Rere sedang berbaring sambil meluruskan kakinya setelah hampir dua hari ini diseret Bunda kemana mana. Pemberhentian pertama mereka adalah wedding planner rekomendasi teman Bunda. Kemudian mereka pergi belanja isi seserahan. Rere diminta untuk memilih sendiri barang yang ia mau dan itu adalah permintaan Jose. Kemudian terakhir Bunda memaksanya ke dokter kandungan. Rere sudah berkilah namun kalah kuat dengan Bunda. Mau tidak mau ia menuruti.
Tadinya Bunda hanya ingin memastikan kandungan Rere sehat atau tidak. Namun mereka malah menemukan hal yang lebih mengejutkan. Rere sebenarnya sudah mengetahui garis dua yang muncul di test packnya sesaat setelah pulang dari acara jalan-jalannya dengan Nadia. Bunda sampai tidak bisa berkata-kata saat dokter menemukan gumpalan janin di usg Rere. Setelah itu Bunda tidak henti-hentinya memeluk dan mencium Rere.
Rere bahkan tidak diperbolehkan tidur sendiri di apartemennya. Semua barangnya otomatis di angkut ke rumah orang tua Jose. Mulai sekarang Rere akan tinggal di rumah mereka sampai hari pernikahan tiba. Rere pun menempati kamar masa kecil Jose.
Rere baru saja mengabarkan kepindahannya ke rumah orang tua Jose. Namun ia masih belum berani mengatakan alasan yang sebenarnya. Ia hanya mengatakan untuk mengirit uang sewa yang lebih baik ditabung untuk biaya pernikahan. Lagipula orang tua Jose pula yang menawarkannya.
Rere kini menunggu panggilan dari seseorang. Sudah hampir 48 jam sejak keberangkatannya tapi masih belum ada telepon yang masuk. Hanya ada pesan singkat yang masuk sehari sebelumnya yang mengabarkan bahwa dia sudah turun dari pesawat.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ponsel Rere berdering tanda panggilan video masuk. Tanpa menunggu lagi, Rere langsung menekan tombol hijau.
“Halo, Babe! sorry, pas sampai aku langsung hectic banget di sini. Heuh, ini aku belum ada tidur sama sekali.” Suara seraknya yang khas itu langsung mengisi indra pendengaran Rere dan membuat gadis itu tersenyum lebar. Wajah kusutnya terpampang di layar dengan rambut berantakan. Cahaya tampak temaram di kamarnya.
“Jam berapa di sana, Yang?”
“Ini jam… setengah 4 pagi. Ya, dan aku ada orientasi jam 8. Terus aku belum tidur.”
“Tidur dulu, gih.”
“No, nggak ada gulingku di sini.” Rengek Jose seperti bayi. Guling yang dia maksud tidak lain adalah Rere. Sudah jadi kebiasaannya jika cowok itu sulit tidur maka ia akan naik ke kasur sambil memeluk Rere seperti guling sambil membenamkan kepalanya ke dada Rere.
“So, how’s the planner? Kalian sudah ke sana, kan?” lanjut Jose sambil ikut berbaring di kasurnya sendiri.
“Menurut aku bagus, tapi mereka rupanya spesialisasi acara mewah. Mereka nggak sediain acara sederhana seperti yang kita mau. Jadi aku langsung pergi aja sama Bunda. Nanti aku coba survey yang lain sambil coba atur sendiri.”
Jose mengangguk-angguk mengerti. “Jangan sendiri, aku coba atur yang bisa aku atur dari sini nanti kita bagi tugas. Seserahan sudah oke?”
“Siap, Bos. Seserahan sudah dibeli isinya, besok pagi dijemput Nadia nanti dia yang atur hias sama sepupunya.”
“Okay then, anything else?”
Rere melirik ke mana-mana dengan gelisah. Sejak tadi ia sudah menyimpan hasil usg dan test pack garis duanya di atas perut. “I have something to tell you…”
Wajah Jose seketika menegang saat suara Rere berubah serius. Rere pelan-pelan mengeluarkan hasil usg dan test pack ke arah kamera. Tidak ada suara, tidak ada reaksi. Rere pikir jaringannya terputus tetapi ternyata Jose lah yang membeku di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chillin' Buddy [🔞21+]
Romance[Completed] Rere takut dirinya menjilat ludah sendiri. Dia bilang pria culun itu jauh dari kata tampan apalagi seksi. Nyatanya dia justru tidak bisa mengalihkan pikirannya dari asisten dosen pembimbing sekaligus tetangganya itu. Jose memang culun...