---
Leanna mengambil aspirin dari laci mejanya. Disambutnya gelas yang disodorkan Siska. Sudah dua minggu ini, hampir setiap hari dia merasakan pusing
"Apakah ibu yakin bisa menghadiri rapat pagi ini?" Siska cemas.
"Tidak apa-apa. Sebentar lagi akhir tahun, kita harus siap jika ada audit dari kantor pusat." Lea meneguk habis air putihnya. "... Karena namaku dan kantor jadi jaminannya."
"Tapi hampir setiap hari ibu terus-terusan sakit kepala, sekarang saya panggilkan pihak klinik untuk memeriksa kondisi ibu."
"Tidak usah, Siska. Nanti pasti aku disuruh istirahat di rumah. Lagi pula pak Elver di luar kota, dia tidak bisa menggantikanku sampai minggu depan." Leanna memandangi botol aspirinnya yang sepertinya sudah kosong. "Kamu jangan terlalu khawatir. setengah jam lagi, kita harus bersiap untuk briefing dan rapat."
Siska terlihat berat hati. Akhirnya dia mengangguk saja dan mengambil laptop juga berkas bahan rapat pagi ini. "Saya permisi, Bu."
Leanna menghela napas, ketika pintu ruangannya tertutup. Disandarkan punggungnya, sorot matanya mengawang-awang ke arah jendela besar di sisi kirinya. Dia mengingat-ingat, lalu menghitung, sepertinya dia menyadari telat datang bulan.... selama 8 minggu!
"Sialan! Bagaimana aku lupa? Tapi... ini bisa jadi karena aku terlalu capek dan stres saja." Leanna mengambil ponselnya dan segera memeriksa kalender bulanannya, biasanya dia rajin mencatat kapan terakhir dia menstruasi. Apalagi sekarang dia memang aktif berhubungan seks dengan Elver.
Pupil matanya membesar dan Hitungannya hampir benar. "Aku terlalu terlena..."
Lea membeku, pikirannya teralihkan dengan notifikasi situs merah yang masih saja bertumpuk di ponselnya. Dia sudah tidak memiliki pikiran dan waktu untuk melayani Submisif... waktunya habis terbagi antara Elver, pekerjaan dan ibunya.
Ponsel di tangannya tiba-tiba berdering. Mata Leanna membesar ketika melihat nama Elver. Segera dia menerimanya dengan hati berdebar.
"... Gesit sekali. Apakah kamu merindukanku?" Goda Elver dari ujung telepon.
"Hm."
"Sudahlah, tidak usah malu-malu, Bu Manajer. Kamu pasti merindukanku."
Leanna menggaruk dahinya. Elver memang selalu membuatnya salah tingkah. Tapi mendengar suaranya yang renyah, tentu saja mengobati rasa rindunya.
Leanna berdehem. "Apa yang kamu lakukan sekarang?" Tanyanya sambil melemparkan botol aspirin ke tempat sampah di bawah kakinya.
"Aku bersiap untuk memantau Safety talk antara supervisor dengan para pekerja untuk membicarakan K3," jawab Elver. "Ada jeda waktu sedikit... Jadi aku menyempatkan untuk menelponmu."
Lea sebenarnya senang. "Haruskah kamu pergi kesana?"
"... kecelakaan minggu lalu sudah mengacaukan schedule pekerjaan. Jadi aku harus turun untuk memastikan perubahan sistem baru berjalan dengan benar," jawab Elver dengan latar suara bising truk di sekitarnya.
"Hasil inpeksi minggu lalu, kecelakaan itu terjadi faktor hujan. Supervisor tetap memaksakan untuk pemindahan alat berat. Jadi mereka dipaksa untuk nekat bekerja," ungkap Leanna.
"Ya, faktor alam memang tidak bisa di tebak. Kita maklum, mereka juga tertekan dari Manajemen..." Nada bicara Elver terdengar menggantung. "Aku harus pergi... Apa kamu baik-baik saja, Lea?"
"Hm... Tidak apa-apa, hanya kepalaku pusing."
Elver diam sejenak "... Itu berarti hampir setiap hari kamu sakit kepala? Periksa segera ke klinik. Aku akan menghubungimu setelah makan siang."

KAMU SEDANG MEMBACA
R A H A S I A
RomanceTidak ada manusia yang sempurna, semua menepati jati dirinya secara tepat. Beberapa bersembunyi di balik rahasia yang mengejutkan, bahkan beberapa di antara mereka menangis di sepanjang hidupnya. Luka-luka sisa goresan masa lalu memang tampak pudar...