Tidak ada manusia yang sempurna, semua menepati jati dirinya secara tepat. Beberapa bersembunyi di balik rahasia yang mengejutkan, bahkan beberapa di antara mereka menangis di sepanjang hidupnya. Luka-luka sisa goresan masa lalu memang tampak pudar...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jadi... Ibu mau merencanakan untuk cuti?"
"Iya, sekitar awal bulan setelah urusan peti kemas ini berangkat."
Siska tidak berkomentar lagi, dia masih memperhatikan atasannya itu memeriksa surat-surat yang akan ditandatanganinya.
"Kalau begitu, sekalian saja aku yang akan membawa surat ini, karena aku masih menunggu email dari Balikpapan. Tolong kamu infokan saja ke Pak Bani untuk bersiap-siap," sambung Leanna sambil memeriksa berkas-berkas yang sudah ditanda tanganinya.
"Baik, Bu."
"Tolong dimasukan saja ke dalam amplop coklat." Lea memberikan berkas tebal itu, sambil tersenyim kepada Siska. Namun senyumnya musnah dalam sekejap. Bola hitamnya terpaku sejenak, segera mengalihkan wajahnya ke arah lain.
Siska yang menangkap raut canggung itu, melirik ke belakang tubuhnya. Ternyata... "Ehm, pak Elver..."
"... Beritahu dia, aku tidak memberikannya ijin untuk masuk ke ruanganku." Lea mengambil ponsel dan memutar arah kursinya.
"Ba... Baik, Bu," jawab Siska. Dia langsung memundurkan tubuhnya, menuju ke depan pintu. Ada rasa kasihan, hampir seminggu atasannya itu tidak mau berbicara langsung dengan Pak Elver.
"Maaf, Pak."
Elver bisa menebak, wajah Siska yang memaksakan senyumnya. "Kelihatannya, Lea masih tidak mau berbicara denganku."
"I.. iya maaf, Pak. Ibu masih tidak mau berbicara," jawab Siska.
Wajah pria itu hanya datar. Dia menebak, kalau kekasihnya itu masih saja enggan berbicara.
"Apakah ada yang mau Pak Elver sampaikan?"
"Hm, tidak. Apakah dia masih muntah-muntah?" Elver menaikkan titik pandangnya ke belakang bahu Siska, hanya sandaran kursi Leanna yang bisa dia lihat.
"Masih, Pak. Tapi bu Leanna sudah mengurangi minum kopi."
"Apa ada kabar terbaru?" Tanya Elver seraya menghela napas. Tangannya mengusap tengkuknya yang terasa tegang, sebenarnya matanya pun masih terasa berat. Jadwal tidurnya kembali memburuk.
Siska menoleh sebentar ke arah ruangan Leanna. "Rencananya... ibu mau ambil cuti awal bulan ini..."
"Cuti?" Elver mengerutkan dahinya. "Apakah dia bilang akan pergi?" Elver mulai tercetus panik.