19: Kekasih

867 91 14
                                        

---

Perhatian:
Sesuai tema kategori ini adalah tema Dewasa. Cerita mengandung unsur kekerasan, kata-kata vulgar dan aktivitas seksual. Ini bukan untuk ditiru. Ini hanya hiburan dan karangan belaka.

---

"Haruskah aku mempercayaimu, Elver?"

Elver mengusap hangat kedua pipi Leanna. Mata bulat berbingkai bulu mata lebat, bagaikan intan yang berkelip. Ekspresi Iras cantiknya di tengah-tengah antara takut dan pengharapan. Lekat Leanna tidak menolak sentuhannya.

"Kamu harus mempercayaiku. Aku pun tidak menemukan alasan apa pun, mengapa aku merasa sangat tenang setiap dekatan denganmu. Perasaanku, mengalir begitu saja."

Kecupan lembut itu meraba permukaan pipinya, Lea memejamkan kedua matanya. Sedang jantungnya mengila, seperti merobek keluar tulang dadanya saja. Ada senang, ketika Elver mengungkapkan perasaannya.

"Kamu adalah orang yang aku cari, Leanna. Aku tidak bisa menahan diriku."

Leanna menyungingkan senyum datarnya, dirinya memang begitu asik tenggelam di lautan kasmaran yang ditumpahkan oleh Elver.

Entah kemana rasa kelam itu?

Bukankah luar biasa...
Luka batin itu tidak terasa lagi. Trauma berat yang mengerubunginya tidak lagi menjadi tameng di dalam dirinya.

Leanna tidak lagi memikirkan, bagaimana dia melindungi dirinya dari perihal kepercayaan, cinta dan pria...

.

Pria bermata kelam itu seakan pakem menandainya. Kecupan bibirnya menyesap tanpa henti, seolah-olah dia berburu untuk meredakan rasa hausnya. Suara desahannya yang berat ikut mengiringi, dia seperti membisikan mantra teluh yang membuatnya tidak berdaya.

"... Kamu sangat cantik, Leanna."

Entah, berapa kali pujian menyenangkan itu dibisikkan bersamaan dengan untaian nafsu yang kian membara. Lea tidak tahu, bagaimana merespon pujiannya. Pria bertubuh panas itu cepat mengarungi celahnya, memenuhi rongga sensitifnya. Pinggulnya mengencang, menuntunnya untuk terus menari.

Leanna terperangah, menjatuhkan dirinya di permukaan ranjang putih. Dia gelisah, tangannya menarik apa pun yang dapatinya di atas ranjang. Urat lehernya timbul bersitegang, suaranya merintih serak mengiringi rasa yang kian cepat memacunya.

Lea menengadahkan wajahnya. Tubuhnya menegang dengan gulungan napasnya yang tersendat-sendat. Cengkramannya semakin menguat di ujung bantalnya, tanda hampir melunaskan puncaknya.

"Jangan mengetat..." Elver keras mengerang. Ia paham, Lea akan sampai pada ujung akhirnya. Elver menangkup bibir perempuan yang merintih itu, dia lebih kasar dan lebih cepat menyetubuhinya. Rasa panas mulai dekat, tubuh Leanna yang penuhi bulir-bulir keringat pun mulai terasa kaku. Satu hentakan dalam, langsung tepat menebak di sana. Tubuh Leanna membusur menyambutnya, jeritan erotisnya menandakan dia sudah mendapatkan orgasmenya.

"... Hmh." Elver melenguh lebih berat, hendak menyusul puncak klimaksnya. Dia mengerjap dan menusuk lebih... Lalu menumpahkan madu hangatnya di dalam.

"Hmmh..." Leanna pasrah lemas ketika Elver menangkap bibirnya. Matanya langsung terasa berat, napasnya terengah-engah... Tetapi Elver masih bergerak, menyetubuhinya. "Berhenti..." Leanna merintih.

"... masih keluar." Elver mendesah mengecupi rakus leher Leanna. Dia masih menikmati rasa Klimaksnya.

Leanna tersenyum lemas, mengalungkan tangannya. Dinikmatinya lekat tubuh Elver yang terasa lebih dingin. Peluh mereka mencair, napas panas mereka pun mulai mereda.

R A H A S I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang