"Jika ada yang ingin bertanya silahkan." Seisi kelas justru sibuk membereskan barang. Sementara Jose tidak melihat ada yang berminat untuk mengajukan pertanyaan, dia pun melanjutkan kalimatnya, "Baiklah, jika tidak ada yang ditanyakan, kita akhiri sampai di sini saja, selamat siang."
Tanpa aba-aba para mahasiswa membubarkan diri. Rere sendiri masih duduk di bangkunya. Kepalanya tertunduk pada ponsel di tangan. Sesekali dia tersenyum atau tertawa.
"Lo nggak balik?" tegur Nadia. Rere pun akhirnya meraih ranselnya.
"Pengennya sih balik, tapi gue mau makan siang dulu sama Rio, mau join?" sahut Rere tampak berbunga-bunga. Nadia mengerling padanya.
"Cie... makin dekat aja kalian," goda Nadia membuat wajah Rere bersemu merah. Mereka tidak sadar bahwa Jose masih berada di dalam kelas. Tadinya dia masih sibuk membereskan laptop dan buku-bukunya tapi entah kenapa dirinya malah menguping pembicaraan dua gadis itu.
"Ih enggak, orang cuma mau ngerjain proyeknya Pak Hans," sahut Rere.
"Yakin tuh cuma kerja kelompok? Asal ujung-ujungnya nggak nyangkut di kamar lo aja." Nadia mengedipkan sebelah matanya. Rere langsung mendorong kening gadis berambut merah muda itu dengan ujung telunjuknya.
"Gini-gini gue masih perawan ya, emangnya elo?!" Rere menatapnya remeh Nadia. Nadia yang kerap kali bergonta-ganti pacar tidak merasa tersinggung sedikit pun walau wajahnya tampak masam.
Kemudian seorang laki-laki yang Jose kenali sebagai mahasiswa kelas ini juga menengok di ambang pintu. "Re, Ayo," panggilnya. Sekilas ia bertemu tatap dengan Jose kemudian mengangguk sopan.
Rere pun segera menyusulnya. Sementara Nadia berhenti sebentar di depan meja Jose. "Habis ini masih ngajar di kelas ini ya, Kak?" tanyanya pada Jose.
Jose tersentak kemudian berusaha menguasai dirinya dengan tersenyum kikuk. "Enggak, saya mau ke lab." Jose lalu menggendong ranselnya. Nadia berjalan mengiringinya. Tanpa ditanya gadis itu mengajaknya bercerita. Seputar kampus dan segala macamnya. Jose hanya menanggapi seadanya.
Beberapa mata curi pandang pada mereka ketika melintas. Nadia secara penampilan memang mencuri perhatian. Selain karena warna rambutnya yang cerah itu, senyuman cerianya menjadi salah satu ciri khasnya. Terlepas dari itu kaum adam justru memandangnya dari sisi lain. Celana jeans yang membungkus tubuh sempurnanya. Lekukan tubuhnya yang bak seorang model. Lemak-lemak menumpuk di bagian dada dan bokongnya.
Jujur saja Jose terkadang mencoba untuk tidak memperhatikannya. Bagaimanapun dia adalah pria normal. Namun, menurutnya Rere masih tidak kalah. Dia beberapa kali memergoki Rere dalam balutan pakaian rumah. Tank top dan celana pendek. Kaki jenjangnya lebih mulus daripada jalanan ibu kota. Porsi tubuhnya pun sempurna. Tidak kurus tidak juga gemuk.
"Oh iya, Kak Jose tinggal satu gedung sama Rere, kan?" tanya Nadia berhasil membuyarkan lamunan Jose yang segera mengutuk pikirannya sendiri.
"Iya, kamar kami sebelahan." Jose menjawab sambil memperbaiki letak kacamatanya.
"Kapan-kapan kalau saya lagi di tempat Rere, boleh mampir, nggak?" Nadia tersenyum simpul. Jose tersenyum kaku. Sebulan tinggal di sana dia sama sekali belum pernah menerima tamu. Apalagi tamu perempuan. Sekarang dia bingung harus menanggapi tawaran itu seperti apa.
"Nanti saya ajak Rere juga biar rame!" ucap gadis itu riang. Kepala Jose mengangguk begitu saja.
"Boleh, tapi jangan dadakan loh, rumah saya berantakan."
Nadia justru terkekeh geli. Jose mengusap-usap tengkuknya. Dari ujung matanya melintas bayangan Rere dan Rio berjalan beriringan. Jose tidak sengaja menatap mereka berdua. Hingga sepasang mahasiswa itu bayangannya hilang dari pandangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chillin' Buddy [🔞21+]
Romance[Completed] Rere takut dirinya menjilat ludah sendiri. Dia bilang pria culun itu jauh dari kata tampan apalagi seksi. Nyatanya dia justru tidak bisa mengalihkan pikirannya dari asisten dosen pembimbing sekaligus tetangganya itu. Jose memang culun...