Bab 12

26.2K 1.5K 23
                                    

Ponsel Rere berdering ketika Rere sedang menunggu print out rancangan penelitiannya. Melihat nama ayahnya tertera di layar, Rere langsung menekan tombol hijau. Sebisa mungkin menjawab telepon tidak terlalu nyaring karena ruangan rental printer sedang hening.

"Halo, Papa?" 

"Halo, Re, kamu lagi apa sayang?" tanya Papanya lembut. Rere tersenyum. Rasanya sudah lama tidak mendengar suara Papa. 

"Lagi ngeprint outline penelitian, Pa. Papa lagi apa?" Ini bukan basa-basi melainkan perhatian yang sudah biasa ditunjukkan Rere dan Papanya. Rere memang lebih dekat dengan Papa sebab Papa tidak seperti Papa orang kebanyakan. Papanya tidak kikuk apalagi dingin ketika bersama anak-anaknya. 

Papa adalah sosok pria yang bahkan tidak tega menyakiti nyamuk. Bicaranya pelan tapi tegas. Pria penyayang ini sangat memuliakan anak dan istrinya yang ia perlakukan seperti ratu dan putri kerajaan. Rere ingat sekali Papa sedih berbulan-bulan saat Rere pertama kali merantau. 

Tiada hari tanpa bertukar kabar. Jika ada kesempatan Rere akan pulang untuk melepas rindu. Tetapi sayangnya sudah beberapa kali liburan Rere masih belum sempat untuk pulang. Rere bertekad untuk menyelesaikan gelarnya sebelum ia pulang. 

"Papa rencana mau ke Jakarta, ada pelatihan beberapa hari di sana. Papa nginap di apartemen kamu, ya? Lumayan uang akomodasinya bisa nambah uang jajan kamu." 

"Boleh, tapi apartemen Rere masih berantakan loh, Pa."

"Itu urusan gampang, nanti Papa juga mau bawain oleh-oleh buat Dian dan suaminya. Mereka masih tinggal di sebelah, kan?" 

Rere seketika diam. Ia mengetuk-ngetuk meja komputer. Rere memang selalu bertukar kabar dan informasi dengan Papa. Namun rupanya dia melewatkan satu informasi penting. Atau mungkin dua. Kemungkinan salah satu di antara itu, Papa tidak akan suka mendengarnya. 

"Mereka sudah pindah setelah nikah," ujar Rere pelan. 

Giliran Papa yang diam sebentar. "Oh," sahutnya, "Terus sebelahnya kosong?" Suara Papa masih terdengar tenang. Rere juga berusaha untuk tetap tenang. Tarik napas. 

"Sudah ada yang ngisi, sih…" 

"Siapa? Perempuan juga, kan?" 

Tahan napas. Ini dia. Papa bisa jadi orang paling lembut, paling tenang, dan paling baik hati. Tapi kalau sudah urusan anak kesayangannya didekati lawan jenis. Papa bisa berubah jadi monster. 

Wajah Rere hampir biru karena terlalu lama menahan napas. Kakinya bergerak tidak tenang. 

"Re?" Suara Papa menyadarkannya. Ia pun menghela napas perlahan. 

"Penghuni barunya… dosen baru di kampus Rere, Pa, dunia sempit ya? Hahaha." 

"Dosen barunya perempuan atau laki-laki? Umurnya berapa?" Papa mulai terdengar curiga. 

"Laki-laki, masih muda sih, tapi dia-" 

"Laki-laki?!" seru Papa. 

Rere langsung memijat kening. "Papa tenang dulu… dia orangnya biasa aja kok, cuek juga, bukan tipe-tipe yang bakal berbuat aneh-aneh," bukan tipe Rere juga. Rere sudah berusaha tapi sepertinya Sang Papa masih tidak percaya. 

"Tadinya Papa mau pergi lusa di hari pelatihan, tapi udah Papa majuin besok, sampai ketemu." Piip. Sambungan dimatikan sepihak. 

"...See you, Pa." 

Papa sudah bicara cepat. Dan itu artinya tidak bagus. 

Rere lalu berjalan gontai saat kembali ke mobil Rio. Rio langsung menaruh ponselnya ketika melihat Rere masuk. 

Chillin' Buddy [🔞21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang