Tidak ada manusia yang sempurna, semua menepati jati dirinya secara tepat. Beberapa bersembunyi di balik rahasia yang mengejutkan, bahkan beberapa di antara mereka menangis di sepanjang hidupnya. Luka-luka sisa goresan masa lalu memang tampak pudar...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cekik...
Aku...
Cekik!
Kamu dengar!
Kamu dengar, Marquis!
.
"Ya... aa.."
Elver mengerjap. Reaksi kecemasannya seperti merontak dari tubuhnya. Pelupuk netranya membulat berusaha meraih titik kesadarannya. Napasnya melambung, rongganya sesak menekan dalam ke paru-parunya. Ditelannya air ludahnya sembari menyadari tangannya sudah gemetaran.
... Mimpi buruknya memang tidak akan melenggang pergi, memori itu kekal tertanam. Acap kali ketika dia terlelap... Pikiran di alam sadarnya mendobrak pintu anomali yang sebenarnya dia tidak ingin buka. Tapi... Hanya seginilah kemampuannya untuk bertahan.
Elver buru-buru duduk di ujung kasurnya. Diusap kening dan tengkuknya, keringat dingin pun memenuhi pori-pori kulitnya. Napasnya masih cekat, jantungnya masih memburu, keduanya berebut mencari-cari penyelesaian kecemasannya. Elver berusaha setengah mati. Dia pun menegakkan punggungnya dan berusaha menormalkan emosi dirinya.
"Oh, Shit...." Desisnya. Pikiran Elver mengawang-awang, dia tidak tahu lagi bagaimana mengendalikan rasa kecemasan dari dalam dirinya. Tangannya gemetaran dan berusaha menggapai teko untuk mengisi gelas minumnya yang kosong. Teko itu pun terasa sangat berat, air di dalamnya itu pun terguncang, karena tangannya terasa tidak sanggup untuk menuangkan isinya...
"Sialan!"
Elver sudah kehilangan kesabaran. Segera dia melemparkan teko kaca itu dengan keras. Tak pelak... suara pecahannya seperti meledakkan atmosfer kesepian kamar yang gelap itu.
"... Sampai kapan? I can't take it anymore. This tortures me!" Suaranya serak, mengadu gaduh pada dirinya sendiri. Dia meringkuk lekap kepalanya, berusaha menekan selangkup cemasnya.
---
"Selamat pagi, Pak Elver."
Elver menurunkan kaca mobilnya, dia tidak bereaksi ketika satpam menyapanya. Matanya detil menilik dari spion, memastikan dirinya memarkirkan mobil dengan benar dan lurus. Elver menarik rem tangannya dan memperhatikan gerak-gerik sang satpam yang tadi menyapanya. Satpam berbaju hitam itu terlihat lanjut berkeliling di sekitar parkiran.
Elver mematikan mesin mobilnya. Dia diam sebentar lalu menghela napas. Kepalanya masih sakit... sejak terbangun dini hari tadi, Elver tidak bisa kembali untuk tidur. Akhirnya Dia pun lari di pagi buta mengelilingi area apartemennya.
"... hope, no one bothers me today."
Elver merogoh dalam tas plastik di samping kursinya. Jarinya bergerak, menarik ujung cincin pembukanya. Suara kaleng terbuka disambung buih yang berdesis. Elver tersenyum, lalu menyicipnya sedikit. Pagi ini, dia ingin menikmati sekaleng bir dingin sebelum bekerja. Walau pun sedikit pahit tetapi Elver menyukai rasanya.