Suara bel pintu membangunkan Jose. Sebenarnya dia sudah bangun sejak tadi. Namun karena kepalanya terasa sangat berat dan tubuhnya kebas ia memilih untuk tetap berbaring di kasur. Tubuhnya terasa lebih sakit daripada pulang dari pesta dalam pengaruh alkohol.
Ia tidak terlalu ingat bagaimana Rere bisa mengangkutnya naik ke lantai 10. Yang pasti dia bisa masuk ke unitnya sendiri menggunakan sidik jarinya. Jose berusaha untuk berjalan dengan benar menuju pintu.
Saat membukanya, gadis bodoh yang menyetrumnya semalam berdiri di depan pintu dengan senyuman yang juga bodoh.
"Hai! Gimana keadaan lo?"
"Kebas." Jose memberinya tatapan sengit.
Rere meringis mendengar jawaban Jose. Ia mengangkat bungkusan di tangannya.
"Suka bubur ayam?" tanyanya hati-hati.
Jose mengangguk singkat. Rere pun melangkah masuk tanpa permisi. Jose tidak punya cukup kekuatan untuk menegurnya. Jadi ia pasrah mengikuti Rere yang menuju sudut dapur.
"Kamar ini sudah banyak berubah, ya?" Rere memandang sekitar. Tidak ada jejak Dian yang tersisa di kamar ini. Wallpaper bergaya shabby chic sudah berganti dengan cat putih tulang. Warna rak buku yang menjadi sekat antara dapur dan kasur pun sudah berganti dari kecoklatan ke hitam pekat. Rak besi di balkon yang biasa digunakan Dian untuk menaruh tanaman-tanaman kesayangannya sudah beralih fungsi menjadi rak sepatu.
Sebenarnya Rere sudah memperhatikan kamar ini sejak semalam. Kamar Jose jauh dari kata bersih dan rapi. Rere menggambarkan kamar Jose sebagai kamar yang cowok banget. Semalam bahkan Rere tidak sengaja menginjak roti penuh jamur.
Demi kesopanan—dan rasa malas, Rere memilih untuk tidak menyentuh apapun setelah ia membaringkan Jose di tempat tidurnya. Keadaan kamar itu masih sama sejak semalam. Jose juga masih menggunakan pakaian yang sama.
"Kamu akrab sama penghuni sebelumnya?" tanya Jose sambil memindahkan bubur ayam ke dalam mangkuk.
"Kak Dian itu sudah gue anggap kayak saudara gue sendiri," jawab Rere menyandarkan pinggul di island dapur. Dia memandang lurus tembok di depannya. Tampak melamun. Jose meliriknya.
"Dia pasti pindah karena nggak tahan tetanggaan sama kamu," kata Jose kemudian. Rere langsung berpaling dengan wajah tersinggung. "Kidding," Jose mengangkat tangan.
"Nggak lucu," ujar Rere menghela napas. "Kak Dian pindah karena dia sudah menikah, kemaren gue sempat DM di IG dan sebentar lagi mereka bakal punya anak. Gue bahagia dengernya tapi juga miris sama diri gue sendiri. Hidup orang-orang terus maju, sementara gue gini-gini aja, mana tugas akhir masih nge-stuck."
Jose memandang wajah gadis itu sejenak. "Skripsi itu intinya dikerjakan, kalau nggak dikerjakan, nggak akan ada progresnya, nih."
Rere mendecak sambil menerima mangkuk bubur ayamnya. "Yang bikin gue ngulang dari awal siapa coba?"
Jose pura-pura tuli. Ia memilih duduk di meja makan kayu jati belanda yang menempel di tembok dan hanya muat untuk dua sampai tiga orang. Tanpa dipersilahkan, Rere duduk di hadapannya. Jose lagi-lagi memandang heran gadis di hadapannya.
Bisa-bisanya dia tampak terbiasa dengan semua ini. Bisa jadi karena dia sering bertamu kemari saat unit ini masih dihuni oleh Dian. Tetapi kamar ini bukan lagi kamar Dian. Ini kamar laki-laki lajang yang baru ia kenal tidak kurang dari sebulan.
Rere bahagia sekali menikmati bubur ayamnya. Ia bahkan mengaduk bubur ayamnya hingga tercampur rata. Tanpa sadar Jose memandangnya jijik.
"Diaduk?" celetuk Jose.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chillin' Buddy [🔞21+]
Romance[Completed] Rere takut dirinya menjilat ludah sendiri. Dia bilang pria culun itu jauh dari kata tampan apalagi seksi. Nyatanya dia justru tidak bisa mengalihkan pikirannya dari asisten dosen pembimbing sekaligus tetangganya itu. Jose memang culun...