09: Tidur

937 105 7
                                    

---

Malam menyaur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam menyaur. Jejak barat swastamita keemasan, berangsur membuka ruang peraduan sang mentari di bawah garis cakrawala. Hawa tetap terasa hangat, memasuki musim kering setelah penghujan.

Elver menyangga kepalanya. Matanya tak lepas memindai gerak perempuan berambut hitam panjang itu sedang berbicara dengan ponselnya. Semilir angin meniup helai rambut halusnya, raut wajahnya serius beiringan dengan kakinya berlalu lalang. Sepertinya, Lea sedang menjelaskan sesuatu yang penting.

Elver menghela napas. Rasanya begitu konyol, beberapa bagian wajahnya tertutupi perban, dan bagian perutnya harus mengkompres es batu, karena cidera dalam yang di deritanya. Sebenarnya pihak rumah sakit sudah menyarankannya untuk rawat inap, tetapi Elver menolak.

Lea tampak mematikan ponselnya. Dia tersenyum, mendekati bilik kopi di depannya dan mengambil dua gelas minuman pesanannya.

"Maaf, kalau terlalu lama..." Leanna membuka pintu mobilnya dan menyodorkan segelas minuman ke arah Elver.

Elver menyadari, gelas yang diterimanya adalah cokelat panas. "Bukankah tadi aku bilang, aku minta kopi...?"

"Cokelat lebih bagus untuk menenangkan diri, kamu memerlukan cokelat," ujar Lea sambil menutup pintunya.

"... Kamu pikir, aku datang bulan?"

Leanna mengangkat bahunya. Lea mengabaikan protes Elver. Wajahnya bengkak dan memar, tampak tidak sepadan dengan omelannya. "Apa kamu sadar... Sedari pagi tingkahmu sudah aneh, ditambah lagi kamu berkelahi... Sudah minum saja..."

"Huh..."

"Jangan-jangan kamu tidak suka cokelat?" Tanya Lea, disambung suara notifikasi dari ponselnya.

Elver melirikkan bola netranya. Lea singgap merogoh benda elektronik dari sakunya. Memang sedari tadi Lea tampak sibuk dengan ponselnya. Elver pun tahu, itu bukanlah notifikasi pekerjaan kantor. Pancaran layar warna merah memedar lagi ke wajah Lea.

"... You look very busy."

"Hm..." Lea menjawab sekenanya, jari-jari lentik dengan cat kuku merah itu mengetik cepat.

"Kalau begitu, aku bisa pulang sendiri... tidak perlu kamu mengantar..." Cetus Elver. Dia tidak ingin merepotkan Leanna, lagi pula apartemennya sudah dekat.

Lea meletakkan ponselnya di dashboard. "... Tidak apa-apa. Besok aku akan menelepon pak Kalandra dan menjelaskan apa yang terjadi hari ini."

"Biar aku saja yang menelepon pamanku..." Elver mendekatkan gelas cokelatnya, Asap halus menghantarkan mengirimkan gambaran manis dari aroma yang tercium. Dia memang tidak menyukai minuman dengan rasa manis.

"... Ini salahku, biar aku yang bertanggung jawab." Leanna mengakui bertanggung jawab akan kesalahannya.

"Ini salah manajemen yang tidak menjamin keselamatan pekerja. Bisa-bisanya membiarkan orang cabul masuk ke lingkup pekerjaan," timpal Elver.

R A H A S I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang