PLAK!
Satu tamparan keras mendarat di atas permukaan kulit wajah Shinichiro yang terasa dingin. Pada pagi hari yang mendung itu, Mansaku baru saja pulang dadakan dari London akibat dengar kabar tak mengenakan.
Salah satu cucu kesayangannya, Sano Emma meninggal dalam kecelakaan pesawat. Diduga pesawat dengan nomor penerbangan JP-034587 mengalami hilang kontak dan pembajakan oleh seorang teroris yang membawa bom bunuh diri di tubuhnya.
Jelas, Mansaku murka. Ia tahu betul kalau orang yang mengurus segala keperluan penerbangan untuk Emma adalah si Sulung Sano. Namun, mana bisa ... mana bisa lelaki berambut hitam itu bisa tidak curiga jika di dalam pesawat itu ada seorang teroris?!
Dia itu Sano loh. Keluarga hebat yang memimpin bisnis entertainment di Jepang. Rajanya para orang kaya! Kesalahan kecil seperti ini ... mana mungkin mudah ditolerir?!
Suara tamparan tersebut menggema hingga ke seluruh ruang dan memantul dari langit-langit. Jadi tak mungkin para pelayat yang datang ke rumah duka di hari itu tak mendengar.
Mikey coba tarik presensi kakeknya itu, menjauh dari Shinichiro. Namun, baru mencoba beberapa saat, Mansaku langsung lepas pegangan sang cucu. Dada lelaki paruh baya itu naik turun, tak kuasa menahan emosi.
Sedih, marah, kecewa, semua campur jadi satu.
Lantas tubuhnya yang sudah tua itu meluruh ke atas lantai marmer yang dingin. Netra rentanya menatap kosong ke depan, tepat ke foto Sano Emma yang ditata di atas altar beserta karangan bunga di belakangnya.
Mendadak memori-memori lawasnya tentang Emma seolah terputar kembali. Tentang bagaimana gadis itu dibawa oleh Makoto Sano, cantiknya wajah gadis itu, kecintaannya akan piano hingga kepergiannya menyusul Izana.
"Kek...." Eve yang sedari tadi duduk diam memperhatikan angkat suara. Ia hampiri Mansaku dan bantu menenangkannya. "Emma ... akan sedih jika kita begini, Kek."
"Eve, setelah semua kehilangan yang Kakek alami ... kali ini Kakek tak bisa lagi." Mansaku pada akhirnya luluh di hadapan cucu angkatnya. Bulir-bulir bening kini berjatuhan dari kelopak matanya, seolah membawa emosi-emosi negatif tak berdasarnya untuk Shinichiro.
Kemudian sang kakek kuatkan diri untuk berdiri. Ia pasang tatapan bersalah kepada sang cucu sulung yang masih setia berdiri di sana.
"Maaf," desisnya, "maafkan Kakek, Shinichiro."
Shinichiro tak menjawab. Namun tubuhnya langsung bergerak memeluk sang kakek. Lantas jemarinya mengusap punggung pria tua itu dengan lembut.
"Iya, Kek. Shin ngerti kalau Kakek ngerasa kehilangan banget," jawabnya, "lagian ... Shinichiro memang salah."
Mansaku pun menggeleng. Tidak. Lelaki itu jelas-jelas tak ingin menyalahkan si cucu sulung. Sebab walau bagaimanapun, semua kejadian sudah Tuhan yang mengatur. Jika Emma memang ditakdirkan meninggal pada hari itu, maka sang maut akan tetap datang meski gadis itu tak lakukan penerbangan.
Mikey yang berdiri tak jauh dari Eve diam-diam mengetatkan rahang. Ia tahu betul kerjaan siapa semua ini.
Jelas, tak hanya takdir Tuhan dan maut yang turut andil. Namun juga ada campur tangan seorang manusia yang sejatinya berhati iblis. Si serigala.
"Aku mau keluar sebentar." Itu kata Mikey. Lelaki bersurai pirang itu pun berjalan cepat keluar rumah duka dan berhenti di sudut-sudut tergelap gedung. Tinggalkan sang kekasih yang sedari tadi bungkam di jajaran bangku terdepan.
Tangan Mikey merogoh sebuah rokok dan pemantik. Lantas ia menyesap satu batang tembakau itu dalam-dalam hingga asap yang menelusup masuk ke paru-paru kembali keluar membawa rasa sedih dan ribuan luka sakit.
Namun tetap saja, sungai air mata tak urung membanjiri wajah Sano Manjirou. Ia merasa gagal. Ia merasa sangat buruk. Bahkan, ketika bibirnya mulai keluarkan isakan-isakan menyayat, ia sempat meraung minta bertukar posisi dengan Emma.
"Aku saja yang mati, Tuhan!!" jeritnya sembari menekan kening dengan telapak tangan. "Aku ... akulah satu-satunya di sini yang pantas mati!"
"Kenapa Kau ambil Emma?!"
Suara tarikan napas lelah seketika terdengar. Lantas sang pelaku bersender di dinding sebelah Manjirou sambil ikut merokok. Berusaha melepas penat.
"Mikey," katanya tanpa sedikit pun melirik si lawan bicara, "meskipun kau menyebalkan tapi aku tak akan memaafkanmu kalau kau sampai mati."
Manjirou menoleh. Matanya yang sembab kini sudah tidak ia sembunyikan lagi. DI sana, berdiri sosok Matsuno Chifuyu. Sadar jerit tangis Mikey agak mereda, Chifuyu lantas membuang rokok di tangan lalu menginjaknya.
"Kau itu temanku sekaligus keluarga yang Eve miliki. Meskipun aku tidak tahu apa masalahmu, tapi aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal bodoh setelah ini."
Si lelaki bersurai pirang yang kini sibuk menghapus air mata pun menyugar rambutnya ke belakang dan kembali menghisap rokok. "Kau jahat, Chifuyu."
"Dengar, kau harus bertahan. Setidaknya sampai apa yang terjadi padamu ini mendapatkan ganjaran yang setimpal," ujar Chifuyu yang selanjutnya undang lirikan dari Mikey. "Kau paham kan, apa maksudku?"
Mikey terdiam. Netranya seketika kehilangan binar. Menyisakan tatapan horor penuh dendam yang entah ditujukan untuk siapa.
"Kau benar," desis lelaki itu, "aku harus memperjuangkan semua ini. Walau gimana pun, Emma gak akan senang kalau semua berakhir di sini."
Chifuyu terkekeh. Ia kira Mikey menangkap maksud ucapannya barusan, yang memintanya tetap hidup meski realita terlalu pahit. Namun, ia tak tahu kalau sebenarnya Mikey menangkap ucapan itu dengan arti lain.
Mikey berpikir ... untuk balas dendam. Dan itu akan ia lakukan malam ini.
🌸
Keesokan harinya, mansion Sano kembali dibuat gaduh. Pagi ini, ketika seorang maid hendak membangunkan Mikey, ia tak dapati tuan mudanya itu di mana pun. Lantas melaporlah ia pada Mansaku dan cucu-cucunya yang sudah siap di meja makan.
"Tuan! Tuan Mansaku! Saya ... saya tidak bisa menemukan Tuan Muda Manjirou di mana pun," adunya panik. Padahal seluruh penghuni mansion itu tahu kalau Mikey adalah sosok yang paling doyan tidur.
"Kok bisa?!" Shinichiro mendadak berdiri sambil menggebrak meja. Undang sentakan kaget dari Eve dan Mansaku.
Lantas lelaki itu segera berjalan tergesa dan memerintah beberapa maid dan butler yang berlalu-lalang di sana untuk berpencar mencari Mikey. Sementara itu, Eve kini sibuk menenangkan sang kakek yang tampak memegangi dadanya yang sakit.
Sial, ada apa lagi ini? Bagaimana caranya aku kasih tahu Himari? desis Eve dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda | Tokyo Revengers
Fanfiction//CW! suicide thought, harsh word, 15+ Tacenda adalah hal-hal yang lebih baik dibiarkan tidak terungkap. Ini tentang Keluarga Sano yang hidup bergelimang harta dan penuh kepalsuan. Saling membohongi satu sama lain demi ciptakan alur cerita yang dise...