berharap kejadian baik bisa dia dapatkan atas lamaran pekerjaannya ini. Namun ternyata Tuhan tidak membuat mulus jalan yang dia inginkan. Semua perlu perjuangan. Semua butuh usaha. Tidak ada hasil yang tiba-tiba bisa didapatkan secara sempurna, sesuai keinginan, tanpa dilakukan perjuangan sedikitpun.

"Bukan begitu maksud saya, Bang. Biasanya orang akan memberikan CV jika tahu memang sedang dibuka lowongan untuk sebuah posisi. Sedangkan saya tidak pernah ada info apapun kepada Abang mengenai lowongan pekerjaan. Bahkan berbicara banyak hal saja belum pernah kita lakukan sebelumnya. Benarkan saya? Lalu ketika Abang tiba-tiba datang, jelas saya merasa kaget. Dan butuh penjelasan mengapa bisa secara mendadak seperti ini."

Bang Yos kehabisan kata untuk membalikkan penjelasan panjang Guntur. Karena itulah, mulai secara perlahan bang Yos katakan dari mana inisiatif ini muncul.

"Begini ...." Kembali terjeda, bang Yos kebingungan harus menggunakan bahasa apa agar mudah dipahami. Kondisinya yang tidak pernah keluar rumah, dan berbicara dengan orang lain, yang bukan keluarga, membuat lidahnya merasa kaku. Bahkan bang Yos akui, terlalu sering berbicara menggunakan bahasa daerah ketika di rumah bersama ibu dan Aini, membuatnya tidak percaya diri jika harus menggunakan bahasa Indonesia yang baku dalam percakapan dengan orang lain.

"Apa yang kau kecek benar. Aish ...." Meringis tidak enak, bang Yos mencuri tatapan, lalu mengulangi kembali kata-kata yang akan dia ucapkan.

"Maksud saya, apa yang kau katakan benar. Saya terlalu tiba-tiba datang, dan memberikan CV kepada kau. Namun semua itu didasari atas lamaran mendadak yang kau lakukan pada adik saya, Aini. Dengan alasan itu pula, saya pikir kau bisa menerima lamaran ini."

Memberikan ekspresi kaget diawal, Guntur berhasil mengubah ekspresinya dengan cepat. Dia mulai bertanya-tanya, apakah Aini membocorkan semua yang terjadi kemarin ini di rumahnya? Ataukah ada hal lain yang membuat bang Yos tahu kejadian kemarin antara dirinya dan Aini.

"Ada yang salah dengan kalimat saya?"

Guntur mengangguk-angguk. "Maksud Abang tadi, Abang mau barter?"

"Enak saja! Adik saya bukan barang yang bisa dibarter seperti yang kau bilang."

Menarik simpul kedua sudut bibirnya, Guntur pun ikut menanggapi. "Sama, Bang. Walau bisnis saya pun masih dalam tahap merintis, namun sebuah pekerjaan tidak sama dengan barang yang bisa diselipkan karena ada maksud lain dibelakangnya. Atau bisa dengan mudah masuk karena kenal dengan ownernya. Semua ada prosesnya. Semua ada seleksinya. Saya enggak permasalahkan apa pendidikan terakhir Abang. Orang yang mau kerja, dan bersungguh-sungguh bekerja, walau hanya tamatan SMP, saya akan terima. Yang penting keseriusan. Karena kalau adanya nepotisme akan menimbulkan kecemburuan oleh karyawan lain, atau akan dianggap sepele pekerjaan di tempat saya ini."

Ekspresi di wajah bang Yos semakin terlihat serius, ketika Guntur berhasil menyentil egonya dengan kalimat yang baru saja laki-laki itu katakan.

"Boleh. Saya siap bila memang harus dilakukan seleksi terlebih dahulu," ucap bang Yos penuh keyakinan. Namun tiba-tiba saja senyum terbit di bibirnya, dia melirik Guntur yang terlihat penasaran pada ekspresi di wajahnya kini. "Tapi ... kau juga harus siap menerima tantangan untuk menjadi calon imam yang baik untuk adik saya, Aini. Bagaimana?"

Tersenyum lebar, dan tidak sengaja mengalihkan pandangannya ke arah lain, Guntur melihat beberapa karyawannya terlihat menguping dan mengintip apa yang terjadi antara dirinya dan laki-laki yang terlihat begitu percaya diri melamar pekerjaan di tempatnya kali ini.

"Boleh," jawab Guntur dengan tenang. Dia mengangkat tinggi map yang berisikan CV bang Yos. "Saya terima CV yang Abang berikan."

"Saya tunggu kedatangan kau secara baik-baik di rumah."

AINI - Gadis Minang, Dipinang Sultan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang