BAB II: THE TOXIC LOVERS

250 23 14
                                    

Pagelaran masih berlangsung dengan elegan. Kini para hadirin tengah menikmati waktu bebas sembari ditemani paduan musik orkestra. Ada yang saling mengobrol, ada juga yang sibuk nikmati jamuan-jamuan mewah.

Keluarga Sano minus sang kakek kini sedang makan di sebuah meja bundar yang didekor oleh kain sutra dan lilin-lilin berulir. Meja itu tak pernah sunyi berkat kehadiran Sano Manjirou—Mikey—yang selalu lontarkan celotehan aneh.

“Eh, sebentar ya. Aku harus keluar dulu,” ujar Mikey sambil melihat layar ponselnya.

“Mau ke mana? Tumben banget. Makananmu belum habis tuh,” kata Shinichiro setengah meledek.

Mikey tersenyum lebar. “Biasa, ada Himari, hehe.”

Izana seketika melotot ke arah Mikey. Ia tidak terima dengan pernyataan adiknya itu. “Hah? Kamu mengundang dia ke sini?”

Netra Mikey memicing, ia tatap Izana dengan pandangan tidak suka. Perlu diketahui, bahwa Mikey adalah sosok paling egois di antara Keluarga Sano. Apa pun yang dia kehendaki maka harus ia dapatkan tanpa terkecuali. Termasuk mengundang pacarnya yang dari kalangan biasa ke acara malam ini.

“Mikey!” Izana setengah berteriak ketika adiknya tak menggubris pertanyaannya. Ini sudah kelewatan. Bagi Izana yang rasa gengsinya terlanjur menggunung, ia tak terima dengan perlakuan Mikey.

“Sudahlah, Kak,” kata Emma. “Percuma menghalangi Mikey.”

Benar, belum pernah ada yang bisa menghalangi pemuda itu. Satu-satunya yang bisa membujuknya hanyalah Shinichiro si kakak sulung. Namun, pemuda berambut hitam itu tampak tak keberatan dengan eksistensi Himari Yua. Makanya dia diam saja.

Tak lama kemudian, Mikey berjalan masuk kembali ke dalam gedung dengan seorang gadis bersurai hijau gelap di gandengannya. Pasangan itu menyita perhatian tamu yang hadir. Himari Yua mungkin tak seterkenal Eve atau Emma di kelompok kalangan atas, tapi gadis itu tampil dengan dress mahal di atas lutut yang undang banyak perhatian.

“Itu siapa?” Bisik-bisik mulai terdengar.

“Entahlah, dari sekian banyak pesta mewah yang aku hadiri, aku tidak pernah melihatnya,” sahut bisikan yang lain.

“Ah, itu pasti gadis random yang Mikey ambil di pinggir jalan. Dia kan memang begitu karakternya,” ujar bisik-bisik yang lain, mengundang lebih banyak teori konspirasi di antara para tamu.

Himari mengembuskan napas lelah. Inilah yang membuat gadis itu enggan datang. Ia juga tidak suka dengan dress mahal yang dibelikan Mikey untuknya. Himari lebih suka mengenakan kaus kasual atau setelan one piece imut yang biasa dipakainya ke kampus.

“Mikey,” panggil Himari.

“Kamu tidak boleh pulang,” ujar Mikey cepat. Ia tersenyum manis ke arah gadisnya, seolah tidak menolerir raut kusut Himari.

“Tapi Mikey, aku tidak suka di sini. Di antara orang-orang kaya ini...,” lirih Himari. Dia tahu pacarnya itu egois, tapi setidaknya Himari ingin utarakan apa yang dirasa.

Mikey seketika hentikan langkahnya. Ia tatap Himari lekat-lekat dengan netra tajam yang dingin. “Jadi kamu tidak suka ada di dekatku?”

Himari mengembuskan napas lelah lagi. “Bukan begitu maksudnya, Mikey....”

“Bohong. Aku kan kaya. Itu artinya kamu tidak suka padaku,” kata Mikey, lagi-lagi dia menyombongkan statusnya. Seharusnya Himari sudah biasa, seharusnya Himari tidak langsung merasa rendah diri, tapi beda cerita jika di antara atmosfer asing ini.

Himari merasa dirinya jadi manusia paling rendah di bumi. Namun Mikey tidak peduli.

“Ah, sudahlah. Lagipula aku tidak pernah menerima penolakan. Suka atau tidak, kamu harus ikut pesta ini,” kata Mikey lagi. Kali ini ia langsung menyeret Himari, membawanya duduk di salah satu kursi kosong di meja Keluarga Sano.

“Asik, bawa pacar,” celetuk Shinichiro sambil nyengir.

“Iya dong,” balas Mikey sambil merangkul bahu Himari dengan bangga.

“Hai, Himari.” Eve tangkap raut aneh di wajah teman satu jurusannya itu. Makanya ia berusaha pasang wajah ceria dan menyapanya.

Himari baru sadar kalau di meja itu ada Eve, orang yang dekat dengannya di kampus. Akhirnya ia pun bisa bernapas lega. “Hai juga, Eve. Kamu—“

“Apa begitu cara menyapa pewaris Perusahaan Sano?” Izana melirik sinis presensi Himari dari ujung kaki hingga kepala, tunjukkan kalau dia tidak suka.

Himari seketika membelalak, ia tidak mengerti. “Ah, m-maaf.”

“Izana, maksudnya apa?” Mikey meninggikan nada suaranya, ia pasang tatapan rendah ke kakaknya sendiri.

Bibir Izana pun berdecak miris sambil sunggingkan senyum miring yang menakutkan bagi Himari. “Lihat, bahkan dia saja tidak tahu basic manner. Dengan tidak tahu malunya dia menyapa Eve yang pewaris perusahaan secara informal.”

Eve yang seketika dibawa ke dalam pembicaraan langsung melotot. “Loh, kenapa jadi bawa-bawa aku?”

Mikey naik pitam. Lantas ia cengkram kerah kemeja kakaknya sambil layangkan tatapan marah. “Jangan bicara yang macam-macam tentang Himari! Kamu tidak tahu apa-apa, Izana!”

Bukannya mengalah, Izana malah balas mencengkram kerah kemeja Mikey. Ia pasang tatapan meremehkan. “Jadi ini kamu yang asli ya? Berani kamu lawan kakakmu demi perempuan yang tidak jelas asal-usulnya, hah?”

Shinichiro mulai panik. Ia pun bangkit dari kursinya lalu menghampiri kedua adiknya itu. “Hei, sudah hentikan. Kalian ini saudara, tidak baik seperti ini di hadapan para tamu.”

“Terus Kakak mau membiarkan perempuan miskin rendahan itu makan satu meja dengan kita? Kakak tidak malu?” cerocos Izana yang langsung dihadiahi bogeman keras dari Mikey.

BUGH!

Himari sudah tidak sanggup lagi. Rasanya dia makin menciut seiring dengan makin panasnya pertikaian di meja itu. Ditambah, saat ini para tamu mulai menaruh atensi pada mereka. Jelas di telinga Himari, tamu-tamu itu sedang menggunjingkan dirinya dan Mikey.

Mereka menyalahkan Himari atas segalanya dan gadis itu pun lama-lama percaya kalau memang dia yang salah.

“Cukup!” Himari bangkit dari kursi lalu segera berlari menjauh.

“Tunggu, Himari!” Mikey tentu saja mengejar. Ia tahan lengan gadis itu. “Himari.”

Himari tidak mau berbalik. Ia kesal dengan dirinya sendiri yang selalu mudah luluh dengan lelaki di belakang. Padahal, jelas-jelas ia tersiksa di sini.

“Himari, kumohon jangan pergi...,” lirih Mikey semakin mengeratkan pegangannya. “Kamu harusnya tahu kalau aku tidak bisa apa-apa tanpamu, kan...?”

Bodoh, umpat Himari. Gadis itu luluh. Ia kasihan dengan Mikey. Maka gadis itu langsung memeluk kekasihnya lalu tersenyum. “Maaf ya, Mikey. Ayo kita kembali saja,” katanya.

Begitu kembali ke meja Keluarga Sano, Izana sudah tidak ada di sana. Himari pun merasa bersalah atas kesalahan yang bukan ulahnya.

Tacenda | Tokyo Revengers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang