BAB XXIV: THE WOLF

56 12 1
                                    

Cuaca yang terik warnai perkelahian Mikey dan Chifuyu siang itu. Mereka saling memukul, menendang bahkan mencekik. Masing-masing dari netra mereka berkilat seolah siap menghabisi lawan. Sementara itu, Takeomi sudah pingsan di teras mansion akibat kena bogem atas usahanya melerai dua pemuda tersebut.

Di sisi lain, Sanzu malah duduk menonton sambil sesekali semangati Mikey. “Hajar, Bos! Jangan sampai kalah!”

BUG! Mikey mengerahkan seluruh tenaganya untuk menumbangkan Chifuyu hingga si lawan terkapar di tanah.

Namun, seolah tak ada pengampunan, Mikey langsung terjang tubuh yang sudah kehabisan tenaga itu dan pukuli wajahnya berkali-kali.

“CHIFUYU BERENGSEK! BOCAH TOLOL!” bentak Manjirou emosi. Kini tinjunya sudah berlumuran darah milik Chifuyu.

“MASIH BERANI KAMU INJAKAN KAKI DI RUMAH KAMI SETELAH APA YANG UDAH KAMU PERBUAT SAMA ADIK AKU, HAH?!" bentaknya lagi. “KAMU PIKIR SIAPA YANG SUDAH RUSAK HIDUPNYA?!”

BUGH! BUGH! BUGH! Mikey terus pukuli lawannya tanpa ampun. Sementara lawannya sendiri tak ada perlawanan kembali, seolah dia menikmati tiap rasa sakit yang dideritanya.

“Mikey!” Seseorang berbadan jangkung akhirnya seret presensi Mikey dari atas badan Chifuyu. “Kamu ini apa-apaan?!”

Itu Baji Keisuke. Tubuhnya yang jauh lebih tinggi dibandingkan Mikey sukses tahan tiap pergerakan pemuda itu. “Berhenti tolol! Kamu mau buat Chifuyu mati, hah?!”

Mikey yang sudah kepalang kesal pun langsung melepaskan diri dari jeratan Baji. Pria berambut pirang itu lantas pandangi Chifuyu yang sudah babak belur dengan tatapan menusuk. Namun, untungnya, ia tak berniat menyerang lagi karena ...

...sadar ada yang mengawasinya.

Chifuyu kemudian bangkit berdiri meskipun penampilannya sudah sangat kacau. Ia meludah ke samping, tak sudi terima kenyataan bahwa Baji telah menyelamatkannya. “Kenapa sampah sepertimu ada di sini?”

Baji memutar mata jengah. Ia sedang malas berdebat. “Chifuyu, tenangkan dirimu dulu, oke?”

Sayang, pemuda itu tidak mau dengar. Kebenciannya untuk Baji Keisuke sudah terlanjur mendarah daging.  “Aku paham, kok. Di saat genting kayak gini, pasti kamu mau merebut Ayaka dari aku, kan?”

Pernyataan itu mendadak berubah menjadi petir yang menyambar punggung semua orang yang ada di situ. Terutama Baji, dialah yang terkena dampak paling besarnya.

Terlebih, saat semua tatapan langsung tertuju ke arah si pria, tak terkecuali Ayaka sendiri yang baru datang bersama Emma, Himari dan Senju.

Ini sebenarnya siapa yang bermasalah sih? Begitulah kira-kira isi pemikiran mereka.

“Keisuke Baji, karena kamu gak jawab, maka aku anggap kamu gak menolak apa yang baru aja aku katakan.” Chifuyu memandang rendah musuhnya dari ujung kaki hingga kepala. “Aku datang ke sini, untuk menghibur Eve....”

Lelaki bermarga Matsuno tersebut lantas tersenyum miris. Ia berjalan dekati sebuket bunga yang tadi dibawanya. Dan kini nasibnya mengenaskan, akibat habis menerima injakan jijik dari Mikey. “Tapi kenapa yang muncul di sisi Eve malah orang berengsek kayak kamu sih, Baji?”

“Matsuno, kamu keterlaluan!!” bentak Baji, dia tidak terima dikatai berengsek. “Apa sebelum datang kemari, kamu gak ngaca?!”

“SUDAH HENTIKAN!” Semua atensi pun langsung beralih ke arah Ayaka Sano. Gadis itu kini tengah menangis di dalam dekapan kakak sulungnya. Tidak ada yang tahu, entah sejak kapan Shinichiro berdiri di sana.

“Aku ... aku benci kamu, Chifuyu.”

Pada saat itu juga, dunia yang telah susah payah Chifuyu rangkai kembali langsung dirobohkan oleh Sano Ayaka. Selama ini, tujuan hidupnya Chifuyu adalah Eve. Selama ini, garis finish hidupnya Chifuyu adalah Eve. Namun, jika sudah begini, hal apa yang kira-kira bisa menggantikannya?

Eve sudah tidak meminta Chifuyu untuk diperjuangkan lagi.

“H-hah?” lirih pemuda pemilik potongan rambut undercut itu, syok. Sebelum ia sempat meraih realita, sosok tinggi Shinichiro telah lebih dahulu dekatinya.

“Matsuno-san, kan ya?” tanya Shinichiro sambil memegang bahu si lawan bicara. Ia rendahkan sedikit kepalanya agar bibir sejajar dengan telinga Chifuyu.

“H-huh?” Matsuno Chifuyu diam-diam merinding. Ia merasakan aura yang tidak biasa keluar dari lelaki di sebelahnya ini. Ada yang aneh dengan Shinichiro dan Chifuyu sadari itu.

“Kamu masih aku beri kesempatan untuk perbaiki hubunganmu dengan adikku,” katanya dengan nada suara lembut.

Netra Chifuyu pun berbinar. Dia telah dapat kesempatan! Namun, binarnya kembali hilang ketika pegangan lembut di bahunya berubah jadi remasan keras penuh ancaman. Refleks, tulang-tulang Chifuyu pun menegang. Sakit ia rasakan di sana.

“Tapi, seandainya kejadian ini sudah terlanjur tersebar ke media sampai menurunkan reputasi Keluarga Sano—“ Shinichiro menggantungkan kalimatnya.

Pupil matanya yang tampak mengecil itu lirik eksistensi Chifuyu yang masih diam.

“Kamu akan tahu apa akibatnya, Matsuno.”

Tacenda | Tokyo Revengers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang