Bab 10 - Belum Kawin

1.1K 275 38
                                    

Haloooo..

Gimana ada yang udah baca karyaku di fizzo? Apa tanggapan kalian mengenai suami seperti RAI?

Yang belum baca, silakan baca yaa.. GRATISSSS

Download apps FIZZO, terus cari akunku, SHISAKATYA


----------------------------------------------------------

Masalah terlihat datang secara bertubi-tubi, padahal nyatanya kita saja yang tidak ikhlas dalam menjalaninya.

Guntur izin keluar sebentar ketika ponselnya berbunyi. Ketika tubuhnya sudah berdiri di depan pintu, tentu saja diluar ruangan rawat Aini, dia melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

Ibu.

Melihat ke arah kanan dan kiri, Guntur melangkah menuju tempat yang tidak terlalu ramai. Keputusan ini dia ambil agar tidak membuat ibunya khawatir juga terdengar suara keramaian di dekatnya.

"Assalamu'alaikum, Bu."

"Wa'alaikumsalam. Kamu kenapa lagi, Nak? Tadi pak Adi bilang ke ibu, dia lagi di rumah sakit? Rumah sakit mana, hah? Jangan buat ibu ketakutan begini, Nak."

"Aku enggak papa, Bu."

"Terus? Ngapain pak Adi ke rumah sakit? Pasti kamu lagi di sana juga, kan? Coba video call, ibu mau lihat, kalau kamu enggak kenapa-napa."

"Benar, aku sedang di rumah sakit. Tapi aku enggak kenapa-napa. Ibu enggak perlu khawatir. Sebentar lagi aku pulang."

Terdengar tidak setuju dengan kalimat yang Guntur katakan, ibunya perlahan mulai terisak. Suaranya terdengar lirih, sampai Guntur merasa sangat menyesal telah membuatnya sekhawatir ini.

"Bu ...."

"Ibu takut, Nak. Ibu cuma takut terjadi sesuatu sama kamu."

Semakin merasa serba salah, Guntur tidak bisa berkata apapun. Terlahir sebagai anak terakhir, dengan posisi laki-laki satu-satunya, seolah menjadi beban berat untuk Guntur. Bahkan ketika dia membeli rumah dengan hasil kerja kerasnya selama ini, ibunya benar-benar menolak. Dia mengatakan rumah yang ibu dan bapaknya Guntur tempati sekarang, akan menjadi rumahnya dimasa depan. Lalu untuk apa membeli rumah lagi?

"Nak ...."

"Iya, Bu. Nanti sore Guntur ke rumah Ibu."

"Kamu lebih paham seperti apa kondisi yang tidak mengkhawatirkan orang-orang di sekitarmu, terutama ibu. Jadi tolong lakukanlah yang terbaik."

Mengakhiri panggilan tersebut dengan salam, Guntur menarik napas dalam. Belum selesai satu masalah, sudah ada masalah lainnya yang membuat ia berpikir dua kali untuk melangkah.

"Heh ...." Teguran dari bang Yos mengagetkan Guntur.

"Iya, Bang."

"Bang ... bang saja kau!! Itu macam mana adikku kau perlakukan. Kalau dia cacat permanen gimana? Sudah tidak cantik dia, dibuat cacat juga oleh kau!!"

Menarik napas sedalam-dalamnya, Guntur berusaha untuk tidak tertawa mendengar ceramah dari laki-laki di hadapannya ini. Sejujurnya Guntur bertanya-tanya, mengapa masih ada orang yang menganggap dirinya kakak, dengan berlaga pahlawan, namun dalam kalimatnya ada kata yang menjatuhkan adiknya sendiri?

"Kenapa diam saja, kau? Coba jelaskan bagaimana kalau dia cacat?"

"Bukankah tadi Abang sudah dengar dari dokter specialist tulang rumah sakit ini. Semuanya baik-baik saja. Memang ada cidera pada pergelangan kaki adik Abang, akan tetapi jika perkembangannya membaik, semua akan kembali normal."

AINI - Gadis Minang, Dipinang Sultan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang