Bab 6

79.3K 2.4K 22
                                    

Selama akhir pekan Rere mendekam di kamar. Alasannya ia menyelesaikan pekerjaan dan tugas. Nyatanya ia hanya sedang menghindari Jose. Sejak pria itu mengatakan hal yang memalukan tentang dirinya, Rere tidak berani menatap wajahnya lagi. Ketika tiba waktunya pergi ke kampus, Rere modal tebal muka saja. Sial sekali jadwal pertamanya pagi ini adalah kelas Pak Hansen yang mana pasti Jose yang mengajar.

Rere makin malas-malasan pergi kuliah. Kalau saja dia tidak berjanji pada Nadia untuk menyalin tugasnya, Rere tidak akan mau pergi ke kampus hari ini. Risiko bertemu Jose sangat besar. Bahkan, hanya dengan melangkahkan kaki keluar kamar dia punya peluang untuk berhadapan dengan Jose.

Beruntung pagi ini Jose sepertinya sudah pergi ke kampus lebih dahulu. Jika diperhatikan, Jose selalu datang ke kampus lebih pagi daripada orang kebanyakan. Rere menyadarinya setelah hampir sebulan bertetangga. Itu menandakan bahwa pria itu sangat disiplin pada dirinya sendiri. Tipe orang yang membosankan. Menurut Rere.

Terlalu banyak melamun membuat Rere tidak sadar bahwa kelas akan segera dimulai. Nadia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Rere untuk menyadarkan gadis itu. "Awas kesambet." Nadia mengingatkan.

Rere tidak menjawab. Dia buru-buru mencari sesuatu untuk menutupi wajahnya. Dia merutuki kebodohannya hari ini mengenakan blus biasa dan tidak memakai jaket. Dia sangat gugup sekarang. Ia tidak berani menatap Jose yang sudah melangkah masuk ke dalam kelas. Terbesit di pikirannya untuk izin ke kelas, tetapi Rere mengurungkan niatnya itu. Jika izin, dia harus menatap dan berbicara pada Jose. Harusnya dia melesat keluar kelas sejak tadi. Sekarang sudah terlambat.

"Good morning class!"

Telinga Rere menajam. Jose tidak pernah terdengar seceria itu. Rere pun menurunkan bindernya. Seorang laki-laki tinggi berwajah tampan berdiri di depan kelas dengan senyuman seribu dolar. Gaya berpakaiannya yang kekinian, celana jeans, sneakers, serta atasan berupa kaus band rock legendaris dengan luaran blazer berwarna cokelat memberi nilai tambah ketampanannya.

"Lama banget nih kita nggak ketemu, gimana kabar kalian?" Dengan santai pria itu bersandar di meja dosen.

"Maaf ya saya baru bisa masuk kelas hari ini, tapi tenang, hari ini saya nggak akan kasih kuliah apa-apa berhubung saya masih agak jet lag, anyway... gimana sama Jose? Kalian sudah akrab?" Pria itu melanjutkan. Rere menatapnya kagum. Pria itu memang terdengar seperti kabar yang beredar di luar kelas. Wajahnya tampan dan kepribadiannya luar biasa. Caranya berbincang dengan mahasiswa tidak kaku seperti dosen kebanyakan. Suasana kelas yang biasanya tegang dan membosankan langsung berubah menjadi hangat dan penuh semangat bersamanya.

"Boring, Pak!" sahut seseorang menanggapi pertanyaan Hansen barusan. Hansen, si dosen paling populer di Institut hanya tersenyum renyah.

"Memang begitu orangnya, tapi dia smart, makanya saya percayakan kalian sama dia. Mbanya yang di sana," tiba-tiba Hansen menunjuk Rere dan membuat gadis itu tersentak. "Kenapa dari tadi senyum-senyum sendiri? Mikirin pacar?"

Seisi kelas langsung menggemakan kata "Cie" membuat wajah Rere seketika memerah.

"Nggak punya, Pak!" sahut Rere. Hansen menyeringai.

"Aduh kasian, tuh teman kalian ada yang masih single, ada yang mau daftar, nggak?" Hansen mengedarkan pandangannya di sekeliling kelas. "Kalau nggak ada yang mau, saya aja yang daftar, mumpung masih single juga." Ucapan Hansen barusan membuat seisi kelas riuh. Ada yang bersiul kemudian ada yang heboh sendiri menanggapi gombalan halus Hansen. Rere sendiri hanya tersenyum keki.

"Bercanda, ya, cantik." Hansen mengangkat tangannya pada Rere dan tersenyum manis.

"Serius juga nggak apa, ganteng." Kini kelas semakin heboh. Giliran wajah Hansen yang memerah. Nadia di samping Rere tidak bisa menahan gelak tawanya.

Chillin' Buddy [🔞21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang