Bab 10

28K 1.9K 39
                                    

Jam menunjukkan pukul setengah 11 malam. Tidak banyak yang bisa jadi pilihan makan malam kecuali fast food dan warung pinggir jalan yang masih buka. Jose membiarkan Rere yang memberikan saran dan arahan jalan. Berhubung dia juga tidak terlalu hafal daerah ini. Gadis itu tampak sudah lebih tenang. Terlihat dari caranya mengoceh tentang betapa enaknya nasi goreng yang berada di seberang mini market tempat kerjanya. Sayangnya warung nasi goreng yang ia maksud ternyata sudah tutup. 

Sementara itu Rere sesekali melirik Jose yang menyetir dengan tenang di sampingnya. Selama ini ia hanya melihat Jose berangkat ke kampus jalan kaki atau menggunakan sepeda. Ia baru tahu bahwa Jose juga punya mobil di basement. Bukan mobil sport mewah seperti yang sering dikendarai Rio, tapi cukup nyaman—bahkan lebih nyaman—untuk ditumpangi. 

"Kalau sate bang mamat juga tutup, kita terpaksa ke mekdi," ujar Rere. Ini sudah warung ke 3 yang mereka datangi dan semuanya sudah tutup atau habis. Rere sudah harap-harap cemas pilihan terakhirnya juga tutup tapi ternyata warung sate pilihannya masih buka. 

Sebelum turun, Rere memastikan sesuatu. "Tunggu, lo nggak masalah makan pinggir jalan, kan?" 

Jose menautkan keningnya. "Emang kenapa?" Dia balik bertanya. 

"Siapa tahu lo nggak bisa makan pinggir jalan gitu… di luar negeri kan nggak ada sate pinggir jalan." 

Jose hanya mengusap perutnya sambil buru-buru turun dari mobil. "Turun, yuk, udah lapar banget nih." 

Rere pun menyusulnya turun. Warung sate itu masih ramai pengunjung meski malam sudah larut. Rere merapatkan jaraknya dengan Jose setiap kali matanya bertemu tatap dengan orang lain. Jose menggiringnya ke sisi yang lumayan sepi. 

Sambil menunggu pesanan datang, Jose mengeluarkan ponsel dengan tampang serius. Rere yang duduk di seberangnya memperhatikan laki-laki itu. Kantung mata tebal terlihat di balik bingkai kacamatanya. Bulu-bulu halus menghiasi philtrum dan sekitar dagunya. 

Seingat Rere terakhir kali bertemu Jose tidak terlihat selelah ini. Atau mungkin dia tidak memperhatikan saja. Untuk apa juga Rere harus memperhatikannya? 

Rere ingin mengalihkan fokusnya juga dengan ponsel. Namun ternyata ponselnya tertinggal di mobil. Rere mendecak kesal. 

Jose meliriknya sebentar. Lalu ia berdehem pelan, "Jadi, gimana progress rancangan penelitian?"

Rere mendengus. "Basa-basi lo jelek banget." 

"Cuma itu yang muncul di pikiran." 

Rere langsung menggeram frustasi. "Emang lo pikir hidup gue cuma ngurusin tugas akhir?" 

Jose mengerjapkan matanya dan menatap heran gadis di hadapannya. Ia takjub dengan perubahan ekspresi dan suasana hati gadis itu. Dia bahkan belum menerima ucapan terima kasih setelah menyelamatkannya dari penguntit. Bukannya Jose pamrih, dia heran saja. 

"Oke, aku nggak bakal bahas tugas akhir lagi, tapi bukannya tugas akhir mesti jadi hal utama yang kamu urus sebagai mahasiswa tingkat akhir?" 

"Lo mau gue tusuk pake garpu atau pakai tusuk sate?" ancam Rere bersamaan dengan datangnya pesanan mereka. 

Jose agak merinding mendengarnya. Seharusnya dia mengancam si penguntit tadi seperti ini. Dijamin kabur. Tetapi Jose memilih untuk diam daripada ditusuk beneran. 

Mereka lalu makan dalam hening. Jose curi-curi pandang dengan gadis itu. Seperti kata dia, Jose akui kalau dirinya memang tidak pandai berbasa-basi. Dia tipe orang yang lebih suka diam dan memperhatikan sekitar saat di pesta. Kecuali jika ada orang yang mengajaknya bicara lebih dulu. Namun dia juga tidak suka keheningan seperti ini. Dirinya jadi gugup sendiri. 

Chillin' Buddy [🔞21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang