14: Rahasia Leanna 2

803 98 15
                                    

---

"Pilihlah kartu yang kamu suka?" Damiyana menyusun kartu-kartu berwarna warni

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pilihlah kartu yang kamu suka?" Damiyana menyusun kartu-kartu berwarna warni. Jari-jari lentiknya dengan cat kuku berwarna merah itu merapikan letak kartu ke hadapan Leanna. Dia sudah melakukan ini hampir dua bulan.

Lea kelu, tercenung memandangi kartu-kartu yang berjejer itu. Biasanya... Leanna akan menggaruk-garuk kasar rambutnya dan mulai berteriak, tapi akhirnya kali ini dia mau memilih.

"... merah," jawabnya.

"Menarik. Apakah kamu suka dengan warna merah? Mengapa tidak, hitam atau abu-abu? Bukankah kamu sedang mengalami kesedihan, Leanna?" Pancing Damiyana.

Indera penglihatan Lea merespons, dan gelisah seperti mencari-cari titik fokusnya. Dia mengangguk pelan, tetap memilih warna merah sebagai pilihannya. Hari ini Leanna tampak sangat cantik dan bersih, biasanya rambutnya sangat berantakan, kini terikat masih rapi. Dia pun sudah mulai bisa melakukan komunikasi dua arah.

"Apa yang membuatmu suka dengan warna merah ini?" Damiyana mengarahkan kartu itu ke depan mata Lea. Dia ingin melihat emosi dari gadis yang baru berumur 22 tahun itu.

"Merah... Dendam... Menyala," ucap Lea dengan tatapan kosong. Dia pun mengerjap, wajah pucatnya sedikit terangkat.

"... jawaban bagus," ucap Damiyana. Dia tidak mengalihkan pandangannya, terus memantau reaksi Leanna. Dia melihat sedikit perkembangannya yang memang lamban.

".... Bisa... kah aku membalas dendam?" Suara Leanna terdengar lirih. Lagi-lagi Lea menanyakan hal itu.

"Tidak. Kamu tidak boleh membalas dendam. Kamu tidak akan bisa tenang, kalau kamu membiarkan rasa sakit itu terus membakar hatimu. Kamu harus melepaskannya dan jangan menyimpannya," jawab Damiyana.

"Tapi... Aku tidak mengerti apa kesalahanku!" Lea mengacak-acak semua benda-benda di atas meja itu. Suaranya kembali memekik ke seluruh ruang putih itu. "Tolong! beritahu apa kesalahanku!" Pekiknya dengan wajah marah. Dia masih tersambar dendamnya.

Memang tidak mudah, apa yang dilalui perempuan muda ini begitu mengerikan. Tapi... Damiyana melihat ada harapan kecil di mata kelam itu.

Damiyana merogoh kantongnya, mengeluarkan permen lolipop. "Ini adalah hadiahmu, karena kamu telah menurutiku untuk bermain, memilih kartu."

"... Terima kasih..." Emosi Leanna berubah reda. Walau pun air matanya mengalir, dia menerima hadiahnya... Ada guratan senyum halus di rona wajahnya.

"... tidak akan ada yang bisa menjawab apa kesalahanmu. Aku hanya bisa mendorongmu agar, kamu menjadi seorang perempuan yang kuat," Damiyana mengambil mapnya dan mulai mengisi tabel perkembangan Leanna.

Leanna memandangi permen lolipop yang sudah dibukanya. Matanya berkedip pelan, sisa air matanya masih meleleh. "Apakah perempuan harus mengalami kejadian seperti ini baru mereka menyebutnya perempuan yang kuat? Apakah dia harus diam saja, dihancurkan oleh orang-orang yang jahat?"

R A H A S I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang