Rere memandang Papa dan Jose yang mengobrol akrab satu sama lain di meja makan. Jadi, ceritanya seperti ini, orang yang dimaksud Papa membantu dia waktu ditahan Pak Satpam ternyata adalah Jose. Saat itu Papa terkesan dengan attitude Jose. Katanya sudah jarang ada anak muda sesopan dan sebaik Jose. Sayangnya Papa belum tahu kalau Jose adalah tetangga Rere yang mau ia buru.
Singkat cerita, sore-sore mereka saling bertemu di balkon. Papa langsung heboh ketika tahu bahwa Jose adalah tetangga sekaligus dosen muda di kampus Rere. Mereka pun berbincang. Ternyata mereka punya banyak kesamaan. Kesamaan apa, Rere belum mengerti. Mereka seperti berada di dunia lain saat bertukar cerita tentang pengabdian masyarakat yang disangkut pautkan dengan ketidakmerataan sistem teknologi informasi. Papa yang kelewat ramah itu pun mengajak Jose untuk makan malam bersama sebab ia berencana akan memasak.
Dan... di sinilah mereka. Duduk bertiga di meja makan Rere. Ini adalah kali pertama ada laki-laki selain Papa yang masuk ke dalam unitnya. Papa tidak menyadari bawah sejak tadi Rere dan Jose saling bertukar tatapan intens. Tatapan Jose kembali membuat gejolak dalam dirinya bangkit.
"Jadi gimana progress skripsinya Rere?"
Rere sudah mulai curiga saat Papa tidak ada bertanya tentang tugas akhirnya sedetik setelah ia sampai di sini. Sekarang Papa justru bertanya langsung pada sumber penyengsara tugas akhirnya.
Rere memberikan sinyal pada Jose untuk memberikan jawaban yang bagus. Laki-laki itu berdehem pelan.
"Rere sudah dapat catatan revisi dari dosen pembimbing utama, saya tinggal mengarahkan dia untuk menyelesaikannya sampai tahap proposal," ujar Jose dengan tampang meyakinkan. Papa mengangguk puas. Rere bisa menghela napas lega.
"Omong-omong, kamu ini kelahiran tahun berapa? Kelihatannya nggak jauh beda dari Rere, atau Rere aja yang mukanya ketuaan?"
"Papa!"
Jose tertawa kecil melihat interaksi ayah-anak itu. "Saya, kelahiran tahun 99."
Mata Papa langsung membulat. Mulutnya jadi monyong karena syok. "Serius kamu?" tanya Papa lagi. Jose mengangguk.
"Cuma beda setahun, dong sama Rere, lulusan mana kamu?"
"University of Toronto, Om, Saya lahir dan besar di Kanada, tapi orang tua Indonesia tulen."
Papa memberikan senyuman paling lebarnya. Tidak pernah Rere melihat Papa se-terpesona itu dengan anak laki-laki. Lalu Papa menepuk-nepuk pundak Rere.
"Tolong Rere ini dibimbing dengan baik ya, maaf kalau dia agak ngerepotin, soalnya anaknya memang bawel. Tapi dia baik kok, rajin juga. Hahaha."
Rere meringis mendengarnya. Mereka beranjak dari meja makan ke balkon. Bahkan sampai berjam-jam kemudian mereka masih mengobrol. Rere menyuguhkan gelas kopi kedua untuk mereka yang masih setia berada di balkon.
"Eh, kamu kalau mau merokok nggak papa. Om, santai saja. Kalau Om memang nggak merokok, dulu pernah sekarang sudah taubat," ujar Papa di sela-sela percakapan mereka. Jose mengibaskan tangan.
"Nggak, Om, saya punya riwayat ISPA."
Papa langsung melirik Rere lagi. Papa memberikan tatapan aneh yang tidak Rere pahami. Alarm ponsel Jose tahu-tahu berbunyi. Jam menunjukkan angka 0 ganda.
"Saya balik dulu deh, Om, besok pagi-pagi harus ke kampus." Jose akhirnya berdiri. Rere senang mendengarnya mengakhiri sesi ngobrol tanpa henti itu. Karena dia sudah benar-benar mengantuk sekarang.
"Oh, iya, Om juga mau istirahat, Re, antar Joseph sana," perintah itu keluar dari mulut Papanya yang tidak pernah mengizinkan Rere berduaan dengan laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chillin' Buddy [🔞21+]
Romance[Completed] Rere takut dirinya menjilat ludah sendiri. Dia bilang pria culun itu jauh dari kata tampan apalagi seksi. Nyatanya dia justru tidak bisa mengalihkan pikirannya dari asisten dosen pembimbing sekaligus tetangganya itu. Jose memang culun...