Bab 29

23K 1.4K 89
                                    

Ini Jumat malam. Biasanya waktu nongkrong dengan Rere diperpanjang hingga tengah malam atau bahkan mereka tidak tidur sama sekali karena sibuk mengobrol atau marathon film. Sekarang jangankan tengah malam, ini bahkan jam masih menunjukkan pukul 8 malam. Nadia sudah terduduk sendiri di bar hotel.

Sejak Rere meninggalkan lounge bersama Jose, Nadia seketika merasa hampa. Secara mengejutkan ia sama sekali tidak cemburu melihat Jose dan Rere bermesraan. Mungkin iri. Sedikit.
Selama ini ia berpikir tidak butuh pacar karena punya Rere yang bisa ia seret kemana saja. Ternyata dirinya salah besar. Rere sekarang punya kesibukan lagi. Dulu Rio sekarang Jose. Nadia pun menghela napas panjang.

Tiba-tiba orang di sampingnya menyodorkan kotak rokok. Nadia melirik sekilas. Nadia sudah terbiasa dengan kehadirannya seperti jelangkung.

“Nggak makasih,” ucap Nadia, tatapannya kosong ke arah depan. “Gue udah lama berhenti ngerokok karena sahabat gue nggak suka asap rokok.”

“Baru ditinggal pacaran udah nelangsa aja, gimana pas ditinggal nikah,” sahut Jerico sambil memantik rokok di antara dua jarinya.

“Gue nyesal cuman punya satu teman,” ucap Nadia lagi. Jerico tersenyum sarkas setelah mengeluarkan asap dari mulutnya.

“Berarti gue bukan teman lo?”

Nadia memutar kepalanya dengan malas. Ia memandang Jerico dalam diam selagi pria itu memperpendek batang rokoknya dengan isapan.

“Kalau dipikir-pikir,” Jerico bersuara lagi. “Kita itu banyak samanya. Hobi party, hidup kesepian, cuman punya satu teman, anehnya lagi tuh teman sama-sama nggak suka asap rokok. Terus sekarang mereka malah pacaran, gila!"

Nadia pun tersadarkan dengan ucapan Jerico. Ia mengangguk-angguk kecil. “Iya juga, ya?”

Jerico tersenyum puas. “Berarti itu tandanya kita…?”

“Depresi?”

“Kurang ajar. Bukan, Neng, yang bener itu tandanya kita memang ditakdirkan untuk satu sama lain,” kata Jerico dengan serius. Nadia malah memutar bola matanya dan mendengus.

“Mulai dah mulut buayanya keluar!”

Jerico bergeleng. Kini ia menatap tajam ke arah Nadia. “Gue udah hampir satu bulan nggak ngedeketin lebih dari satu cewek. Gue nggak pernah se-ngotot ini buat deketin cewek. Lo bisa tanya Jose kalau lo nggak percaya. Sekali aja kalau gue tahu kalau cewek itu nggak minat sama gue, langsung gue skip, Nad. Gue males sama cewek yang jual mahal.”

Nadia hanya mengerjapkan matanya. Sama sekali tidak bisa menarik kesimpulan dari keluhan Jerico barusan. “Gue juga males sama lo waktu tahu lo orangnya jutek abis, tapi gue nggak ngerti kenapa gue malah makin penasaran sama lo. Tapi sekarang gue mulai capek, Nad. Sampai sejauh ini lo bahkan nggak nganggap gue teman, jadi gue mau berhenti buat basa-basi. Lo harus putuskan malam ini juga, lo mau jadi pacar gue atau enggak?”

Nadia seratus persen tercengang. Kalimat penuh emosi itu diucapkan dengan sangat cepat dan, anehnya, jelas. Dari jeda hening yang panjang itu yang keluar dari mulut Nadia justru, “Kerjaan sampingan lo rapper, ya?”

Mata sipit Jerico sukses melotot. Cewek itu malah tertawa.

“Nad!”

“Jangan desak gue!”

Jerico mendecak dan meminum cairan berwarna kekuningan di gelasnya dalam sekali teguk. “Fine, gue nggak bakal ganggu lo lagi. Semoga lo bahagia terus, dan nggak kesepian lagi,” ucapnya dingin.

Kemudian dengan kasar ia meraih kotak rokok dan ponselnya lalu berjalan menjauhi bar. Ia memberikan pandangan tersakiti yang dramatis untuk terakhir kalinya pada Nadia.
Nadia hanya memandang punggungnya yang menjauh. Dia pikir itu hanya gertakan Jerico. Nadia tidak mau termakan gertakan itu. Ia tidak sekali dua kali menghadapi laki-laki seperti Jerico. Nadia pun menghitung mundur detik biasanya laki-laki itu berbalik kembali. Namun, lewat jauh dari hitungannya Jerico tidak kunjung kembali.

Chillin' Buddy [🔞21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang