5 : Sang Bulan Yang Terluka

1.2K 93 3
                                    

Holla, I'm comeback...

Vote vote dulu pokoknya

WAJIB BERKOMENTAR 🔥

Bismillah dulu jangan lupa:)



✨ Happy Readings

Seorang gadis menatap datar pemandangan di pagi ini, bukan karena kesal melainkan menyayangkan waktunya yang terbuang sia-sia. Di hadapannya, ada Fahmi dan Langit yang tengah sibuk menyiapkan sarapan untuknya. Dua lelaki berbeda usia itu seolah memperlakukan dirinya bagaikan seorang tuan putri.

"Cukup!" Satu kata singkat menghentikan aktvitas kedua orang lelaki itu. Fahmi dan Langit kompak menatapnya dengan satu alis, "Ada yang kamu mau Bulan?" tanya Fahmi.

"Cukup! Aku bilang cukup!" Cyra kembali berkata.

"Oh, lauknya udah Pa. Bulan nanti kekenyangan," sahut Langit. Fahmi mengangguk lalu meletakkan sepiring nasi beserta bermacam-macam lauknya pada Cyra.

"Ini harus dimakan! Papa nggak mau kamu sakit perut." Gadis yang kini sudah bersiap dengan pakaian kantornya hanya melirik sekilas piring itu, selera makannya tiba-tiba saja hilang setelah melihat aktivitas berlebihan dari Fahmi dan Langit. Sejak keduanya tau jika ia sudah pulang, keduanya pun kompak memanjakan dirinya.

"Sudah pukul 08.00 WIB, aku harus berangkat." Cyra menggeser kursi, belum ada sedikit pun makanan yang ia makan namun gadis itu harus segera berangkat ke kantor.

"Loh? Makanannya nggak dimakan, Sayang?" tanya Nafisa.

"Aku udah telat, Ma." Mendapat perlakuan dingin dari puterinya membuat sudut hati Fahmi ikut nyeri, meski begitu ia memaklumi sikap Cyra karena ia tau tak mudah menjadi Cyra karena masa lalunya yang berat.

"Nanti kamu bisa terkena maag kalo makannya telat Bulan," sahut Langit.

"Gue nggak selemah itu Bang," balas Cyra dingin. Langit menatap sang adik, Bulannya kini lebih dingin dibanding Bulannya yang dulu. Apa mungkin dia masih belum bisa move on dari masa lalunya?

"Kamu." Langit menggantung kalimatnya. "Masih belum bisa move on dari masa lalu, Bulan?"

Cyra terdiam, mendengar kata masa lalu membuatnya otomatis teringat kembali pada masa lalu yang membuatnya seperti ini. Gadis yang kini sudah berdiri itu tak sadar sudah mengepalkan kedua tangannya yang berada di atas meja makan.

"Bukan urusan lo!" jawabnya cepat. Kemudian Cyra berjalan menuju Nafisa, meraih tangan ringkih itu lalu mengecup punggung tangannya dengan takzim. Setelah pada Nafisa, ia pun melakukan hal yang sama pada Fahmi.

"Aku pergi, assalamu'alaikum," pamitnya dengan terburu-buru meninggalkan ketiga orang di ruang makan yang menatapnya sendu. Bulannya kini sudah berubah, Bulannya yang dulu masih bisa tersenyum kini sangat sulit melakukan itu.

"Aku merasa keadaan psikologis Bulan kembali terganggu, Sa." Nafisa melirik Fahmi, dalam hati ia membenarkan ucapan sang suami.

"Nyatanya pergi bertahun-tahun nggak bikin dia lupa, justru kesendiriannya yang bikin dia inget terus." Langit mengepalkan kedua tangannya, ia merasa gagal menjadi seorang kakak. Seharusnya dulu ia bisa menahan kepergian Cyra, membiarkan adiknya itu tetap di sini dan ia akan membantunya memulihkan hati. Tapi sekarang, nasi sudah menjadi bubur. Adiknya sudah terluka kian parah dan akan sulit untuk menyembuhkannya. Bintang? Satu nama sahabatnya tiba-tiba terlintas di otaknya, mungkinkah sosok Bintang bisa menjadi obatnya? Obat untuk sang Bulan yang terluka?

"Kita harus apa, Mas?" Nafisa menunduk dalam, matanya bahkan sudah memanas sejak Cyra pamit pergi untuk bekerja.

"Kita harus selalu ada di samping dia Ma, yang Bulan butuhkan sekarang adalah support dari kita. Kita harus bisa yakinin hatinya kalo dia bisa lewatin masa-masa sulitnya." Nafisa mengangkat wajah, menatap sang putera sulung dengan sendu.

"Bagaimana jika Bulan tetap seperti itu Langit? Bagaimana jika perasaannya kini sudah hambar?" tanyanya yang langsung membuat Langit terdiam. Nalurinya sebagai seorang ibu memang tak pernah salah, Cyra memang sudah kehilangan perasaannya dan menjadi pribadi yang mengandalkan logika saat ini.

"Nggak mungkin Ma, pasti Bulan masih punya sedikit perasaan. Dia itu perempuan, makhluk yang paling perasa." Nafisa menunduk lagi, bagaimana jika dugaannya benar?

Di lain sisi, seorang lelaki tengah menatap dingin pegawainya. Pasalnya, ada kesalahan dalam berkas yang harus ia tanda tangani bahkan akan ia bawa meeting hari ini.

"Saya tidak mau tau, kamu perbaiki berkas itu dalam waktu 20 menit!" Sang pegawai yang tadi menunduk takut meneguk ludahnya susah payah, dalam waktu 20 menit?

"P-pak!" Sang pegawai mengangkat tangannya. "Bisakah beri sedikit waktu lagi? Saya hanya mempunyai dua tangan, memperbaiki berkas itu membutuhkan waktu sekitar 45 menit."

Sang atasan memalingkan wajah, mencoba meredam semua amarahnya. "45 menit katamu? Saya membutuhkan berkas ini secepatnya. Kamu tau kan jika hari ini akan ada meeting?" Pegawai tersebut mengangguk lemah, ia menyadari kesalahannya yang sudah ceroboh.

"Maafkan saya, Pak."

"Terserah, kerjakan kembali berkas itu dalam waktu 20 menit atau kamu saya pecat!" Pegawai tersebut menggelengkan kepalanya.

"Jangan pecat saya, Pak," mohonnya.

"Kalau begitu cepat kerjakan!"

"Baik Pak Bintang, permisi." Setelah kepergian pegawainya dari divisi keuangan, lelaki yang tadi marah-marah tersebut meluruhkan badannya pada kursi kebesarannya.

"Ck, menyebalkan," gumamnya pelan. Dia Bintang, lelaki itu kini menjelma menjadi sosok iblis berwajah tampan. Sikapnya yang arogan, dingin, membuat banyak pegawainya menunduk takut. Seperti beberapa menit yang lalu ia lakukan, ia bahkan tak segan untuk memecat pegawainya jika ada kesalahan. Padahal jika harus menuruti prosedur perusahaan, untuk memecat seorang pegawai itu dimestikan setelah melanggar beberapa kali, mendapat SP lalu bisa dipecat. Namun karena kuasanya sebagai anak dari pemilik perusahaan langsung ia bisa melakukan itu tanpa pandang bulu.

"I miss you so bad, Bulan." Tatapan mata yang tadi menyiratkan amarah kini menyendu saat melihat foto seseorang yang terpajang di atas meja kerjanya. Dia Bulan Adhara atau Cyra sendiri, perempuan yang sejak dulu menghuni hatinya dan tak pernah terganti sampai detik ini.

"Udah 5 tahun loh, kamu nggak ingkar janji kan?" Ia masih ingat tentang janji Bulannya dulu.

"I always waiting for you." Ya, tak sedetik pun bayangan wajah cantik Cyra hilang dari ingatannya. Justru semakin bertahun-tahun lamanya, pikirannya selalu tertuju pada satu nama, Bulan.

"Pasti sekarang kamu makin cantik." Bintang mengulum senyum saat membayangkan wajah Cyra yang semakin cantik. "Pokoknya kalo nanti kamu pulang, aku harus langsung nikahin kamu. Biar kamu nggak akan pergi-pergi ninggalin aku lagi Bulan." Ya! Tekadnya jika Bulannya nanti pulang maka Bintang ingin cepat memiliki sepenuhnya. Ia tak ingin Bulannya pergi lagi, cukup sudah dulu saat kecil mereka terpisah lalu kini waktu yang sudah berjalan 5 tahun. Kurang sabar bagaimanakah dirinya? Saat semesta lagi-lagi memisahkan mereka?

———————🌜🌜🌜———————

SIAP YA BUAT NEXT CHAPTER?

SPAM VOTE DAN KOMEN DULU DONG

FOLLOW AKUN WP : @fiaa_an

FOLLOW JUGA AKUN TIKTOK : @fiaafnh

BUAT LIHAT KONTEN-KONTEN MENARIK DI SANA, SIAPA TAU JUGA AKU BUAT SPOILER ATAUPUN THRILLER DI SANA.

CYRA 2 {COMPLETE}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang