01: Beginning

3K 213 5
                                    

---

Langkah Leanna terhenti, dia meluruskan punggungnya. Lututnya terasa ingin terlepas saja dari kakinya. Dia sudah menyerah, tidak sanggup menaiki tangga darurat di lantai 7 itu. Napasnya panas, terengah-engah. Paru-parunya ingin meledak.

"Aku tidak mengerti, kenapa ada jadwal pemeliharaan elevator di saat genting seperti ini," Lea mengatur napas dalam, tapi akhirnya dia tertawa. Dia bercanda dengan dirinya sendiri, kemungkinan karena umurnya sudah tidak muda, naik tangga saja dia sudah kelelahan.

"Tidak apa-apa, aku hanya terlambat 30 menit," desis Lea berbicara sendiri, dia menghempas sepatu yang ditentengnya. Tapi Heels hitam itu terasa kasar di kakinya, seharusnya dia memakai stocking.

"Tenang... Tenang," desis Lea. Dia mengatur napas dan mulai merapikan helaian rambut yang mulai turun dari dahinya. Mungkin saat ini rambutnya berantakan bercampur keringat.

Lea bergegas membuka ujung pintu darurat. Air conditioner langsung dingin langsung bertiup, rasanya sangat nyaman. Leana menikmati rasa sejuk itu menyapu keringat dinginnya.

"Selamat pagi, Bu Leanna."

Lea tersenyum, membalas sapaan salah satu karyawan yang melihatnya baru datang. Benar, Lea datang ke kantor terlambat pagi ini, sungguh memalukan! Untungnya... semua orang sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, mereka tidak memandangi Lea selayaknya orang yang harus dikenai denda keterlambatan. Lea buru-buru berjalan cepat nenuju ruangannya.

"Oh, syukurlah!" desah Lea seraya membuka pintu menuju ruangannya. Mata berkedip saat melirik Siska, sekretarisnya. Lea memberi isyarat, kalau dia telat datang.

Siska tersenyum dan mengikuti atasannya itu masuk ke ruangannya. "Bu Leanna, selamat pagi," sapa Siska sambil membawa beberapa berkas.

"Selamat pagi, Siska. Oh, aku benar-benar tidak tahu, kalau hari ini elevator dalam jadwal perawatan. Kenapa kamu tidak memberitahuku?" Lea langsung duduk di kursinya, dia meluruskan kaki dan melepas sepatu heels yang dikenakannya. Dia lebih nyaman memakai sandal.

"Maaf, bu... Saya sudah mencoba hubungi ponsel ibu, tapi sepertinya ada gangguan. Saya juga sudah mengirimkan pesan," jawab Siska sambil merapikan tas Lea yang hampir terjatuh. Siska memandangi pakaian atasannya itu tampak kacau, sepertinya dia terburu-buru berangkat kerja.

"Benarkah?"

Lea menggaruk dahinya. Dia merogoh ponsel di dalam blazernya. Oh, pantas saja ponselnya mati. Lea menyadari kancing kemejanya tidak terpasang dengan baik.

"Apakah aku ada schedule hari ini?" tanya Lea sambil merapikan kemejanya. Di hari Senin ini, dirinya memulai hari senin dengan kelalaiannya sendiri.

"Hari ini, kita ada rapat dengan pak direktur setelah makan siang, Bu. Ada interview dengan karyawan baru yang akan menepati posisi wakil manajer," jelas Siska.

Lea menaikkan pandangan matanya. Wakil manajer? "Oh, yang infonya dia adalah kenalan pak direktur? Benarkah?" tanya Lea mencoba mengingat-ngingat.

"Iya bu, keponakan pak Direktur Kalandra. Namanya Elver... Dia baru lulus saja tahun ini," jelas Siska

"... Astaga, kenapa tidak cari tenaga profesional saja," Lea menghela kesal. Tentu saja, nantinya dia akan menghabiskan tenaganya untuk mengurusi training dan juga mengajarinya. Pak Direktur memang nepotisme! Batinnya berang.

R A H A S I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang