Nadia datang sesuai janji temu dan ternyata dirinya datang lebih dulu daripada Jerico. Padahal dia sudah sengaja datang lebih lambat. Ia tidak suka menjadi pihak yang menunggu. Pelayan mengantarkannya pada meja pesanan atas nama Jerico. Posisinya berada sudut restoran yang memiliki pemandangan kota yang sangat indah dari balik jendela kaca.
Meski ini hanya makan siang casual, Nadia tetap merasa salah kostum. Saat Jerico menyebutkan restoran dengan nama asing, ia tidak menyangka bahwa restoran itu adalah restoran mewah. Harusnya dia pulang dulu untuk berganti baju.
Kemudian penyesalannya itu seketika meluap saat melihat Jerico datang hanya dengan mengenakan hoodie berwarna putih dan celana pendek coklat. Satu-satunya barang yang membuat orang tahu kalau dia orang berduit adalah sepatu dan jam tangan mewah yang dikenakannya.
"Sudah pesan makanan?" tanya Jerico dengan santai duduk di hadapan Nadia.
"Belum, kita pesan bareng aja," ujar Nadia. Sebenarnya Nadia ingin tahu apa yang akan dipesan cowok itu. Sebab ia sendiri bingung saat melihat menu. Terutama pada harga yang tertera di sana. Jerico mengangguk setuju.
Nadia menyerahkan buku menu padanya tetapi Jerico malah menutup buku itu dan langsung memberi tanda pada pelayan. Nadia sempat heran–dan agak kesal karena pelayan yang dipanggil Jerico malah berbalik saat Jerico melambaikan tangan. Anehnya Jerico masih kelihatan santai.
Nadia berpikir untuk memanggil pelayan lainnya, tapi tak lama kemudian mereka datang dan menyajikan makanan yang belum mereka pesan. Pelayan yang tampaknya sudah berumur itu juga menuangkan wine di gelas mereka tanpa diminta. Setelah itu ia menunduk hormat pada Jerico dan undur diri.
Sebelum Nadia protes, Jerico menyelanya. "Makanan ini tadinya nggak mau aku keluarkan kalau kamu pesan yang lain."
Nadia memandang makanan di mejanya heran. Ravioli dengan saus yang super creamy itu sebetulnya membuat perutnya makin merengek minta diisi. Namun, masih jadi misteri mengapa makanan ini datang padahal dia mereka belum ada memesan.
"Oh, lo sudah pesan duluan, ya?"
"Cobain dulu," ujar Jerico lagi sambil menyerahkan garpu. Nadia menuruti permintaannya. Ia mencicipi makanan di hadapannya dengan was-was. Meski belum yakin makanan itu tidak dicampuri racun atau semacamnya, Nadia tetap memasukannya ke dalam mulut. Pupil matanya membesar ketika makanan kaya rasa itu mendarat di lidahnya.
"Gimana?" Jerico memandangnya penuh harap.
"Gue harus kasih pujian buat kokinya."
"Kalau dia ada di sini, lo mau ngomong apa?"
"Masakan chef luar biasa, suapan pertama saja saya sudah yakin sekali ini masakan enak banget. Besok-besok chef harus ikut master chef. Begitu."
Jerico tersenyum lebar sampai kedua matanya menyipit, ikut tersenyum. "Thank you," ujar Jerico menaruh tangan di dada. Kening Nadia mengerut heran. "I'm the chef, by the way."
Nadia langsung menahan napas. "Bohong!"
Jerico masih tersenyum lebar. Ia tidak sejujurnya tidak terlalu suka memberitahukan hal ini pada orang lain. Tapi demi Nadia percaya bahwa ia bukan hanya sekedar party boy, ia harus mengenalkan Nadia pada dunianya yang lain.
"Dan, restoran ini punya gue."
Sekarang Nadia membeku. Ia menaruh garpunya. Jerico menyeringai kecil. Sepertinya rencananya berhasil.
"Kok bisa?"
Jerico ingin sekali melepas tawa melihat ekspresi lucu dari wajah gadis itu. "Bisa, dong. Gue kuliah culinary art selama bertahun-tahun, priviledge kiri-kanan, dan ta-ra! Restoran ini berdiri atas nama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chillin' Buddy [🔞21+]
Romance[Completed] Rere takut dirinya menjilat ludah sendiri. Dia bilang pria culun itu jauh dari kata tampan apalagi seksi. Nyatanya dia justru tidak bisa mengalihkan pikirannya dari asisten dosen pembimbing sekaligus tetangganya itu. Jose memang culun...