Bab 32

21.9K 1.3K 46
                                    

Meski ia sudah resmi bukan bagian dari kampus ini lagi Jose tetap datang ke kampus. Jose berpura-pura sibuk mencari referensi di perpustakaan. Sebenarnya dia hanya ingin mengawasi Rere. Sejak tahu Rere terus mendekam di perpustakaan.

Dari kejauhan Jose melihat Nadia datang dengan langkah besar. Tampak marah. Dilihatnya Nadia menghampiri Rere dan berargumen tentang istirahat. Nadia sesekali melirik ke arah Jose. Jose mengangguk kecil memberinya isyarat untuk memaksa gadis itu berhenti.

Sebab keadaan Rere sangat mengkhawatirkan. Rere menenggelamkan pikirannya dengan menyibukkan diri tanpa henti. Keras kepala. Jose ingin menghentikannya, tapi kalau Jose yang melakukannya sendiri Rere pasti akan kembali meledak dan semakin membencinya. Karena itu Jose diam-diam mengirim pesan pada Nadia dan meminta tolong padanya.

Nadia berhasil menyeret Rere keluar dari perpustakaan. Jose menghela napas lega, tapi ternyata kelegaannya tidak berlangsung lama. Ketika ia keluar, dirinya malah mendapati Rere pingsan dalam pelukan Nadia. Ketenangan hati Jose benar-benar diuji oleh perempuan satu ini.

Jose tidak melepaskan genggamannya pada tangan Rere barang sebentar pun. Ia memenuhi janjinya untuk tidak pergi meninggalkan Rere. Sementara itu Rere masih terbaring lemas. Ia dalam kondisi setengah sadar. Rere terserang maag akut akibat pola makan yang tidak teratur dan konsumsi kafein yang berlebihan. Dokter menyarankannya untuk rawat inap sampai kondisinya stabil.

Nadia membantunya mengurus segala administrasi rumah sakit. Sekembalinya Nadia ke kamar rawat Rere, Nadia membawakannya segelas minuman.

"Minum dulu, Kak, nanti lo lagi yang pingsan."

Jose menerima minuman itu dengan senyuman tipis. "Thanks, Nad."

Nadia duduk di samping Jose dan memandangnya iba. Biasanya ia marah dengan semua cowok yang membuat sahabatnya menangis. Namun kali ini rasanya ia tidak tega untuk marah pada Jose. Karena semua drama ini bukan murni kesalahan Jose.

"Congrats buat MITnya, Kak, bisa nggak lo sentil jidat gue biar ketularan jeniusnya?" kata Nadia menaikan poninya ke atas.

Jose tertawa kecil. "Emang ngaruh?"

"Nggak tahu sih." Nadia dengan kecewa menurunkan lagi poninya. Kemudian keduanya sama-sama memandang Rere. "Mungkin ini waktu yang tepat buat kalian bicara berdua, gue permisi dulu. Kalau butuh sesuatu langsung hubungin gue aja. Bye." Nadia menggamit tasnya.

"Sekali lagi terima kasih, ya, Nad," balas Jose. Nadia mengangguk dan pergi dari kamar rawat Rere.

Setelah pintu tertutup, Jose kembali mengusap tangan Rere. Sementara si gadis masih pura-pura menutup mata. "Ini akibatnya kalau kamu keras kepala," kata Jose menepuk punggung tangannya.

Rere mendengus pelan dan melepas tangan Jose, tetapi Jose meraihnya lagi. "Sekarang kamu mesti dengarin aku. Aku tegaskan sama kamu kalau aku nggak akan langsung ninggalin kamu, Re. I want to cherish every moment with you. Setidaknya sebelum aku berangkat. Bukannya berantem-beranteman begini."

"Tapi..." Suara lemah itu menyahut.

"I know kamu pasti khawatir kalau kita bakal putus. But, hey, siapa yang bakal putusin kamu, Sayang? I love you so damn much."

Rere pelan-pelan membuka mata. "Really?"

Jose mencium punggung tangannya. "Aku cuma bakal pergi sebentar, nanti aku balik lagi. Ada spring break, ada term break, dan masih banyak liburan lain dan aku pasti akan balik ke sini. Aku kan nggak bisa lama-lama jauh dari kamu. Kalau perlu aku bawa kamu ke sana."

Rere mendadak tersipu. Sayangnya dia terlalu gengsi. Jadilah ia menarik selimutnya sampai ke wajah.

"Gimana coba caranya bawa aku."

Chillin' Buddy [🔞21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang