BAB IX: THE STRANGER

84 17 0
                                    

Izana hampiri meja ketiga orang yang tak sengaja dilihatnya kala jalan-jalan. Rambut putihnya berkibar disapa angin seiring dengan langkahnya yang makin dekat. Izana Sano itu orangnya emosian, dia cenderung tak bisa kendalikan tindakan kala bertemu dengan si pemantik.

Dan kali ini pemantik emosinya adalah Mikey dan segala kelakuannya. Bagi Izana, adiknya yang satu itu adalah sebuah titik hitam yang rusak kolam susu sebelangga.

“Mikey.” Izana berhenti tepat di sisi meja kafe. “Ayo ikut aku pulang selagi aku masih bisa bicara baik-baik.”

Yang ditanya seketika memutar bola matanya malas. Lantas ia tarik lengan Himari hingga gadis itu bangkit dan ikuti langkahnya menjauhi kafe. Izana tentu saja makin murka. Ia keluarkan geraman kesal di tengah-tengah embusan napas kasarnya.

Izana yang sudah keluar dari zona warasnya pun langsung tarik kerah baju sang adik hingga lelaki itu terlempar ke belakang. Untung saja Mikey sempat melepas pegangannya dari Himari, jadi gadis itu tak ikut terbawa.

“Goblok!” umpat Izana lalu duduk di atas perut adiknya dan mulai layangkan pukulan.

BUGH! BUGH! BUGH!

Mikey yang masih kaget tak sempat menangkis. Alhasil ia terima semua pukulan itu. Kini pertarungan tersebut jadi tontonan orang-orang kafe maupun yang hanya sekadar lewat.

Dunia mungkin sudah gila dan kehilangan simpati. Himari gelagapan, ia minta tolong ke sana-sini, tapi para manusia seolah tidak peduli. Mereka abai dan tetap sibuk merekam perkelahian itu dengan senyum di wajah.

“Tolong! Siapa pun hentikan mereka!” jerit Himari. “Kumohon! Panggil polisi, tolong!”

Eve kepayahan menerobos kerumunan. Jeritan Himari membuat lava di dalam dadanya bergejolak panas. Kakak-kakak sinting! Begitulah kira-kira yang gadis itu pikirkan.

Lantas, begitu tiba di paling depan, Eve langsung menarik kerah Izana dan pukul rahang sang kakak. “IZANA! HENTIKAN BODOH!”

BUAGH!

Izana berhenti, pria berambut putih usap rahangnya sebentar. “Kenapa kamu ikut campur, bocah?”

“Ini bukan masalah ikut campur atau tidak ikut campur!” balas Eve, “kalian itu kakak-kakakku!”

Mikey yang masih setia berada di posisi tiduran pun terenyuh dengan pertolongan Eve. Kini wajah pemuda itu sudah tak karuan lagi bentuknya. Darah mengucur dari hidung juga sudut bibir, kotori perban dan plester yang masih menempel di sana.

Gigi Izana bergemeretak. “Jangan sok tahu kamu! Kamu itu cuma pendatang! Lebih baik kamu cepat selesaikan skripsimu dan pimpin perusahaan!”

“Jangan malah ikutan bikin malu!”

“Kamu yang bikin malu!” balas Eve tak mau kalah.

“Stres ya?” Izana tersenyum miris. Kemudian lelaki itu layangkan tamparan di wajah adik perempuannya hingga ciptakan suara nyaring.

PLAK!!

Himari syok, dia tahu itu pasti sakit sekali. Gadis itu pun dibuat terpekik kaget begitu Eve kembali hadapkan wajahnya ke depan hingga tampakkan darah segar mengucur dari hidung.

Ini sudah terlampau parah. Eve bisa mati!

Namun, Eve yang ada di arena pertarungan itu tak gentar. Sorot matanya tajam, ia lempar ke arah presensi kakaknya. Kemudian, tanpa aba-aba ia berputar dan lepas tendangan ke arah Izana. Tapi sayangnya si kakak lebih kuat.

Eve kena tendangan yang lebih keras hingga tubuhnya terpelanting menabrak tubuh seorang pemuda yang baru datang. Pemuda itu menangkap tubuh si gadis berambut ungu gelap yang pingsan dengan tangan gemetar. Ia kesulitan mempercayai pemandangan ini.

Himari langsung tutup mulutnya dengan tangan begitu sadar siapa yang datang.

Matsuno Chifuyu kini pasang raut wajah mengerikan. Pupil lelaki itu tampak mengecil, seolah sedang menatap mangsa untuk ia bunuh. Dia pun miringkan kepala perlahan dan bertanya, “Oi, ini maksudnya apa?”

Izana berdecih. Otot-otot di kepalanya terasa makin tarik menarik begitu tangkap kehadiran lelaki itu. Belum sempat ia melangkah dekati Chifuyu, Mikey telah lebih dulu pukul wajah Izana.

BUGH!

“Mau tahu fakta yang sesungguhnya?” Mikey menatap rendah kakaknya yang duduk kesakitan di trotoar. Aura gelap yang lingkupi pemuda itu pun mendadak buat suasana jadi hening.

“Izana, kamu itu sebenarnya bukan bagian dari Keluarga Sano. Sejak awal kamu tidak punya hak apa-apa untuk melarang dan atur ini itu.”

Netra Izana tiba-tiba melebar sempurna. Ia berusaha usir kalimat-kalimat Mikey dari dalam benak. Namun, percuma sebab ia sendiri pun sudah curiga sejak lama. Lelaki itu tidak bodoh jika hanya untuk menyadari adanya perbedaan fisik di antara dirinya dan saudara yang lain.

Jantung Izana seketika berdebar kencang, seiring dengan mimpi buruknya yang makin jadi nyata.

DEG! DEG! DEG! DEG!

“Izana.” Shinchiro muda ulurkan tangan ke depan Izana yang pada hari itu masih berusia 5 tahun. Lelaki pemilik tatapan teduh itu tersenyum.

“Siapa?” tanya Izana polos. Ia tak kenal siapa pemuda itu. Karena yang ia tahu, dirinya sedang tunggu sang mama datang menjemput ke panti. Meski nyatanya, sudah berbulan-bulan wanita itu tak kunjung tiba.

“Aku kakakmu,” jawab Shinichiro sambil lebarkan senyum. Lalu wajah teduh sang kakak pun pudar perlahan dan menarik kesadaran Izana pada masa ini.

“Aku gak—“

Mikey tak biarkan kakaknya bicara. Ia langsung serang dengan kenyataan pahit yang runtuhkan dunia Izana Sano. “Izana, kamu itu aslinya cuma anak pelacur.”

Tacenda | Tokyo Revengers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang