---
Itu bukan fatamorgana...
Bukan sekedar bunga tidur
Menyeruak alam sadarmu.
Rasa sakit itu nyata menembus... menghancurkan...
Harapan polos yang tertulis
Tak lagi menjadi senjata penegakmu
Kamu hanyalah seonggok pesakitan
Renta... berusaha sekuat paku
Menancap pada realitas
Atau terbuang karena lekah...
Elver berdiri dari kursinya menyambut kedatangan pamannya, pak Kalandra. Wajahnya senang ketika melihat Elver.
"Elver... Kenapa tidak bilang kalau kamu akan ke kantorku. Apa kabar, Nak?" Kalandra menyambut uluran tangan keponakannya. Matanya berkilap menatap penampilan dan tubuh Elver. "Syukurlah, kamu makin sehat dan berisi saja..." Sambungnya sambil menepuk-nepuk bahu pemuda 23 tahun itu.
"Aku sehat-sehat saja, Paman. Apa kabar semuanya? Aku belum sempat mengunjungi bibi."
"Oh, iya.. Aku baru saja akan mengabarimu. Minggu ini, kami sedikit sibuk tetapi bercampur senang. Ada kabar baik, Kila baru saja melahirkan anak perempuan..." Jawabnya dengan nada senang. Dia pun duduk di samping Elver. "Awalnya, sedikit khawatir dengan kondisi kandungannya. Tapi sekarang aku benar-benar bersyukur, Menantuku dan bayinya dalam keadaan sehat."
"Benarkah? Selamat atas kelahiran cucu pertama. Aku turut senang, Paman. Kalau begitu akhir minggu ini, aku akan mampir mengunjungi kak Aksara." Tentu saja itu kabar yang membahagiakan, Elver pun turut senang.
"Ya, sekali-sekali mampirlah. Aksara pasti senang melihatmu."
"Akan aku usahakan, Paman."
Kalandra menghela napas dan memandangi Elver dengan mata simpatik. "Bagaimana? Apakah kamu sudah betah bekerja di sana?"
"Sedikit... Awalnya, begitu memusingkan karena banyak hal yang harus aku pelajari sendiri. Tapi, aku sudah bisa menguasainya... beberapa," jawab Elver.
"Kenapa kamu mempelajarinya sendiri? Apakah Leanna tidak memperlakukanmu dengan baik?"
Elver menaikkan alisnya ketika mendengar nama perempuan itu. "Paman, aku lebih nyaman mempelajari segala hal sendiri. Kalau dengan Leanna... aku tidak yakin..."
"... Kamu masih tidak yakin dengan Leanna?" Tanya Kalandra hampir tergelak. "Dia itu seniormu."
"Aku tidak percaya dengan kemampuannya. Aku pun tidak habis pikir kenapa paman mempercayakan jabatan Manager kepada wanita ceroboh seperti itu?"
"Maksudmu? Apakah Lea tidak pantas duduk di kursi Manager?" Kalandra cukup tertarik mendengar pernyataan Elver.
"Aku... Aku tidak tahu. Mungkin saja dulunya dia memiliki prestasi sampai bisa memberikan keuntungan besar bagi perusahaan. Tetapi aku setelah aku melihatnya... Aku ragu," ungkap Elver. Dia memang harus jujur tentang pendapatnya. "Dia sangat ceroboh dan terlihat banyak pikiran..."
Kalandra tertawa. "Oh... Begitukah?"
"Maafkan aku, Paman. Aku tidak bermaksud menjelek-jelekkan kantor cabang... Hanya saja kinerja Lea, menurutku tidak terlalu bagus."
Kalandra mengerti, dari awal dia sudah melihat perbedaan Leanna dan Elver. Mungkin mereka belum menemukan kecocokan. Tetapi, Kalandra menghargai pendapat Keponakannya.
"Sebaliknya... Menurutku, Leanna sangat pandai dan bertanggung jawab dalam bekerja. Dia pun bekerja sangat keras, Elver." Kalandra mengaitkan tangannya. "Saat itu aku ingat ketika dia kerja memulai di PT. Kalandra sebagai seorang resepsionis dan dia juga bekerja paruh waktu di tempat lain untuk mendapatkan uang lebih... Kabar yang kudengar ketika itu ibunya sakit keras."
KAMU SEDANG MEMBACA
R A H A S I A
RomanceTidak ada manusia yang sempurna, semua menepati jati dirinya secara tepat. Beberapa bersembunyi di balik rahasia yang mengejutkan, bahkan beberapa di antara mereka menangis di sepanjang hidupnya. Luka-luka sisa goresan masa lalu memang tampak pudar...