39 : Keluarga Firdaus

414 49 6
                                    

Hai gengs, siapa yang masih nunggu cerita ini update?

Jangan lupa buat selalu vote meski sama sekali nggak ada komentar 😪 Gapapa, mungkin lain waktu aku harus lebih bagus lagi buat cerita. Supaya kalian bisa mengeluarkan komentar kalian 🙃

Kira-kira kalau aku ubah jadwal jadi tiap hari update, cerita ini bakal rame nggak? PLEASE KOMEN, PENTING GENGS!! Cerita CYRA 2 menuju ending itu kurang lebih 20 part lagi gengs. KOMEN SETUJU + RAMEIN LAPAK AKU KALAU MAU AKU UPDATE SETIAP HARI.....



✨ Happy Readings

Fahmi yang tadi izin keluar seketika terkejut begitu ia memasuki rumah, ia lantas mengucek kedua matanya memastikan jika penglihatannya tak salah. Benar, pemandangan dari dua orang perempuan yang sama-sama tertidur di kursi ruang keluarga membuat matanya tiba-tiba berair. Nafisa istrinya menyenderkan kepalanya pada kursi lalu Cyra puterinya terlelap di pangkuan Nafisa.

Lelaki yang tak lagi muda itu berjalan mendekat, tangannya menjulur untuk mengusap surai coklat milik Cyra. Ia mengusap matanya, gara-gara dirinya puterinya itu selalu mendapat luka. Fahmi kemudian menunduk, ia kecup sayang kening puterinya itu sehingga membuat sang empu sedikit menggeliat.

"Maafkan Papamu ini, Nak." Bukan salah Cyra jika puterinya itu tak dekat dengannya atau pun Nafisa, ia jelas tau penyebab semuanya terjadi adalah dirinya. Maka, hanya dengan melihat keakraban yang mulai terjalin antara Nafisa dan Cyra jelas membuat Fahmi begitu senang. Ia juga berharap hubungannya dengan Cyra pun bisa segera membaik.

"Bulan anak baik Pa, dia pasti maafin Papa," sahut Langit yang baru saja tiba dari Rumah Sakit tempatnya bekerja. Melihat pemandangan yang jarang terjadi ia pun berjalan mendekat seraya tersenyum haru.

"Kamu sudah pulang?" Fahmi memutar kepala menghadap putera sulungnya, ia tak tau jika Langit mendengar ucapannya barusan.

"Iya, aku sengaja pulang cepet. Tadi mama yang telpon kalau Bulan mau main ke sini." Fahmi mengangguk saja sebagai respon, lelaki itu kembali menatap dua perempuan yang masih terlelap dalam tidurnya.

"Kamu lihat mereka Langit! Mama dan Bulan terlihat seperti adik dan kakak, begitu mirip."

"Hm, Bulan memang mewarisi hampir keseluruhan wajah mama." Langit menyetujui itu, kadar kemiripan Nafisa dan Cyra memang begitu besar, hanya saja Cyra memiliki bibir yang tipis layaknya Fahmi dan dirinya. Ia jadi teringat saat dulu pertama kali bertemu Cyra, kenapa Langit tidak terpikir dengan kemiripan wajahnya dengan Nafisa? Mungkin dulu ia akan segera tau jika Cyra adalah adiknya yang hilang.

Begitu Cyra menggerakkan tubuhnya, Fahmi dan Langit saling pandang dan buru-buru pergi dari ruang keluarga, mereka hanya tak ingin ketahuan sudah memperhatikan Bulannya tertidur. Mereka masih berpikir jika sifat dingin dan acuh tak acuh Cyra akan membuatnya tak nyaman jika tahu tidurnya sedang diperhatikan.

"Berapa lama aku tertidur di sini?" Cyra mengucek matanya, lantas melirik sang mama yang juga tertidur. Melihat itu, senyumnya lalu mengembang.

"Lagi tidur aja .ama tetep cantik." Cyra mengakui, di usianya yang sudah 50an Nafisa masihlah terlihat cantik.

Cukup lama memperhatikan hembusan nafas Nafisa yang teratur, si pemilik bola mata coklat seperti Cyra itu mengerjapkan mata lalu membukanya setelahnya. Ia tatap sang puteri yang masih betah merebahkan kepalanya di paha kemudian menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum simpul.

"Nyenyak banget tidurnya?" tanya Nafisa yang langsung diangguki oleh Cyra.

"Baru kali ini aku nyobain tidur di pangkuan seorang ibu, setelah usiaku menjelang 25 tahun." Cyra terkekeh kecil setelah mengatakan itu, namun tidak dengan Nafisa. Wanita tua itu menatap sendu Cyra, tangannya lalu menjulur mengusap-usap surai coklat Cyra penuh kelembutan.

"Maaf, andai semua itu tak terjadi. Sudah sejak dulu kamu bisa tidur di pangkuan Mama, Sayang."

Cyra kemudian menegakkan punggung, beralih posisi jadi duduk. Ia tatap wanita yang telah melahirkannya itu dengan lekat.

"Itu semua udah berlalu, Ma. Aku sekarang pengen mulai hidup baru, jadi jangan ingetin lagi aku sama luka masa lalu. Oke?" Meski masih merasa bersalah, Nafisa tetap menganggukkan kepalanya.

"Loh loh loh, dua bidadari ternyata udah bangun? Kayanya nyenyak banget ya tidurnya." Fahmi datang dari arah dapur, pria itu sebenarnya melihat dan mendengar perkataan Nafisa dan Cyra, namun karena merasa Cyra masih sedikit menjaga jarak padanya Fahmi tak ingin menyahuti perkataan keduanya dan malah datang membawakan makanan ringan.

"Nih, Papa bawain cheesecake buatan Mama. Kamu cobain deh Bulan, bikinan Mama Nafisa itu juara pokoknya." Cyra mengangguk sebagai jawaban, lantas tangannya dengan cekatan mengambil kue yang telah dipotong-potong tersebut lalu memakannya. Kue dengan rasa manis juga gurih bercampur menjadi satu itu ia teliti dengan baik, benar kata papanya rasa dari kue buatan mamanya ini sungguh enak.

"Enak, kenapa Mama nggak coba buka toko kue?" Cyra sepenuhnya menatap Nafisa.

"Nggak ah, Mama lebih suka buatin makanan cuma buat keluarga. Lagipula Mama udah tua Bulan, capek kalau harus urus begituan."

Cyra hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dalam diam, selepas itu netranya berpindah menatap sang papa. Ada rasa bersalah sempat menjaga jarak bahkan bersikap tak baik pada pria tua itu.

"Pa!" panggilnya pelan. Fahmi yang mendapat panggilan dari puteri yang ia kenal dingin padanya itu dengan cepat mengangkat pandang.

"Iya Bulan?" jawabnya.

Cyra menarik kedua sudut bibirnya perlahan, menampilkan senyuman yang jarang sekali ia tunjukkan. "Maafin Bulan ya," kata Cyra.

"Bulan selama ini banyak salah sama Papa, maafin Bulan Pa," kata Cyra sambil beringsut pelan merangkak menuju Fahmi, ia raih tangan berurat itu lalu ia genggam tangan itu. "Dulu, aku selalu pengen tau bagaimana rupa papaku, tapi setelah bertemu aku malah hukum papa dengan pergi jauh dari sini."

"Bangun, Aayang!" Fahmi menarik bahu Cyra. "Seharusnya Papa yang minta maaf sama kamu, Nak. Semuanya nggak akan terjadi kalau aja Papa nggak egois dan lebih berperasaan." Mengingat kembali masa lalu, tentu saja membuat baik Fahmi atau pun Cyra sesak.

"Berhubung semua udah saling memaafkan, aku mau kita semua mulai hidup baru. Jangan ada lagi yang bahas masa lalu, apalagi itu bikin sakit hati. Aku cuma nggak mau kita terus-terusan berpatok sama masa lalu."

"Pa, Ma, aku Bulan Adhara Firdaus menyayangi dan mencintai kalian sebagai orang tuaku." Cyra kemudian merentangkan kedua tangannya yang tentu saja disambut antusias oleh Fahmi dan Nafisa, kedua insan itu lantas memeluk puteri kesayangannya. "Jangan pernah tinggalin aku lagi ya setelah ini, janji?" Cyra merasakan dua kepala dalam dekapannya mengangguk bersamaan.

"Keluarga Firdaus kurang satu!" sahut seseorang dari belakang. Ketiga insan yang tengah berpelukan itu lantas memutar pendar dan menemukan Langit yang cemberut. "Aku nggak kalian ajak pelukan? Aku juga kan anggota keluarga Firdaus," ucapnya setengah merajuk.

Cyra yang melihat itu menahan kedutan di bibirnya untuk tidak tertawa, Langit yang ia kenal begitu berwibawa memakai jas dokternya kini terlihat seperti anak kecil yang tak dibelikan permen.

"Sini sini, Abang aku yang paling ganteng," kata Cyra sambil melambaikan tangannya, menyuruh Langit mendekat.

🌙 TBC 🌙

Gimana chapter ini?

MAU NEXT KAPAN? SETUJU NGGAK KALAU AKU RAJIN UP? KOMEN SEBANYAK-BANYAKNYA DULU SINI....

SPAM emot ❤ biar cerita ini ramai.

Jangan lupa Follow akun wattpadku
{Instagram: @fiaafnh & @fiaafiatistory_}
{Tiktok: @fiaafnh} untuk tau info selanjutnya ataupun konten-konten menarik di sana.

CYRA 2 {COMPLETE}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang